Pintu Pesaing



Ketika dulu saya menulis tentang Pintu (http://baby-godlovesme.blogspot.co.id/2015/01/doors.html), saya tidak pernah spesifik menamai pintu-pintu apa saja yang mungkin ada dalam hidup kita.  Saya hanya mengutip: When one door of happiness closes, another opens; but often we look so long at the closed door that we do not see the one that has been opened for us – James Van Praagh. 

Nah, saat ini saya jadi ingin membahas lagi tentang pintu-pintu ini.  Kali ini, saya ingin membahas pintu rejeki.

Benar yang dibilang sama Praagh, bahwa ketika pintu rejeki kita tertutup, kadang kala kita berharap pintu itu terbuka kembali sehingga kita luput melihat bahwa ada pintu rejeki lain yang terbuka.  Hal ini saya alami sendiri.  Ketika saya diberhentikan, pintu rejeki saya di perusahaan itu pun tertutup.  Saya terus memandangi pintu itu dan berharap pintu itu terbuka lagi.  Ya, saya gagal move on saat itu.  Saya berharap bisa kembali bekerja di sana dan mendapatkan rejeki lagi dari perusahaan itu. 

Waktu pun berjalan, tanpa terasa sudah 3 tahun saya harus membuka tutup pintu rejeki.  Di awal saya mendapatkan pintu rejeki dari mantan klien saya.  Kemudian saya juga mendapatkan pintu rejeki yang terbuka di mantan kolega saya.  Kemudian beberapa kali saya coba buka dan masuki pintu-pintu rejeki lainnya.   Oh ya, pintu-pintu itu belum tentu pintu rejeki,  karena kita belum tau apabila belum memasukinya, apabila kita hanya memandanginya dari luar, dan dari jauh pula.....

Setiap membuka pintu baru, saya selalu penuh harap, selalu berpikir, mungkin inilah pintu rejeki saya selanjutnya, yang bisa menghidupi saya sampai saya pensiun kelak.  Namun ternyata, rata-rata pintu rejeki saya menutup dalam waktu yang relatif singkat, sehingga setelah itu saya pun mulai pasrah dan merasa pintu apa pun harus saya coba, walaupun itu pintu yang selalu saya pikir bukan pintu rejeki saya.  Ya, saya memang menghindari beberapa pintu yang merupakan pesaing saya dulu.  Saya hanya membuka pintu yang saya anggap dari dulu berada di sisi saya, bukan yang berseberangan, bukan pesaing saya dulu.  Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain.

Setelah beberapa kali menghindar dari para mantan pesaing dulu, akhirnya saya tidak sengaja terpaksa mengontak salah satu mantan pesaing saya, untuk urusan lain.  Benar-benar bukan urusan pekerjaan kami dulu.  Tak dinyana, sang pesaing ngotot ingin bekerja sama dengan saya.  Jujur, saya jadi galau.  Duh, dulu aja dia bersaing dengan saya, ibaratnya segala cara dia pakai untuk mengalahkan saya, masak sih sekarang dia mau mengajak saya bekerja sama?

Ternyata dia serius, dan kata-katanya telah membukakan mata saya akan potensi saya yang belum pernah orang lain lihat.  Potensi atau kekuatan saya yang selalu saya anggap sebagai kelemahan saya, sebagai handicap saya.  Duh, mungkin ga sih pintu rejeki saya dari pintu pesaing?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...