Going the extra mile
Go the
extra mile: to do more than what is required
Kata-kata itu pertama kali mendapat perhatian saya ketika
secara iseng pergi ke sebuah toko yang
menjual berbagai macam pernik dengan nama kita dan arti dari nama
tersebut. Sungguh aneh, dengan nama-nama
Indonesia kami, toko tersebut, yang terletak di suatu mal di Amerika, dapat
mengartikannya. Nah, kebetulan di nama
suami saya yang sangat Indonesia, diartikan antara lain, orang tersebut sering
melakukan sesuatu yang “going the extra mile”.
Di nama saya, tidak disebutkan seperti itu. Namun, saya pikir, dalam menjalankan hidup,
saya memang orang yang senang “going the extra mile”. Ya, saya tidak mau jadi biasa-biasa saja
dalam hal apapun, saya ingin lebih baik, the extra mile….
Ya, saya memang tidak suka menjalankan sesuatu secara biasa-biasa saja, hanya melanjutkan program, dll. Ketika saya masih bekerja di kantor yang lama, ketika dipercaya menangani masalah pegawai, saya sempat bingung karena tidak punya latar belakang, tidak punya pengalaman dan tidak punya ide, hehe. Namun, saya tidak bisa hanya menjalankan rutinitas, atau hanya melanjutkan program yang ada. Akhirnya, saya tanya kepada para kolega saya yang sudah bertahun-tahun di sana, apakah jauh di lubuk hatinya ada hal-hal yang ingin sekali dilakukan, yang sebenarnya di luar jalur, di luar rutinitas. Betapa beruntungnya saya, salah seorang manajer ternyata punya keinginan terpendam untuk merubah sistem kepegawaian, namun ragu-ragu karena akan terjadi perubahan yang sangat mendasar, perubahan besar yang tentunya akan menimbulkan gejolak, karena akan ada pihak-pihak yang terganggu kenyamanannya. Namun, tanpa pikir panjang, saya bilang, let’s do it, saya yang tanggung jawab. Voila, berubahlah sistem kepegawaian yang telah bertahun-tahun berlangsung, mendarah daging. Walaupun penuh perjuangan karena banyak penolakan, namun so far, bisa terlaksana. The extra mile ternyata menghasilkan sesuatu yang lebih berguna, lebih bermanfaat, karena “there are no traffic jam in the extra mile” (Roger Staubach).
Ya, saya memang tidak suka menjalankan sesuatu secara biasa-biasa saja, hanya melanjutkan program, dll. Ketika saya masih bekerja di kantor yang lama, ketika dipercaya menangani masalah pegawai, saya sempat bingung karena tidak punya latar belakang, tidak punya pengalaman dan tidak punya ide, hehe. Namun, saya tidak bisa hanya menjalankan rutinitas, atau hanya melanjutkan program yang ada. Akhirnya, saya tanya kepada para kolega saya yang sudah bertahun-tahun di sana, apakah jauh di lubuk hatinya ada hal-hal yang ingin sekali dilakukan, yang sebenarnya di luar jalur, di luar rutinitas. Betapa beruntungnya saya, salah seorang manajer ternyata punya keinginan terpendam untuk merubah sistem kepegawaian, namun ragu-ragu karena akan terjadi perubahan yang sangat mendasar, perubahan besar yang tentunya akan menimbulkan gejolak, karena akan ada pihak-pihak yang terganggu kenyamanannya. Namun, tanpa pikir panjang, saya bilang, let’s do it, saya yang tanggung jawab. Voila, berubahlah sistem kepegawaian yang telah bertahun-tahun berlangsung, mendarah daging. Walaupun penuh perjuangan karena banyak penolakan, namun so far, bisa terlaksana. The extra mile ternyata menghasilkan sesuatu yang lebih berguna, lebih bermanfaat, karena “there are no traffic jam in the extra mile” (Roger Staubach).
Ketika saya berhenti dan memulai peruntungan dengan bergabung
dengan teman yang berjualan online, saya bilang pada teman, saya ingin kita
ekspor dan saya ingin beli saham pabrik makanan yang selama ini memasok
dagangan kami. Sang teman tercengang,
namun kami berdua tetap coba menjalankannya.
Namun, sungguh sayang, kami mentok kiri kanan dalam mengurus izin-izinnya dan akhirnya buntu. Hasilnya, kami hanya menjalankan rutinitas
sebagaimana penjual online lainnya. Ya
sudahlah, mungkin memang begitu jalannya.
Kemudian saya dan teman-teman lainnya juga berjualan online
untuk komoditas lainnya. Saya melihat
peluang untuk bekerja sama dengan penjual di luar negeri. Saya pun sudah mulai menjalin komunikasi
dengan pihak di luar negeri, dan teman-teman saya hanya geleng-geleng kepala,
namun pada prinsipnya ikut setuju.
Mudah-mudahan, kali ini berhasil.
Yah, saya baru sadar, walaupun di arti nama saya tidak disebutkan saya orang yang “going the extra mile”, namun ternyata dalam menjalani kehidupan, saya memang senang “going the extra mile". Kira-kira, apa lagi ya yang bisa saya lakukan untuk "going the extra mile"? Let's find it.....
Yah, saya baru sadar, walaupun di arti nama saya tidak disebutkan saya orang yang “going the extra mile”, namun ternyata dalam menjalani kehidupan, saya memang senang “going the extra mile". Kira-kira, apa lagi ya yang bisa saya lakukan untuk "going the extra mile"? Let's find it.....
Heroes have a rough
time because they stand when they are ought not to, they speak when they are
ought not to; they always have to go
that extra mile – George Foreman
Komentar
Posting Komentar