Rating
Sebuah panggilan telpon masuk ke ponsel saya. Hm, nomor ga dikenal, tapi bolehlah saya coba
angkat. Ternyata dari suatu bank yang
baru saja saya datangi untuk bertransaksi kemarin. Sang penelepon rupanya ingin memastikan agar
saya memberikan rating 5 untuk kantornya.
Saya pun menjelaskan bahwa hal yang sama sudah dilakukan oleh sang
teller yang kemarin melayani saya. Saya
pun sudah jawab kemarin, lanjut saya. Sang penelepon pun kepo, ingin tahu
jawaban saya kemarin. Akhirnya saya pun
menerangkan panjang lebar, bahwa sorry to say, kantormu tidak sebaik kantor
cabang lain yang biasanya saya datangi.
Dia pun bertanya, kalau diminta untuk memberi rating, berapa rating yang
akan saya berikan? Saya jawab, ya 4 lah,
karena ada yang lebih baik dari kantormu.
Dia pun kemudian terus membujuk saya, saya pun terus bertahan walaupun
saya tahu, kondisi lingkungan kantor cabang ini berbeda dengan yang biasa saya
datangi. Tapi, kalau pertanyaannya
tentang apa yang saya rasakan, kan hanya saya yang tahu dan saya merasakan
nilainya hanya 4 dari skala 5.
Sebenarnya, not bad kan?
Anyway, akhirnya karena saya terus dirayu-rayu dan
dimohon-mohon dengan janji-janji akan memperbaiki layanan dan meminta saya
datang kembali untuk membuktikan perbaikan layanannya, sayapun akhirnya
mengiyakan. Lagian, teleponnya sudah
kelamaan, panjang banget, sangat menyita waktu saya, hihi. Kan belum tentu juga saya ditelepon sama pensurveynya. Benar saja, sampai beberapa hari kemudian,
saya ga disurvey tuh. Duh, sudah susah
payah debat, qiqiqi....
Setelah telepon ditutup, teman saya pun akhirnya jadi
ngobrol seputar rating ini. Kami jadi
membahas masalah rating sopir taxi online yang selalu minta rating 5, atau sebaliknya
ga usah isi rating sama sekali. Alasan mereka,
kalau rating di bawah 4,8 maka bonusnya akan dipotong dan mereka bisa kena
sanksi. Akhirnya, dengan alasan
kemanusiaan, alasan kasihan, kami selalu kasih rating 5, kecuali sopirnya sudah
keterlaluan, mending ga kasih rating.
Dari situ saya jadi berpikir, so, apa artinya rating
dong? Apa gunanya? Jadinya semua orang kan berpikir, ah kasihan,
dikasih rating 5 deh, walaupun kenyataannya pelayanannya masih di bawah orang
lain yang lebih baik. Sebenarnya, ga
fair juga untuk yang memang benar-benar baik, yang memang pantas dapat rating
5. Yah, sama lah dengan kasus bank di
atas, saya terpaksa menyanggupi untuk kasih rating 5 karena kasihan, padahal
jelas-jelas ada kantor cabang lain yang memang pantas dapat rating 5 tanpa
harus merayu-rayu atau membujuk saya.
Hh....
Dan pada akhirnya, rating memang bias. Ketika berbelanja di supermarket dan ada
rating untuk kasirnya, saya pun melihat bahwa sang kasir masih trainee. Dengan
keponya saya pun bertanya, rating ini juga jadi bagian dari penilaian kamu
untuk jadi pegawai ya? Begitu sang kasir
mengangguk, saya pun kasih rating 5. Hahaha....
See, saya pun jadi bias, ngasih rating 5 bukan karena
pelayanannya memang prima, istimewa dibandingkan yang lain, tapi karena
kasian. Duh, gimana ya?
Komentar
Posting Komentar