Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Mampir

Gambar
Saya ingat dulu pernah ada perdebatan sengit di whatsapp group para bos tentang bagaimana cara memandang hidup. Berawal dari debat sengit tentang permasalahan pekerjaan di kantor yang makin memanas, tiba-tiba salah seorang menyeletuk "Ngapain sih ribut-ribut. Kita di sini kan cuma mampir, minum air doang." Maksudnya ia ingin meredam pedebatan. Toh hidup di dunia ini cuma sebentar, cuma sekadar mampir, hanya sebentar di jalan kita yang masih panjang. Yang kita belum tau sepanjang dan selama apa. Tapi masih saja ada yang menyeletuk "Iya cuma mampir. Tapi saya kan ingin minum air sehat dan bersih." Gara-gara itu, diskusi pun memanas lagi. Hihihi. Masalah mampir ini lah yang akhir-akhir ini jadi memenuhi kepala saya. Karena saat ini saya berada di tempat yang  dari dulu selalu  ingin saya hindari dengan segala daya upaya. Sehingga dulu saya selalu berusaha terus berlari menjauhinya sampai terengah-engah selama empat tahun. Akhirnya tidak dapat dihindari lag

Stop Worrying

Gambar
Sebelum hari ini tiba, saya tak bisa tahan untuk terus menerus bertanya kepadaTuhan, kenapa saya harus menjalani ini semua? Kenapa kok harus tinggal di tempat ini. Akhirnya saya mengerti ketika mendapatkan jawabannya. Tuhan sedang memberi waktu bagi saya untuk istirahat dan stop khawatir. Selama ini, saya mengurus terlalu banyak hal, mulai dari hal penting sampai yang enggak penting, mulai dari yang sederhana hingga yang rumit. Dengan kepindahan ini saya juga tidak bisa main ponsel. Tidak bisa memeriksa media sosial ataupun sekadar chatting. Saya juga tidak lagi menerima telpon dan tidak bisa main game. Saya terhindar dari ingar bingar grup WhatsApp yang isinya campur aduk, adu argumen, dll. Kini dunia saya sunyi senyap tanpa bunyi notifikasi. Dan yang pasti, saya juga tidak ditelpon oleh agen asuransi, kartu kredit, member hotel, sms penawaran KTA, dan yang utama: saya tidak lagi dikontak debt collector. Hehehe. Sekarang saya jadi tenang, enggak perlu ketakutan mener

Friksi

Gambar
Teman saya bilang, "Nanti kamu di tempat baru pasti akan ada friksi, intrik. Tapi kamu pasti bisa mengatasinya." Dulu saya tidak bisa menebak, apa intrik yang kira-kira akan muncul di tempat seperti ini. Ketika saya di sini, saya baru tahu betapa banyak intrik dan friksi untuk urusan-urusan yang sebetulnya remeh saja. Ya karena di tempat ini memang tidak ada urusan besar. Hahaha. Kemarin misalnya, ada ribut-ribut besar. Orang-orang bicara dengan nada suara tinggi sehingga terkesan ada keadaan darurat. Saya sampai bertanya kepada teman sekamar, dan dia bilang itu urusan makanan. Oalah. Makanan memang menjadi isu sensitif di tempat ini, mungkin ada di peringkat kedua. Peringkat pertama tentu saja urusan uang. Friksi terkait makanan sudah pernah saya alami sendiri. Sumpah, buat saya ini enggak penting banget. Tapi buat teman saya -eh, pantas ga ya ini disebut teman- ternyata sangat penting. Please, deh. Kejadiannya sepele. Saat itu di mushola ada pembagian snack.

Antri

Gambar
Banyak hal baru yang saya pelajari di tempat baru ini, antara lain antri yang sungguh-sungguh menguji kesabaran. Karena sempitnya kamar, maka semua-semua harus antri. Kalau dulu saya terbayang antri di kamar mandi. Kini ketika sudah di tempat ini, banyak hal yang ternyata harus antri. Bahkan beribadah. Cita-cita saya untuk beribadah tepat waktu tidak selalu bisa terlaksana karena harus antri. Maklum, tempat terbatas sementara banyak orang yang semakin mendekat pada Tuhan di tempat seperti ini. Maka ibadah pun harus gantian, harus antri. Saya tidak bisa egois selalu mendapatkan waktu di awal jam sholat. Kadang-kadang malah saya di bagian terakhir. Huhuhu...rasanya miris. Antrian paling panjang di tempat ini biasanya terjadi di bank, kantin, ataupun kafe. Banyak sekali orang yang membutuhkan fasilitas terbatas ini. Akibatnya antrian mengular. Itu baru hal-hal besar. Di tempat ini, hal-hal kecil pun juga harus melalui antri. Nyuci piring, antri. Nyuci baju, antri. Dan semua

Adik dan Ketegarannya

Gambar
“Bunda, tidak usah takut. Tempat itu tidak menyeramkan,” kata Adik suatu hari.    Saya tercekat. Kok bisa-bisanya dia bicara seperti itu.   “Emang kamu sudah lihat tempat seperti itu?” “Sudah dong. Kan ada di film-film.” Hehehe. Ketika ada wacana dari APH untuk mengundurkan lagi waktu pelaksanaan ke dua bulan berikutnya,  Adik juga yang protes keras. “Jangan mundur lagi dong Bunda. Aku sekarang kan sudah siap. Nanti kalau mundur lagi, aku jadi enggak siap.” Wah, saya pun kagum atas ketegaran Adik. Semakin dekat menuju waktu pelaksanaan, Adik terlihat semakin sering uring-uringan.  Ia sering marah-marah tanpa penyebab yang jelas dan lebih sensitif dibandingkan biasanya. Adik pun bilang, “Hidup kita kaya sinetron ya Bunda.”  Ckckck. Saya berupaya mengajak Adik untuk bersyukur atas apa yang telah dialami dan diterima. Saya ingatkan kondisi temannya yang lebih sulit.  “Iya ya, hidup dia lebih sinetron. Hahaha.” Beberapa hari sebelum hari H, Adik terlihat makin murung tapi s

Akhirnya

Gambar
Akhirnya saya memutuskan untuk menjalankan apa yang diamanatkan Pak Hakim.   Walaupun berat, namun saya sudah memikirkan masak-masak segala konsekuensinya.   Bahkan, saya yang memilih tanggalnya, kapan saya akan mulai menjalankan.   Saya memilih hari dan tanggal yang saya anggap baik.  Karena itu saya sempat bersitegang dengan petugas APH yang meminta saya mundur satu hari. Namun akhirnya saya mengalah.   Saya pikir, mungkin yang saya pilih sebagai hari dan tanggal baik belum tentu baik bagi saya. Ya sudahlah. Pagi itu saya tetap beraktivitas seperti biasa.  Hanya adik yang memutuskan tidak mau masuk sekolah hari itu.  Katanya, “aku mau nangis sampai siang, abis itu mau les renang.”  Lho, kok?  “Ya kan sudah bayar les renangnya.”   Oalah, hahahaha. Rupanya adik ogah rugi. Ketika kakak-kakak saya berdatangan pun, saya masih belum mandi. Karena prinsip saya, semua harus berjalan normal seperti biasa. Justru karena mereka datang lah saya jadi tergopoh-gopoh menyiapkan diri.

Melawan Rasa Takut

Saya sebenarnya bukan seorang penakut, kata orang-orang kan saya malahan, sang pemberani, hihi.   Namun, adakalanya saya takut sekali, sehingga sulit untuk melawan rasa takut saya itu.   Semua orang bilang, hadapi saja, pasti begitu kita kepepet, ga ada pilihan, akhirnya akan takluk juga rasa takut itu dan timbullah keberanian kita.   Ah, yang bener? Ketika sedang outbound team building, saya harus menjatuhkan diri kebelakang, saya takut sekali.   Padahal di bawah, teman-teman sudah pasti akan menangkap, dan saya tahu betul itu, karena sebelumnya giliran saya ikut menangkap.   Tapi ga tau kenapa, saya takut sekali.   Dan kejadian yang sama terulang lagi ketika saya diminta teman-teman untuk melakukan hal yang sama di trampoline park.   Begitu santainya teman-teman menjatuhkan diri kebawah karena yakin ada trampoline, tapi saya tak urung juga melakukannya. Akhirnya, diam-diam saya pun coba latihan, tapi tetap tidak bisa, sampai akhirnya saya pun didorong oleh petugasnya. Ternyata