Doing kills worrying


Selembar kertas bertuliskan “Doing kills worrying” tercetak tebal dan diulang sebanyak 3 kali, disodorkan kepada saya oleh mantan dosen saya.  Saya tertegun, beliau sengaja menyiapkan tulisan itu untuk saya…

Siang ini kami makan siang bertiga, mantan dosen saya, seorang mantan teman sekantor dan saya.  Beliau rupanya ingin sekali tau bagaimana keadaan saya saat ini.  Awalnya beliau mengontak teman saya dan menanyakan kabar saya.  Saya pun memberanikan diri untuk mengontak beliau.  Walhasil, kami berdua diundang makan siang.

Ternyata makan siang ini sangat bermanfaat karena banyak petuah yang kami dapatkan dari mantan dosen.  Tapi yang paling saya sukai adalah kenyataan bahwa masih banyak orang yang mau membantu saya, walaupun saya sudah bukan siapa-siapa lagi, mereka masih peduli.  Bahkan sang dosen merekomendasikan saya untuk tetap kontak dengan salah seorang pejabat di perusahaan besar.  Kata beliau, kontak dia, dia orang baik dan dia banyak pekerjaan yang mungkin bisa dipercayakan padamu.  Betul saja, beberapa hari kemudian, malah saya yang dikontak oleh pejabat itu dan diminta untuk membantu sebagai advisor di perusahaannya.  Benar-benar bukan lip service.

Sebelum berpisah, sekali lagi sang dosen mengingatkan bahwa saya harus menyibukkan diri agar tidak stress.  Ya, benar, apabila saya mempunyai kesibukan, tentunya saya tidak sempat untuk memikirkan hal-hal yang tidak-tidak.

Memang benar, dengan kesibukan saya sekarang, saya tidak sempat berpikir tentang kasus saya.  Bukan berarti saya tidak peduli, saya tetap menyiapkan dokumen, berdiskusi dengan pihak-pihak yang kompeten dan tetap mencari bantuan.  Namun, saya berhenti khawatir akan hasilnya.  Sebagaimana pepatah, do the best, let God do the rest.  Ya, saya tetap berusaha, namun pasrah akan hasilnya.  Walaupun kadang-kadang, sebagai manusia, sering terlintas kekhawatiran akan kasus saya, namun saya selalu berusaha mengalihkannya, sehingga dapat tetap melakukan hal-hal positif.  Sampai beberapa teman bilang, saya sangat tabah.  Namun saya selalu jawab, saya tidak ada pilihan lain, kecuali harus tabah.

Saya pun sangat memegang teguh petuah dosen saya itu.  Bahkan ketika berada di rumah pun, saya berusaha mengerjakan sesuatu, tidak mau duduk termenung, karena saya yakin itu akan membuat saya kembali memikirkan kasus saya dan khawatir berkepanjangan.

Saya jadi benar-benar sibuk, sampai seorang teman bilang, sulit sekali minta waktu untuk bertemu saya.  Padahal, setiap ada yang bilang mau bertemu saya, saya selalu jawab, saya kan pengangguran, boleh kapan saja.  Nyatanya, saya yang lebih sering tidak bisa.  Ibu saya sampai mengirim pesan, kapan saya bisa mampir ke rumahnya. Bahkan saya sampai terus menerus merubah jadwal dengan seorang pejabat, karena saya yang tidak bisa, bukan sang pejabat.  Haha, maafkan saya.

Ya, kesibukan ini telah membuat saya berhenti khawatir.  Bahkan saya jadi bisa tidur nyenyak, karena terlalu lelah akan kesibukan saya setiap harinya.  Ya, selama saya masih bisa beraktivitas, saya harus memanfaatkan waktu saya dengan sebaik-baiknya.

Terima kasih pak dosen, saya berjanji akan terus beraktivitas.  Doing kills worrying……

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...