Teman Sebangku
Selama sekolah, kita pasti punya teman sebangku, karena
kebanyakan sekolah kan memang duduknya berdua-berdua. Walaupun ada juga sih yang duduknya
sendiri-sendiri, tapi pasti kita pernah mengalami duduk sebangku dengan orang
lain, yah misalnya ketika naik bus.
Menarik memperhatikan masalah teman sebangku ini, apalagi
sekarang kan modelnya setiap saat di kelas bisa saja ada perubahan teman
sebangku, ga kayak jaman saya sekolah dulu, ya sepanjang tahun teman
sebangkunya itu terus, kalo sampe ganti teman sebangku pasti issue nya, wah
musuhan tuh mereka, qiqiqi.
Kalau diingat-ingat, semasa saya bersekolah, saya termasuk
siswa populer, jadi yang ingin jadi teman sebangku saya cukup banyak,
hihi. Namun, saya ingat, saya termasuk yang setia, jarang gonta ganti
teman sebangku. Bahkan waktu duduk di SD, seingat saya sih teman sebangku
saya dari tahun ke tahun cuma dia seorang. Begitu pula waktu duduk di SMP
dan SMA, saya biasanya jarang ganti teman sebangku.
Begitu juga bila bepergian naik bis, pasti banyak yang ingin
duduk sebangku dengan saya, sehingga saya dapat privilege untuk memilih teman
sebangku yang mana. Namun, tidak jarang,
ketika pindah ke lingkungan baru, misalnya ketika masuk ke jenjang sekolah
berikutnya, saya juga suka kesulitan menemukan teman sebangku, karena belum
kenal siapa pun. Tapi biasanya dengan
berjalannya waktu, kembali, saya jadi si populer lagi, hihi.
Berbeda dengan saya, anak-anak saya kurang populer di
sekolahnya, malahan cenderung dijauhi teman-temannya. Mungkin karena si
sulung sangat introvert, sementara si bungsu berkebutuhan khusus. Jadilah
saya terbiasa melihat anak-anak saya duduk sendirian. Kalaupun punya teman
sebangku, sepertinya karena orang itu tidak punya pilihan lain, atau memang
disuruh oleh gurunya. Malah si bungsu, apabila ada acara piknik ke luar
sekolah menggunakan bis, tidak ada temannya yang mau duduk dengannya, sehingga
biasanya malahan duduk dengan gurunya. Sedih? Sedikit sih, tapi
akhirnya saya selalu berpikiran positif, kalau anak saya duduk sama gurunya,
artinya bisa saya titipkan, artinya dia aman, karena dia jadi di waskat oleh
gurunya.
Dan kembali, hari ini saya melihat si kecil duduk sendirian
di minibus yang dia tumpangi ketika akan melakukan kunjungan study tour. Sedih?
Sedikit. Akhirnya dia malah duduk
dengan teman perempuannya yang datang terlambat, sehingga kursi yang tersisa
hanyalah kursi di sebelah anak saya.
Baiklah, saya pun membatin, ga penting bahwa anak-anak saya tidak populer,
dihindari teman-temannya, karena saya yakin, hal ini tidak akan selamanya. Saya dulu punya teman-teman yang seperti
anak-anak saya, cenderung nerd, bukan siapa-siapa dan sering dihindari. Namun, ternyata ketika dewasa, ketika memasuki
dunia pekerjaan, mereka berhasil dan malahan sekarang, banyak orang yang
berebut ingin duduk dengannya.
Saya pun melihat, mulai terjadi
perubahan pada si sulung, dia sudah mulai populer dan menemukan teman-teman
yang cukup akrab, walaupun belum sepopuler ibunya ini. Jadi, saya tetap semangat, bahwa suatu saat
si kecil pun juga akan punya teman-teman akrab, apalagi bila saya sudah
berhasil mengobati “kebutuhan khususnya”.
Mudah-mudahan…..
Komentar
Posting Komentar