Tingkat Urgensi


Bu, ganggu ga?  Ada sesuatu yang urgent, bu.  Begitu chat yang masuk dari salah seorang anak buah saya.  Saya pun langsung deg-degan, apa yang terjadi ya?  Secara ini anak tinggal sendirian di kota besar ini, anak gadis pula.  Oh, saya takut sekali membayangkan yang tidak-tidak....

Otomatis saya pun tanya kenapa.  Dengan deg-degan saya menunggu jawabannya yang tak kunjung tiba.  Setelah beberapa saat, akhirnya dia menjawab, bahwa jaringan internetnya bermasalah, jadi dia mau ganti ke jaringan lain yang lebih handal, untuk itu dia mau kasbon dulu.  Oalah, saya pikir ada yang sakit atau kecelakaan atau kemalangan lainnya.  Fuih, lega juga sih....

Memang orang-orang punya tingkat urgensi yang berbeda-beda.  Buat kita penting, belum tentu penting buat orang lain, begitu pula sebaliknya.  Buat saya pribadi, urgent itu kalo sudah ada yang masuk Rumah Sakit, atau hal-hal genting lainnya seperti kemalingan, kecelakaan, bahkan terkait kasus hukum.  Tapi buat anak buah saya, internet mati saja bisa jadi urgent, ya wajarlah, dia memang bekerja dari rumah, mungkin saja saat itu ada deadline kan?  Positif aja deh...

Kali lainnya ada teman saya yang tingkat urgensinya berbeda lagi.  Bagi dia kalo boss sudah nada tinggi, atau jutek di WA, itu tingkat urgensinya sudah tinggi banget, sampai-sampai dia tidak bisa konsentrasi mengerjakan yang lainnya.  Saya selalu menasehatinya, santai aja bro, jelaskan aja duduk perkaranya seperti apa.  Semakin panik, semakin ga konsen, makin banyak kesalahan yang mungkin timbul.

Sebaliknya, ada teman saya yang tingkat urgensinya tergolong rendah.  Di tengah deadline malah masih bisa bercanda atas kesalahan yang dia lakukan.  Tanpa merasa berdosa, apalagi merasa salah, duh....

Kalau saya tarik benang merah atas pengamatan saya terhadap sekeliling tentang tingkat urgensi ini, tinggi rendahnya memang tergantung pada pengalaman hidup kita.  Apa yang telah terjadi dan apa yang telah kita hadapi dan lalui, menjadi referensi kita dalam melihat tingkat urgensi suatu persoalan.  Semakin besar perkara yang pernah kita hadapi, maka tingkat urgensi kita akan lebih rendah, hal-hal yang remeh temeh buat kita menjadi tidak penting.  Namun, di sisi lain, orang-orang yang seperti sang teman yang di tengah deadline masih lempeng aja becanda, saya merasa dia belum mengalami permasalahan yang pelik, tapi kok malah santai banget ya?  Nah, mungkin saja ada hal-hal yang belum saya ketahui tentang dirinya, apa yang membentuk dirinya jadi begitu.  Entahlah....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Frankly Speaking

Gembolan

On your mark, get set...