Pertanyaan Sulit



Ayah, kenapa ibu diambil begitu cepat? Bukannya semua penyakit ada obatnya?  Kenapa ayah tidak mengobati ibu?

Pertanyaan itu meluncur dari putri teman saya yang masih kecil, ketika melihat jenazah ibunya.  Tak kuasa, air mata pun berlinang.

Saya lihat, ayahnya tidak bisa menjawab, speechless.  Semua orang di sekeliling kami juga terdiam, suasana jadi hening.

Memang, kadang-kadang kita memilih untuk tidak memberitahu anak kita tentang kesulitan yang sedang kita hadapi.  Seperti yang terjadi pada almarhumah teman saya ini.  Teman saya menderita kanker dengan stadium yang tinggi.  Anaknya yang masih duduk di kelas 4 SD tidak diberitahu, karena dianggap belum siap dan si ibu masih berharap bisa sembuh seperti sedia kala.  Namun, apa daya, kejadiannya begitu cepat dan sang ibu pun berpulang.  Pada hari kejadian berpulangnya sang ibu, si anak masih pergi ke sekolah seperti biasa.  Ketika dia pulang, rumahnya sudah penuh dengan para pelayat dan ibunya sudah jadi jenazah.  Sungguh iba....

Memang sulit untuk memilih, apakah kita perlu menjelaskan kesulitan yang kita hadapi kepada anak-anak kita.  Saya sendiri memilih untuk memberi tahu apapun kesulitan saya, sehingga anak-anak saya well prepared.  Walaupun harus kita akui, apabila ini terkait kematian, kita tidak pernah siap menghadapinya.

Seorang teman bercerita, bapaknya meninggal mendadak dan dia sangat sedih.  Tapi, ketika ibunya menderita sakit berkepanjangan dan kemudian meninggal, tetap saja dia sangat sedih.  Jadi kesimpulannya, ya tadi itu, kita tidak akan pernah siap menghadapinya.

Anyway, kembali ke masalah kematian, tiba-tiba si Kakak pun bertanya pada saya, setelah saya pulang dari pemakaman teman itu.  Sambil meminta maaf, Kakak bertanya, ibu nanti mau dikubur dimana kalau meninggal?  Saya pun segera menyebutkan lokasi TPU yang saya inginkan seraya menambahkan kalau tidak memungkinkan ya boleh di TPU lain, pokoknya yang mudah untuk anak-anak nanti berziarah, pokoknya yang tidak merepotkan.  Saya pun kemudian malah panjang lebar menambahkan bahwa kalau nanti ternyata saya sakit parah dan  tinggal tergantung pada alat, apabila dokter bertanya apakah alat akan dicabut atau tidak, kamu harus pilih dicabut ya, karena ibu yakin, ajal di tangan Tuhan.  Si Kakak malah jadi terdiam, dia tidak menyangka kalau saya malah panjang lebar membicarakan masalah kematian dengan gamblang.

Terakhir, saya malah bilang ke si Kakak, kalau saya meninggal nanti, ga usah dibawa pulang ke rumah, di rumah duka aja, toh cuma sebentar, beberapa jam saja, ngapain kalian repot-repot pasang tenda, beres-beresin rumah.  Si Kakak pun bilang, duh ibu, kupikir pertanyaan tadi sulit dijawab, ternyata malah panjang, hadeuh.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...