Miss Rempong
Waktu kecil dulu, masih jaman sekolah, saya selalu jadi ketua kelas, ketua tim, atau ketua kelompok, bahkan ketua OSIS. Jadi, setiap ada acara di sekolah, saya pasti sibuk banget, rempong banget. Bahkan ketika jadi mahasiswa, baik di Bandung atau di Amerika, saya ikutan aktif di organisasi, sehingga amat sangat rempong. Jadi, dibandingkan kedua kakak perempuan saya, semasa sekolah dulu, saya yang paling rempong, jadilah saya miss Rempong Cuma ketika sudah dewasa, kalah lah saya sama kakak-kakak saya, tapi tetep, julukan miss Rempong ada pada saya lah, karena sekarang kan kakak-kakak saya julukannya sudah ibu Rempong, bukan miss hihihi….
Saya ingat, ketika SD saja saya sudah sibuk atur sana sini,
padahal seingat saya, saya bukan ketua kelas setiap tahun, saya lupa pernah
jadi ketua kelas di kelas berapa saja.
Yang pasti, walaupun bukan ketua kelas, sampai dengan kelas 6, saya lah
informal leader di kelas, jagoannya lah ceritanya, qiqiqi…
Ketika SMP, saya ikuti semua kegiatan, dari angklung lah,
pramuka lah, ansambel musiklah, di samping sebagai ketua OSIS. Ckckck, kebayang kan rempongnya. Ayah sampai bilang saya Ali Topan anak
jalanan, karena jarang pulang. Ibu juga
mengenang, saya katanya sering numpang mandi di rumah teman, secara rumah saya
jauh sekali dari sekolah. Jadi,
berangkat pagi, pulang malam. Kalau ada
kegiatan sepulang sekolah, saya numpang mandi di rumah teman, atau di rumah
nenek. Benar-benar sibuk, layaknya orang
kantoran.
Begitu SMA, sama saja, malah saya punya kegiatan lainnya,
yaitu mengajar les privat. Jadilah saya lebih
banyak numpang di rumah nenek.
Begitu mahasiswa, di tahun pertama saya menderita sekali
karena dipaksa berorganisasi di saat saya rasanya ingin pulang ke rumah tiap
minggu. Tapi, ternyata, begitu memasuki
tahun kedua, malahan timbul lagi kegemaran saya untuk berorganisasi. Jadi, saya malah ikut banyak organisasi dan
kegiatan lagi, jadi lah saya miss Rempong lagi.
Hihihi…
Begitu memasuki masa bekerja, saya sempat tidak berkegiatan. Namun kembali, naluri rempong terus memanggil, jadilah saya tetap rempong di
kantor. Tapi, ternyata saya dengar,
kakak saya malah lebih rempong lagi, hehe.
Ketika berhenti bekerja, dan harus berjuang untuk bisa
survive, ternaya naluri rempong ini lah yang membantu saya bertahan. Karena terbiasa rempong, saya tidak pernah
sungkan untuk menyingsingkan lengan baju dan turun tangan membantu kerepotan
apa pun, ga ada tuh yang namanya jaim.
Syukurlah, dengan talenta rempong ini, ternyata saya bisa bekerja di
mana saja, di lempar kemana aja.
Ternyata semua pengalaman rempong ini telah membantu saya melewati
masa-masa sulit saya….
Komentar
Posting Komentar