Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Antri

Gambar
Banyak hal baru yang saya pelajari di tempat baru ini, antara lain antri yang sungguh-sungguh menguji kesabaran. Karena sempitnya kamar, maka semua-semua harus antri. Kalau dulu saya terbayang antri di kamar mandi. Kini ketika sudah di tempat ini, banyak hal yang ternyata harus antri. Bahkan beribadah. Cita-cita saya untuk beribadah tepat waktu tidak selalu bisa terlaksana karena harus antri. Maklum, tempat terbatas sementara banyak orang yang semakin mendekat pada Tuhan di tempat seperti ini. Maka ibadah pun harus gantian, harus antri. Saya tidak bisa egois selalu mendapatkan waktu di awal jam sholat. Kadang-kadang malah saya di bagian terakhir. Huhuhu...rasanya miris. Antrian paling panjang di tempat ini biasanya terjadi di bank, kantin, ataupun kafe. Banyak sekali orang yang membutuhkan fasilitas terbatas ini. Akibatnya antrian mengular. Itu baru hal-hal besar. Di tempat ini, hal-hal kecil pun juga harus melalui antri. Nyuci piring, antri. Nyuci baju, antri. Dan semua

Adik dan Ketegarannya

Gambar
“Bunda, tidak usah takut. Tempat itu tidak menyeramkan,” kata Adik suatu hari.    Saya tercekat. Kok bisa-bisanya dia bicara seperti itu.   “Emang kamu sudah lihat tempat seperti itu?” “Sudah dong. Kan ada di film-film.” Hehehe. Ketika ada wacana dari APH untuk mengundurkan lagi waktu pelaksanaan ke dua bulan berikutnya,  Adik juga yang protes keras. “Jangan mundur lagi dong Bunda. Aku sekarang kan sudah siap. Nanti kalau mundur lagi, aku jadi enggak siap.” Wah, saya pun kagum atas ketegaran Adik. Semakin dekat menuju waktu pelaksanaan, Adik terlihat semakin sering uring-uringan.  Ia sering marah-marah tanpa penyebab yang jelas dan lebih sensitif dibandingkan biasanya. Adik pun bilang, “Hidup kita kaya sinetron ya Bunda.”  Ckckck. Saya berupaya mengajak Adik untuk bersyukur atas apa yang telah dialami dan diterima. Saya ingatkan kondisi temannya yang lebih sulit.  “Iya ya, hidup dia lebih sinetron. Hahaha.” Beberapa hari sebelum hari H, Adik terlihat makin murung tapi s

Akhirnya

Gambar
Akhirnya saya memutuskan untuk menjalankan apa yang diamanatkan Pak Hakim.   Walaupun berat, namun saya sudah memikirkan masak-masak segala konsekuensinya.   Bahkan, saya yang memilih tanggalnya, kapan saya akan mulai menjalankan.   Saya memilih hari dan tanggal yang saya anggap baik.  Karena itu saya sempat bersitegang dengan petugas APH yang meminta saya mundur satu hari. Namun akhirnya saya mengalah.   Saya pikir, mungkin yang saya pilih sebagai hari dan tanggal baik belum tentu baik bagi saya. Ya sudahlah. Pagi itu saya tetap beraktivitas seperti biasa.  Hanya adik yang memutuskan tidak mau masuk sekolah hari itu.  Katanya, “aku mau nangis sampai siang, abis itu mau les renang.”  Lho, kok?  “Ya kan sudah bayar les renangnya.”   Oalah, hahahaha. Rupanya adik ogah rugi. Ketika kakak-kakak saya berdatangan pun, saya masih belum mandi. Karena prinsip saya, semua harus berjalan normal seperti biasa. Justru karena mereka datang lah saya jadi tergopoh-gopoh menyiapkan diri.