Apkir



Apkir: ditolak, ditampik, tidak dapat dipakai (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Seorang teman bilang, kalau nanti sepatunya ga dipakai buat saya aja ya, kan sepatu kamu bagus-bagus.  Begitu katanya begitu mengetahui saya harus menjalani operasi di telapak kaki dan untuk selanjutnya harus menggunakan sepatu khusus.  Oh, saya baru ngeh bahwa sepatu saya bagus-bagus.  Hihi…  Biasalah, kita suka tidak menyadari barang-barang kita bagus, keliatannya selalu barang orang yang lebih bagus.  Iya kan? 

Nah, saya jadi teringat kejadian tersebut, yang terjadi sudah bertahun-tahun yang lalu, bahkan sang temanpun sudah tiada, pergi begitu cepat kala masih sangat muda, hiks….

Kali ini saya sedang bingung melihat baju saya di lemari.  Dengan rebranding saya ini, begitu banyak baju saya yang harus saya apkir.  Saya jadi teringat kata-kata almarhumah teman saya itu.  Dulu, saya pikir, sepatu bekas saya mau saya apkir, saya buang saja, karena kan sudah bekas.  Namun, setelah almarhumah bilang begitu, saya akhirnya jadi mempersilakan dirinya untuk memilih, mana yang dia inginkan, saya juga memilih dari sisanya mana yang masih layak pakai untuk kemudian saya sumbangkan.

Benar, kadang-kadang apa yang kita anggap sudah tidak dapat kita pakai, belum tentu begitu di mata orang lain.  Barang yang kita lihat jelek, mungkin malahan bagus buat orang lain.  Sejak kejadian sepatu itu, saya selalu menawarkan terlebih dahulu, barang-barang yang mau saya apkir.  Tentunya menawarkannya juga lihat-lihat orangnya, jangan sampai pula orang yang saya tawarkan jadi tersinggung, hehehe….

Anyway, hari ini saya pun sedang mengapkir sesuatu.  Ya, hari ini tiba-tiba ponsel saya crash, katanya sih kepenuhan.  Yang pasti, kepenuhan sama gambar-gambar atau foto-foto, secara saya juga berjualan, sehingga banyak foto produk saya yang saya simpan di ponsel.  Akhirnya, setengah hari lebih saya habiskan untuk mulai memilih-milih, mengapkir foto yang ada di ponsel.

Setelah saya amati, ternyata bukan hanya foto produk saja yang ada di ponsel saya.  Ada beberapa foto dan screenshot yang saya simpan yang sepertinya menyakitkan.  Entah, dulu apa ya tujuan saya menyimpannya?  Sepertinya untuk jaga-jaga kalau saja orang yang bersangkutan ingkar janji atau saya akan gunakan untuk mengungkit-ungkit suatu peristiwa, atau memang saya sakit hati sehingga saya simpan.  Duh, saya kok gitu ya?

Akhirnya foto-foto yang seperti itu, yang akan terus membuka luka, yang akan menyakiti saya atau orang lain, segera saya hapus.  Karena saya pikir-pikir, buat apa juga ya menyimpan hal-hal yang pastinya akan menyakiti hati kita atau hati orang lain?  Buat apa ya saya menyimpan hal-hal dengan tujuan untuk mengungkitnya di suatu saat nanti?  Kok saya kayak kurang kerjaan aja.

Setelah menghapus segala hal yang sepertinya malah akan membebani saya, yang bukannya malah akan  membuat saya happy, ponsel saya jadi berfungsi lagi.  Dan yang terpenting, hati saya jadi lega sekali rasanya…..

Bad things do happen; how I respond to them defines my character and the quality of my life.  I can choose to sit in perpetual sadness, immobilize by the gravity of my loss, or I can choose to rise from the pain and treasure the most precious gift I have – life itself. – Walter Anderson

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...