Songong
Di Kamus Besar Bahasa Indonesia, songong diartikan sebagai “tidak tahu adat”. Namun kalau di Kamus Slang, definisinya adalah: biasa digunakan untuk menyebut seseorang yang sombong dan cenderung merendahkan orang lain, jadi tarafnya lebih tinggi dari sombong; bermakna keangkuhan seseorang akibat terlalu pede.
Kalau ingat-ingat orang songong, begitu banyak pengalaman
saya menghadapi orang songong ini. Tentu
saja, menghadapi orang songong sering membuat saya emosi tinggi. Namun, kembali, kesabaran dan kedewasaan kita
diuji. Kadang, kita harus dapat
berempati kepada mereka, karena mereka pasti punya latar belakang yang membuat
mereka bertindak songong.
Beberapa hari terakhir ini, seorang bapak yang masuk kategori
songong ini sibuk menelepon dan menigirm SMS pada saya, hanya untuk
mengingatkan saya untuk mengembalikan kunci kiosnya yang saya sewa. Dengan songongnya dia berkata, kalian tidak
bisa memperpanjang sewa kios karena kios sudah terjual ke seorang artis. Sungguh menyebalkan. Memang bapak ini masuk kategori songong
tingkat tinggi, dan itu sudah kami perhatikan sejak awal perkenalan kami
dengannya. Bayangkan, hanya untuk
menunjukkan siapa dirinya, di tengah rapat dia pura-pura menelepon dan kemudian
secara keras berkata, jadi pak Menteri titip salam buat saya? Hahaha, sungguh konyol. Hanya untuk urusan sewa menyewa kios di pasar
saja dia sampai show off kedekatannya dengan Menteri. Kami hanya berpikir, apakah seorang Menteri
mau mengurus kios?
Orang songong lainnya yang akhir-akhir ini sibuk menelepon
dan mengirimkan SMS saya adalah seorang ketua RT rumah saya yang kebetulan
letaknya jauh dari tempat tinggal saya sekarang. Hanya untuk minta saya mengambil lembar
pajak, dia sibuk sekali, padahal saya sedang tidak punya waktu untuk ke tempatnya. Saya benar-benar jengkel. Untunglah, ada teman yang mau membantu
mengambilkannya.
Benar-benar minggu yang menyebalkan menghadapi kedua orang
tersebut, namun saya juga bersyukur, saya tetap bisa bersabar menghadapinya.
Yang sering songong juga adalah salah satu ajudan saya. Ada masa-masa dimana dia songong sekali,
sampai-sampai membuat saya dan teman-teman emosi. Namun, so far, dia hanya sekali-sekali saja
keluar songongnya, jadi kami tetap bersahabat.
Namun, yang saya ingat paling songong memang salah satu
direktur sebuah BUMN. Saya berteman
dengannya sejak di sekolah menengah dulu.
Tepatnya, saya adalah kakak kelasnya dan dia sempat les matematika pada
saya. Kami berjumpa lagi pada saat saya
melakukan presentasi di perusahaannya dalam rangka mencari pekerjaan untuk
perusahaan tempat saya bekerja. Si
songong ini sudah menjadi bapak-bapak pejabat yang hanya duduk manggut-manggut
layaknya patung Ganesha. Saya sungguh
tidak suka, karena sangat songong.
Beberapa hari kemudian, kami baru menyadari bahwa kami adalah teman
lama. Setelah pertemuan itu, kami jadi
berteman kembali dan tetap saja, si songong ini tambah songong. Sangat persisten dalam kesongongannya. Hahaha….
Nah, saat ini di negeri tercinta ini sedang riuh rendah,
kalau saya pikir-pikir, penyebabnya tak lain adalah, terlalu banyak orang
songong di negeri ini. Haha….
Mari kita semua bersabar….
Komentar
Posting Komentar