Definisi Susah
Susah itu sebenarnya sudah jelas definisinya, susah yah
artinya tidak mudah. Sejak saya
diberhentikan dengan pengkriminalisasian, saya merasa hidup saya susah. Mau nyari pekerjaan lain juga jadi
susah. Kalaupun dapat pekerjaan, paling
hanya temporer karena belas kasihan orang.
Sisanya, jadi broker lah, mediator, connector, atau apapun guna
mendapatkan pekerjaan atau uang.
Namun ketika ada di bawah ini lah saya banyak dibukakan
matanya, sehingga saya terus bertanya dalam hati, apakah ini yang dimaksud
susah, ketika melihat orang lain mempunyai kesusahan.
Apakah susah itu seperti teman saya yang setiap bulan
kebingungan membayar tagihannya? Apakah
susah itu seperti teman anak saya yang ditinggalkan ibunya karena
bercerai? Apakah susah itu seperti teman
lainnya yang sampai jual cartridge tinta printer untuk beli beras?
Lain hari, saya jadi bertanya lagi, apakah susah itu seperti
teman saya yang anaknya diusir dari kelas karena belum melunasi uang kuliah? Atau susah itu seperti sopir saya yang kena
hipnotis dan semua uang tabungannya ludes?
Atau susah itu seperti teman saya yang tiba-tiba kaku semua badannya,
sehingga dia sulit untuk makan dan penampilannya juga membuat dia ga pede? Atau, susah itu seperti seorang mahasiswa
yang dijuluki sniper, yang ditangkap polisi karena tidak sengaja menembak
pelaku kejahatan? Mungkin itu susah,
sehingga saya langsung menyelipkan doa untuk mereka setiap saya berdoa. Saya pun mulai merancang bagaimana membantu
mereka yang menurut saya masuk dalam kategori susah karena kondisi keuangannya,
di tengah keterbatasan kondisi keuangan saya juga sih, hhh.....
Ketika saya menonton TV dan melihat sidang pengadilan
seorang gadis yang dituduh membunuh, saya pun ikut menangis. Apakah ini yang dimaksud dengan susah?
Di kesempatan lain, teman saya yang terkena kanker bilang
hidupnya susah, saya masih sempat berpikir, ah tapi kamu masih punya pekerjaan,
masih ditanggung perusahaan. Coba kalau
saya. Untungnya, sampai sekarang saya
masih diberi kesehatan. Amin....
Namun, ketika penyakitnya memburuk, saya sempat berpikir
bahwa, benar, inilah definisinya susah, karena dia sangat menderita, sehingga
saya selalu mendoakannya disetiap doa saya.
Dan ketika akhirnya teman saya berpulang, meninggalkan anaknya yang
masih kecil, sayapun menyimpulkan, inilah definisi susah. Betapa berat hidupnya, betapa berat hidup
anaknya ke depan, tanpa ibunya....
Namun, selang 2 hari saya mendapat kabar bahwa seorang APH
yang selalu membantu saya harus dioperasi karena penyakitnya telah menyebar
kemana-mana, saya sempat berpikir ulang tentang kesimpulan saya. Mungkin anak almarhumah teman saya tidak
sesusah bapak ini, karena anak itu masih punya ayah dan keluarga besarnya. Lah, si bapak ini, yang akan dioperasi, kan
tulang punggung keluarganya, pasti hidupnya akan sangat susah. Ya, saya pun mengganti kesimpulan saya, ini
baru definisi susah, seorang pegawai rendahan, yang dulu aja ga punya TV,
sebagai tulang punggung, harus menjalani operasi. Duh.....
Dan ternyata, ini pun bukan definisi susah......
Sebuah pesan masuk, dari ibu temannya anak saya. Dia minta ketemu saya, katanya mau menindaklanjuti pembicaraan kami sebelumnya di
saat pengambilan rapor. Baiklah, saya
pun mengatur jadwal. Di kepala sudah
terlintas pemikiran, ini kan tentang melanjutkan sekolah anaknya, pasti
kaitannya sama dana lah. Tapi saya sudah
sempat berpikir, yah mungkin saya bisa membantu memberikan beasiswa sedikit lah,
karena saya sudah dengar-dengar sedikit tentang ortu anak ini dari anak saya.
Ketika pertemuan terjadi, mereka datang berdua, ibu dan
anak. Sang anak mempersilakan ibunya yang
membuka percakapan. Ibunya pun memulai,
bu, kami mau minta tolong beri masukan pada kami, jurusan dan sekolah apa yang
baiknya diambil anak saya dengan keterbasan kami, karena saya kan ga pernah
kuliah, jadi ga bisa kasih masukan ke anak.
Saya merasa ditampar, tidak ada permohonan bantuan finansial apapun!
Mereka hanya minta masukan saya, mereka tidak minta belas kasihan saya!
Kami pun berdiskusi panjang lebar dan akhirnya mengobrol
sampai hal-hal lain di luar topik sekolah.
Memang sang ibu yang banyak bercerita tanpa rasa minder sama
sekali, sementara sang anak diam saja, namun terlihat tetap ceria seperti biasa. Saya mulai tercekat ketika
ibunya cerita tentang fasilitas yang mereka dapatkan dari Pemerintah. Ya, ternyata mereka masuk dalam kategori
miskin sehingga dapat bantuan sosial.
Saya sungguh tidak menyangka, karena sang anak sangat pede, ya wajarlah
pede, karena dia sangat pintar. Anak itu
juga terlihat punya karakter, dia punya cita-cita mulia dan semua kata-kata
yang keluar dari mulutnya menunjukkan tingkat intelektualnya. Saya benar-benar ga nyangka kalau mereka
hidup dengan bantuan Pemerintah.
Akhirnya mengalirlah semua cerita dari ibunya, dan sang ibu
menunjukkan foto rumahnya tanpa rasa malu.
Dia bilang, dia foto rumahnya supaya jadi cambuk untuk anak-anaknya agar
maju dan selalu mengenang asalnya. Sang
ibu juga bercerita, dia melarang teman anak-anaknya datang ke rumahnya, supaya
anak-anaknya tidak di bully teman-temannya karena mereka miskin. Sang ibu juga dengan riang, menceritakan
pengalamannya ketika WC nya rusak dan tidak bisa dipakai berhari-hari sampai
mereka dapat sumbangan tetangga-tetangganya untuk memperbaikinya. Saya mendengarkan semua cerita itu sambil menahan air mata,
tatapan saya pun nanar.....
Terima kasih Tuhan, telah membukakan mata saya, telah
membuat saya menangis setiap saya mengingat keluarga itu. Terima kasih Tuhan, telah membantu saya
mendefinisikan apa itu artinya susah.....
Sejak malam itu, saya tau, siapa yang akan mengisi doa-doa
saya selanjutnya....
Dedicated to a girl
with a brave heart. A very strong and hard worker girl. I believe she will be a somebody someday. Time
will tell...
Komentar
Posting Komentar