Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

Konsep Rejeki

Rejeki itu adalah yang sudah kamu makan dan yang sudah kamu sedekahkan, kalau belum kamu makan atau kamu sedekahkan, itu belum rejeki kamu. Saya pun manggut-manggut mendengarkan petuah teman saya itu.   Karena saya sering sekali komentar, belum rejeki saya, rejeki sudah diatur, dan lain-lain.   Tapi, teman itu memotong saya dengan kata-kata itu.   Artinya, bahkan barang atau uang yang sudah di tangan kita pun belum tentu merupakan rejeki kita.   Kenapa? Kembali teman saya itu bilang, barang atau uang itu masih bisa berpindah tangan, atau lebih serem lagi, uang yang di tangan kita bisa jadi digunakan untuk hal-hal yang tidak baik, jadi dimana letak rejekinya?   Wah, benar juga pikir saya, selama ini saya kegeeran kalau sudah punya rumah atau harta lainnya yang sudah atas nama saya, saya selalu berpikir itu sudah rejeki saya, namun setelah mendengar kata-kata teman saya itu, saya jadi berpikir, ternyata itu belum merupakan rejeki saya.   Properti atau h...

Seragam

Seragam: sama ragam (corak, bentuk, susunan): pakaian (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Seragam: seperangkat pakaian standar yang dikenakan oleh anggota suatu organisasi sewaktu berpartisipasi dalam aktivitas organisasi tersebut. Pelaksana kegiatan keagamaan telah menggunakan kostum standar sejak dulu (Wikipedia) Hari ini saya ikut teman-teman saya melihat baju yang mirip-mirip dengan seragam kantornya.   Mereka bilang, seragam kantornya jelek, bahkan beberapa koleganya bilang, malu ketemu klien kalau pakai seragam itu.   Wah, bagaimana bisa begitu?   Harusnya kan kita bangga dong pakai seragam kantor kita yang merupakan identitas perusahaan.   Kata teman-teman, seragam itu merupakan pilihan Direkturnya.   Saya tanya, pasti kan Direkturnya diberikan pilihan oleh bagian terkait, kenapa mereka memberikan pilihan yang jelek at the first place?    Jadi, tetap aja yang salah yang memberikan pilihan yang jelek.   Harusnya, dari awal berikan pilih...

Mager

Mager: males gerak. Kata ini biasa digunakan oleh anak gaul zaman sekarang untuk mengisyaratkan bahwa mereka malas untuk kemana2 atau malas untuk berpindah tempat. Istilahnya ketika seseorang sudah PW (posisi wuenak) di suatu tempat. Akhir-akhir ini memang saya mager banget, lebih senang mengerjakan hal-hal yang menyenangkan hati saya, seperti bermain game atau jalan-jalan di pasar atau mall.   Malah, karena baru rebranding, saya malah lebih senang mematut-matut diri di cermin, hal yang dulu ga pernah saya lakukan, ga gw banget deh.   Tapi itu jadi saya lakukan sekarang.   Ga tau kenapa, rasanya malas sekali mikir, atau melakukan pekerjaan yang harus mikir. Males banget rasanya harus membuat janji bertemu pejabat, mem follow up proposal, bahkan ditawari pekerjaan pun tidak saya tanggapi. Kalau ga terpaksa, saya berusaha ngeles supaya menghadap pejabat atau meeting di instansi yang bersifat formil. Buka email pun belum tentu setiap hari, baca berita juga be...

Normal Life

Saya ingin hidup normal, begitu curhatan saya pada seorang sahabat.   Sang sahabat pun bilang, mungkin sebenarnya sekarang memang hidup normalmu.   Saya terdiam, hmmm, benar juga ya. Memang kita kadang menilai sesuatu normal life atau tidak berdasarkan persepsi kita, bahwa hidup normal itu adalah bekerja, bekeluarga, punya rumah, punya mobil.   Padahal normal life buat orang pasti berbeda-beda.   Misalnya, seperti kehidupan saya saat ini, yang saya anggap tidak normal karena saya tidak punya pekerjaan tetap, namun hanya mengandalkan proyek-proyek saja, sehingga setiap bulan saya deg-degan karena takut tidak punya penghasilan yang cukup, namun saya baru menyadari bahwa setiap bulan saya tidak pernah kekurangan.   Saya selalu membayangkan, hidup normal saya kalau saya duduk manis di kantor, pergi dan pulang kantor setiap hari di tengah kemacetan dan mendapat gaji setiap bulan. Saya jadi ingat, saya   pernah merasa kasihan dengan para pemulung ...