Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

Bersiap untuk Pergi

Kalau kita akan pergi, tentunya kita perlu mempersiapkan segala sesuatunya sebelum hari H, sehingga ketika hari itu tiba, kita sudah siap dan tidak ada yang ketinggalan. Saya ingat, saya selalu mempersiapkan dokumen perjalanan jauh-jauh hari.   Ngepak barang pun saya lakukan beberapa hari sebelumnya.   Apalagi ketika anak-anak masih kecil.   Karena kalau ada yang ketinggalan, bisa berabe.   Harusnya liburan menyenangkan malah jadi susah.   Waktu anak-anak masih kecil, saya juga punya tas tangan yang saya bawa ke kabin pesawat, isinya standar, baju ganti cadangan dan cemilan anak-anak.   Pernah suatu ketika, saya lupa bawa baju ganti untuk Adik dan ternyata benar, Adik perlu diganti bajunya, terpaksa saya berbelanja di bandara.   Duh, saat itu saya benar-benar kesal pada diri sendiri, kok bisa sih lalai seperti itu. Saya juga biasanya well prepared dengan membayar tagihan-tagihan yang akan jatuh tempo pada saat saya bepergian, terutama apabila saya bepergian agak lama.

Tanpa Asisten

Beberapa hari terakhir ini saya kehilangan asisten rumah tangga saya.   Seharusnya yang lama pulang minggu depan, tapi tiba-tiba minta pulang hari itu juga.   Sementara yang baru, tiba-tiba ikut-ikutan pulang dengan alasan sepupunya menikahnya dimajuin satu minggu.   Aneh, emang menikah bisa maju mundur kayak gitu?   Bisa langsung aja kayak mau makan di restoran, masuk tinggal pesan?   Ah sudahlah, kalo memang sudah bohong, saya malas jadinya. Akhirnya saya pun banting tulang mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendirian.   Namun, ternyata, hal yang   saya tidak duga terjadi.   Tiba-tiba anak-anak pun secara sukarela mengajukan diri untuk membantu.   Si Kakak bilang dia akan bantu menyiram tanaman dan menyeterika, si Adik bilang mau membantu beberes.   Sungguh terharu saya dibuatnya….. Saya pun akhirnya minta mereka untuk juga selalu merapikan sendiri perlengkapan makanannya, baik menyiapkan peralatan makan sebelum makan dan membereskannya sesudah makan, serta mencuci pirin

Late Bloomer

Late bloomer: an adult whose talent or genius in a particular field only appears later in life than is normal – in some cases only in old age Kata itu pertama kali saya dengar dari ibu.   Waktu itu ibu bilang begitu, saya itu late bloomer, saya pikir ibu hanya membesarkan hati saya.   Tadinya saya pikir bahwa ini berkaitan dengan penampilan fisik saya, bahwa saya akan menawan setelah menjadi dewasa, tetapi ketika masa kecil sampai masa remaja saya tidak menarik, hhh.   Namun ternyata tidak, saya kembali menemukan kata itu di ramalan saya. Ramalannya bilang: “You are usually a late bloomer.   Your early and middle 30s tend to be years spent in apprenticeship and slow development. During this period, you can become frustrated with your progress, or the apparent lack of it. You need to develop faith. You are a highly charged person with much to do, but you must develop character and sound judgment before you begin to tap your true potential. Just as a tree needs roots to grow

Kakak dan Tanggung Jawab

Sebagai anak tertua, Kakak sangat saya harapkan untuk bertanggung jawab pada adiknya.   Namun, jangankan tanggung jawab pada adiknya, pada diri sendiri aja ga, hhh..... Dulu, ketika Adik masih bayi, pernah Kakak saya suruh menjaga dan hasilnya, Adik jatuh, huhuhu. Waktu itu saya rasanya ingin marah sekali pada Kakak, namun untungnya saya langsung sadar, masak anak seumur si Kakak harus dibebani tanggung jawab menjaga bayi?   Yang bener aja.   Yang salah ya tetap saya sebagai ibu, kenapa saya membiarkan Kakak yang masih kecil menjaga adiknya yang bayi?   Ketika makin besar, saya liat pun Kakak kurang bertanggung jawab.   Yah, generasi sekarang kan memang gitu.   Generasi millenial kan suka-sukanya aja, hehehe.   Bahkan yang paling bikin saya sedih adalah ketika Kakak sempat mogok sekolah.   Buat saya, Kakak sebagai anak tertua harusnya bisa kasih contoh, suri tauladan, bagi Adik.   Namun syukurlah, sekarang semuanya sudah dapat teratasi. Dengan berjalannya waktu, semakin