Post-power syndrome
Post - power
syndrome, is a phenomenon that occurs where people live in the shadow of the
greatness of his past (his career, beauty, good looks, intelligence, or
something else), and as if he could not look at the reality that exists today.
Akhir-akhir ini begitu banyak perubahan di negeri ini,
sehingga banyak pergantian pejabat. Nah,
banyak pejabat ini yang akhirnya menderita post-power syndrome, tanpa mereka
sadari. Perilaku mereka pun
bermacam-macam, ada yang mengunci ruangan kantornya, supaya penggantinya tidak
dapat menempatinya. Ada yang tetap
sering mendatangi kantornya dan memanggil mantan-mantan anak buahnya, serasa
dirinya masih menjabat. Yang paling
sering adalah orang-orang yang saat marah mengatakan: kamu tidak tahu siapa
saya. Ya, sungguh kasihan orang-orang
yang punya masalah ini.
Salah satu kolega saya di perusahaan dulu, saya yakin,
benar-benar mengalaminya. Dia masih saja
tetap memperlakukan mantan anak-anak buahnya seperti dahulu. Banyak yang sudah mengeluh, karena
kadang-kadang kata-katanya kurang pas.
Bahkan terhadap saya, yang mantan koleganya, namun usia saya terpaut
jauh, dia memperlakukan saya seperti anak buahnya. Apa boleh buat, kadang kami merasa kasihan,
sehingga tetap meladeninya dan hanya bisa mengelus dada.
Orang lainnya adalah mantan Direktur di sebuah BUMN
besar. Pada saat menjabat, memang
orangnya agak tidak ramah, namun kami pikir memang karena dia begitu
sibuk. Begitu tidak menjabat lagi, dia
menjadi sangat sensitif. Dulu, apabila
kami akan mengadakan rapat, dia tidak pernah mempersulit, bahkan sering meminta
kami menyelenggarakan rapat tanpa harus menunggu dia atau malah dia tidak
hadir. Namun, setelah dia pensiun,
segala sesuatunya harus menunggu izinnya.
Bahkan, untuk rapat-rapat yang tadinya kami tidak diminta hadir, dia
akan dengan sengit mempertanyakan apabila kami tidak hadir.
Nah, kemudian saya jadi bertanya-tanya, apakah saya juga
mengalami hal itu? Pernah seorang
sahabat menegur saya, karena saya pernah mengundang rapat para mantan anak
buah, hanya karena ingin membantu seorang teman menyelesaikan masalahnya. Memang para mantan anak buah saya hadir dan
rapat berlangsung sukses, namun sahabat saya mengingatkan, saya tidak boleh
melakukan hal itu lagi, karena mereka bukan anak buah saya lagi. Ya, sahabat saya mengingatkan saya, supaya
saya tidak post-power syndrome.
Saya berpikir, sudah lebih satu tahun saya tidak menjabat
lagi dan memang kadang-kadang terasa begitu sedih ketika diperlakukan berbeda,
tidak seperti saat saya menjabat, saat saya “somebody”. Namun kembali, saya merasa bersyukur, ketika
saya menjadi “nobody” seperti sekarang ini, saya rasa saya dapat menyikapinya
dan mudah-mudahan untuk selanjutnya, saya tetap bisa bersikap sebagai “nobody”
seperti sebelum saya menjabat. Tidak
mudah memang, tapi layak untuk dicoba.
A somebody is once a
nobody who wanted to and did – John Burroughs
Komentar
Posting Komentar