Playing Victim
Seorang drama queen mantan teman sekerja saya benar-benar membuat saya kagum, terpesona akan tingkah lakunya. Setelah kami sudah kebal terhadap dramanya, dia pun menyadari bahwa kami tidak akan ambil pusing lagi dengan dramanya, maka dia pun mengambil strategi lain. Strateginya sekarang playing victim, dia menempatkan dirinya sebagai korban. Entah dia korban apa, namun jadilah dia sekarang kemana-mana meratapi, curcol bahwa dia korban dari konspirasi mantan teman-teman sekantornya. Ckckck.....
Perkenalan kami dengannya memang manis, dia terkesan sangat
profesional, bicara tentang rencana kerjanya yang super, sikap kerjanya yang
profesional, bersedia digaji sesuai kemampuan perusahaan, sehingga membuat kami
berpikir, wah inilah pegawai idaman kami, bisa jadi role model bagi yang
lain.
Dengan berjalannya waktu, ternyata
mulut manisnya membuat CEO kami terlena dan setuju menaikkan gajinya. Wah, saya mulai terbelalak, namun, it's okay,
dia masih nampak profesional, walaupun kami yang disekelilingnya mulai merasa
jengah dengan drama yang dibuatnya.
Namun kami masih membatin, gapapa, mungkin memang ini strategi dia untuk
membawa perusahaan kami supaya lebih profesional.
Namun, ketika dia mulai banyak alasan, banyak ngelesnya
daripada kerjanya, kami mulai gerah.
Apalagi ketika dia minta jabatan tambahan. Bilangnya sih, dengan gaji yang sama. Namun saya sempat nyeletuk, lah dengan
jabatan satu aja kerjaan kamu belom kelar, gimana mau nambah jabatan lain, kan
pasti adak konsekwensi tambahan pekerjaan.
Untungnya, CEO kami sudah mulai terjaga dari lena tidurnya, jadi
permintaannya ditolak mentah-mentah dan kami semua minta dia fokus mengerjakan
tugas-tugasnya di bawah jabatan yang sekarang dengan gaji yang sudah dinaikkan
itu. Sirik sih saya sebenarnya. Hahaha....
Anyway, memang susah menyembunyikan perilaku kita yang
sesungguhnya, sulit juga pakai topeng selamanya. Akhirnya kedoknya terbuka dan dia pun
mengundurkan diri. Seperti sinetron,
tiba-tiba CEO kami bertemu dengan orang-orang yang punya pengalaman bekerja
dengannya dan semua informasi mengalir deras.
Parahnya, pada saat ini kami baru menyadari apa yang telah dia
lakukan. Fuih, kami semua terpana, yang
terpikir hanya satu, apakah aset perusahaan masih bisa kami selamatkan?
Terpaksa semua orang menyingsingkan lengan baju dan mulai
turun tangan merapikan semua laporan, memeriksa semua dokumen dan memang hasil
kerja dia mengecewakan, tidak sebanding dengan apa yang telah perusahaan
bayar. Kalau yang ini, bukan sirik sama
dia, tapi memang hasil kerjanya mengecewakan.
Selama ini kami terhalangi dengan mulut manis dan sikap sok
profesionalnya, tapi ternyata, nol besar!
Dan sejak kami menanyakan padanya atas segala tanggung
jawabnya, meminta laporannya, mulailah dia playing victim. Dan kami sudah sepakat, tidak akan mengikuti
permainannya, karena kami punya rule of the game sendiri, kami punya skenario
sendiri. Dimana yang kami pegang adalah
Quotes of the day yang kami buat: Maling
teriak maling duluan dan paling keras.
Ayo, mari sama-sama kita mainkan peranan kita
masing-masing. Silakan saja orang
playing victim, jangan sampai kita kemudian terbawa permainannya dan akhirnya
kita yang menjadi korban yang sebenarnya. Kita harus melawan orang-orang seperti ini
dengan profesional, dengan data dan bukti nyata, kalau tidak kita akan
dilibas. Jadi, tetap fokus pada apa
tujuan kita dan jangan terbawa emosi sedikitpun, harus kepala dingin dalam
menghadapi orang-orang seperti ini.
Lagian, kalau memang merasa dirugikan, kenapa ga sekalian
lapor ke Komnas HAM ya? Biar terbongkar
semuanya, qiqiqi....
If you always play the
victim, then you are a victim to your own reality.
Your complaints, your drama, your victim
mentality, your whining, your blaming, and all of your excuses have NEVER
gotten you even a single step closer to your goals or dreams. Let go of your
nonsense. Let go of the delusion that you DESERVE better and go EARN it! ― Dr. Steve
Maraboli
Komentar
Posting Komentar