Ketika Ibu Pergi
Tetiba WA ibu masuk: Sepertinya
ibu harus masuk RS. Singkat WA nya,
namun cukup membuat saya panik. Gimana
ga panik, ibu sendiri adalah seorang dokter, jadi kalo sampe ibu bilang harus
masuk rumah sakit, pasti ibu tau kondisinya tidak baik-baik saja, bahkan buruk
hingga perlu penanganan dokter di rumah sakit.
Segera saya telpon dan tanyakan keadaannya. Namun malam itu berlalu begitu saja ketika kakak
telah menenangkan ibu dengan memberinya obat.
Namun, 2 hari kemudian, ibu pun dibawa ke RS dan sejak saat itu, saya
mendapatkan pekerjaan tetap: menjagai ibu….
Ya, saya memang sedang tidak
punya pekerjaan saat itu, karena diberhentikan akibat adanya laporan-laporan ga
jelas dari anak buah saya ke kantor pusat.
Susah memang kalo hati orang sudah kotor, apa pun dilakukan guna
melampiaskan kedengkiannya. Tapi ya
sudahlah, sisi baiknya, dengan tidak bekerja, saya punya kesempatan menjaga ibu
saya dari pagi sampai petang, layaknya orang bekerja.
Bahkan seorang teman lama menelepon
dan menanyakan kabar saya, katanya sudah sekian lama kok ga berkabar, dia
tanya, apa saya sudah punya pekerjaan baru.
Ketika saya menjawab bahwa saya masih jobless dan sekarang ibu saya
sakit dan saya menjaganya, dia pun bilang, wah itu pekerjaan paling mulia,
banyak orang yang ingin punya kesempatan seperti itu, dan itu hanya diperoleh satu
orang di antara jutaan orang. So touchy…..
Dan ternyata banyak hal penting
yang saya dapatkan selama menjaga ibu selama 1 bulan. Saya banyak mendapatkan pelajaran hidup,
terutama tentang keikhlasan. Banyak
isyarat dari Tuhan yang harus bisa saya interpretasi, harus saya terjemahkan
sendiri. Syukurlah, saya dapat
menterjemahkannya dengan cukup baik, minimal itu pendapat saya.
Pengalaman spiritual yang sangat
membekas pada saya adalah masalah keikhlasan saya untuk melepas kepergian
ibu. Selama menjaga ibu, saya berdoa
agar diberi kesempatan untuk membuat ibu bangga, dengan kata lain, saya
berharap mendapatkan pekerjaan, sehingga bukan pengangguran lagi. Tentunya ini akan membuat ibu bangga dan
tenang. Itu yang selalu saya pikirkan,
walaupun saya selalu menambahkan penjelasan di doa saya, saya tahu Tuhan, ini
hanyalah kebanggaan duniawi. Tapi
ternyata, Tuhan menentukan lain….
Suatu hari, ketika saya hanya
berdua dengan ibu, saya sedang merapikan mukenah ibu setelah ibu sholat, tiba-tiba
ibu berkata: Kamu tau ga Babe, ibu paling bangga padamu. Saya pun kaget, karna saya tahu dirilah, saya
ga ada apa-apanya dibandingkan kedua kakak saya. Saya pun bertanya, loh kenapa? Dan ibu menjawab penuh misteri: Biar cuma Allah yang tau……
Begitu randomnya perkataan ibu,
karna setelah itu, ibu malah membicarakan hal-hal lain yang tidak ada hubungannya. Tapi kata-kata ibu itu sangat membekas,
membuat saya terus berpikir, kenapa ibu bilang begitu? Kenapa ibu seakan-akan tau apa yang ada di
dalam pikiran saya? Kenapa ibu
seakan-akan tau doa saya setiap saat?
Saya pun tercenung, lama berpikir
dan akhirnya menyimpulkan sendiri bahwa saya belum ikhlas bila ibu pergi,
padahal mungkin ibu sudah sangat lelah, sudah amat sangat ingin beristirahat
dengan tenang. Saya pun jadi flash back,
betapa doa saya dulu ketika saya hibernasi adalah agar diberi kesempatan
melihat ibu saya masih hidup, diberi kesempatan jalan-jalan dan makan bersama ibu
saya. Bukankah saya sudah selesai
hibernasi 2 tahun yang lalu? Dan selama
itu kami sudah sering jalan-jalan, walaupun sebatas di dalam kota, dan rutin
makan ke restoran hampir setiap bulan?
Ya Allah, betapa egoisnya saya, Engkau telah mengabulkan doa saya,
malahan memberikan bonus 2 tahun, dan sekarang saya meminta lebih? Oalah, artinya, saya yang belum ikhlas…..
Malam itu saya pun mengubah doa
saya, saya tidak minta diberi kesempatan membuat ibu saya bangga di dunia,
namun saya memohon diberi kekuatan dan keikhlasan jika Allah mengambil ibu saya……
Sejak hari itu, saya mulai menata
hati dan ketika ibu sedang tidur, atau belakangan ditidurkan karena sudah menggunakan
alat bantu pernapasan, saya pun sering membisikkan di telinga ibu: saya ikhlas…..
Dan seminggu kemudian, ibu
berpulang dan saya cukup puas karena saya sempat mendampinginya di saat-saat
terakhir, mengaji di sampingnya dan menyaksikan monitor di samping ibu yang
akhirnya grafiknya menyerupai garis datar…..
Ketika saya ke luar ruangan ICU,
begitu banyak mantan rekan sekantor saya sudah menunggu, mereka bahu membahu
membantu segala persiapan pemakaman. Juga
begitu banyak bunga yang dikirimkan ke rumah ibu dari kolega saya. Bahkan beberapa hari kemudian, mantan teman sekantor
saya bercerita, seorang kenalannya dari perusahaan kompetitor begitu penasaran,
siapa pejabat perusahaan yang sedang sakit karena begitu banyak pegawai perusahaan
yang menjenguk ke RS. Dan saat itu lah
saya sadar, Allah menjawab doa saya, saya meminta agar ibu saya bangga pada
saya, ibu saya sudah menyatakannya. Dan saya
juga minta kebanggaan duniawi, inilah
kebanggaan di dunia, mendapat banyak perhatian dari teman dan kolega. Terima kasih Tuhan…..
Selamat jalan ibunda…..
Jakarta, 5 Juni 2024
Komentar
Posting Komentar