Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2017

Kapan harus Diam

Kita semua pasti pernah mengalami, dihadapkan pada situasi yang membingungkan, dimana seseorang mengatakan hal-hal yang tidak tepat, ingin kita koreksi, namun kita bingung, apakah kita harus mengoreksinya atau tidak.   Memang, dalam hidup, kita harus dapat membaca situasi, kapan kita harus berbicara, kapan kita harus diam.   Ya, kadang-kadang kita memang harus memilih untuk diam, agar semuanya menjadi lebih baik, untuk kebaikan. Saya ingat, saat itu saya sedang tinggal di rumah milik kakak ipar saya.   Suatu kali, istrinya bertemu dengan saya dan mengomel panjang lebar dan menyayangkan saya kenapa kami tidak minta izin langsung padanya, bahkan membawa-bawa nama ibu mertua saya.   Dia bilang, kenapa harus ibu mertua saya yang meminta kepada suaminya agar kami boleh tinggal di situ?   Saya pun terbengong-bengong, karena kejadian yang sebenarnya adalah kami meminta izin langsung pada suaminya.   Namun, saya langsung dapat membaca situasi, bahwa saya lebih baik diam dan minta maaf

Forever Young

Iya bu, forever young.   Begitu kata teman saya, tepatnya teman sekerja saya, namun beda generasi hehe, dia generasi milenials. Berhubung saya bekerja di industri kreatif, maka saya sekarang berteman dengan para milenials ini.   Dan yang mengharukan, dia bilang begitu pada saya ketika kami sedang berdiskusi masalah di luar pekerjaan.   Ya, dia bilang saya forever young.   Ehm ehm. Saya jadi ingat kalimat mutiara yang bilang: Age is just a number.   Mungkin benar, umur boleh bertambah, tapi menjadi muda itu pilihan.   Cie cie.... Sejak berhenti dari pekerjaan yang telah saya tekuni belasan tahun, dunia saya berubah drastis.   Dan saya memilih menekuni pekerjaan lainnya, pekerjaan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.   Namun ternyata pilihan saya sangat menarik, saya jadi bergaul dengan dunia yang berbeda, malah jadi lintas generasi.   Yang terpenting, saya ternyata bisa mengasah bakat terpendam saya. Beberapa hari terakhir ini juga saya bertemu dengan klien-klie

Pagi Hari di Toilet

Sebagai wanita bekerja yang harus menghadapi kemacetan tiap pagi, saya sudah terbiasa langsung ke toilet begitu tiba di kantor.   Secara sudah menempuh kemacetan yang cukup lama, tentunya banyak yang harus di cek ke toilet, hehe. Karena sudah berkali-kali pindah kerja, maka pemandangan di toilet telah banyak yang saya amati.   Yang seragam, pasti banyak perempuan yang berdandan, baik yang belum berdandan atau yang sekedar memperbaiki tata riasnya.   Kehidupan wanita bekerja di kota besar seperti ini memang berat.   Berangkat dari rumah pagi-pagi buta, mungkin belum sempat dandan, sehingga baru berdandan ketika sampai di kantor.   Atau sudah berdandan tapi luntur karena menempuh perjalanan yang jauh dan macet.    Hhhh... Pemandangan lainnya, ada yang bawa hair dryer, bahkan niat banget, bawa catokan.   Dengan cueknya,  stop kontak hand dryer pun dicopotnya demi menyolok hair dryer atau catokannya.   Orang lain pun jadinya hanya bisa tersenyum kecut ketika mau mengeringkan

Sama Mama Aja

Hari ini saya bingung banget karena ada 2 acara anak-anak di waktu yang bersamaan.   Si Kakak mau ambil SIM, si Adik ambil rapor.   Saya kepikir, urusan SIM mah lebih maskulin ketimbang feminin, jadi sudah kebayang kalo si Kakak akan didampingi bapaknya, sementara saya ke sekolah Adik.   Tanpa diduga si Kakak bilang, aku sama mama aja.   Kami semua bingung, karena saya yakin, wali kelas Adik juga akan menanyakan kenapa saya tidak ada, bukannya geer, tapi memang wali kelas Adik lebih sering berkomunikasi dengan saya.   Untungnya si Adik mengalah, mau sama bapaknya. Jadi lah saya mendampingi Kakak mengambil SIM.   Saya ga habis pikir, urusan maskulin begini kok tetap minta saya yang dampingi, saya kan feminin, qiqiqi.... Namun setelah menjalaninya, terjawablah semuanya. Saya yang sama-sama buta dengan Kakak untungnya mendapatkan arahan dari tempat sekolah mengemudinya, kami dibekali peta urutan-urutan proses dilengkapi loket-loket yang harus didatangi.   Masalah timbul,