Kebocoran yang Mulia

By Mirma Fadjarwati Malik


Kamu kok boros amat sih Kak? Untuk apa aja sih uangnya?  Ibu minta kamu bikin laporan keuangan kayak gini ya, ini contohnya, tinggal diterusin aja. Begitu omelan saya ketika mendengar dari ibu saya bahwa Kakak baru saja minta uang pada neneknya. Mendengar omelan saya, Kakak hanya diam saja dan manggut-manggut.  Hhhh....

Saya pun kemudian kerap menanyakan Kakak, menagih mana laporan keuangannya.  Dan saya ga bosan-bosannya menasehati Kakak supaya lebih hemat dalam menggunakan uangnya. Saya juga mengingatkan Kakak bahwa kondisi keuangan keluarga tidak seperti dulu, jadi semua anggota keluarga harus berhemat.  Saya pun selalu berdoa agar Kakak bisa berhemat.

Suatu hari, ketika saya menelpon Kakak, ternyata dia sedang di resto bersama teman-temannya. Langsung saya tanya, apa Kakak lagi mentraktir teman-temannya. Ga kok Bu, bayar sendiri-sendiri, kata Kakak.  Saya pun langsung menasehatinya lagi supaya berhemat.  Soalnya saya jadi terkenang pada Ayah saya yang hobi banget nraktir teman-temannya.  Kali aja Kakak berbakat seperti kakeknya, kan buah jatuhnya ga jauh dari pohon. Hehehe....

Ketika Kakak sudah tidak tahan dengan pertanyaan saya, tepatnya tidak tahan atas penagihan saya tentang laporan keuangannya, akhirnya Kakak minta bicara empat mata. Nah, akhirnya ngaku juga kan, batin saya, paling-paling dia beli gawai atau gim atau apalah.

Ketika bicara empat mata, Kakak terlihat merasa bersalah dan minta maaf terlebih dahulu.  Saya pun sok cool, supaya dia mau ngaku.  Kemudian Kakak bilang, bu, ga pa pa ga ya kalo aku masukin uang sebesar X ke kotak amal di mesjid setiap sholat Jum'at?  Apa? Saya ga paham.  Dan Kakak pun mengulangi lagi perkataannya. Saya pun speechless......

Saya menenangkan diri dan bilang, mungkin itu terlalu banyak.  Saya pun minta kejelasan, X itu setiap bulan atau setiap minggu? Kakak bilang, setiap sholat Jumat.  Saya pun menghitung di kepala.  Ya Allah, begitu banyak yang anak saya sedekahkan setiap bulan, bahkan saya pun kalah....

Saya pun akhirnya berkata, ada ayat Al Quran yang menyatakan bahwa kita tidak boleh terlalu kikir atau terlalu boros dalam bersedekah.  Sewajarnya saja.  Saya pun berjanji akan mencarikan ayatnya.

Ketika malam tiba, saya pun jadi merenung sendiri.  Betapa saya sudah berburuk sangka pada Kakak.  Juga, selama ini saya sudah ke-geer-an karena merasa rezeki yang saya terima adalah karena saya senang memberi.  Ternyata bukan, ternyata anak saya yang bocor, kebocoran yang mulia....

Lalu saya jadi berpikir, siapa lah saya ini, yang mau membatasi sedekah Kakak, yang bisa menakar lebih atau kurangnya sedekah Kakak? Saya hanya manusia biasa, yang kemarin aja baru galau mau bersedekah karena merasa jumlahnya terlalu banyak, padahal ga ada apa-apa nya dibandingkan dengan sedekah si Kakak.

Saya malu..... saya malu karena saya masih berhitung untuk bersedekah, sementara Kakak ga pake mikir masukin uang ke kotak amal di mesjid mana saja yang kebetulan dia datangi untuk sholat Jumat, ga pake milih mesjid yang mana.  Sementara saya mau bersedekah aja liat-liat dulu obyeknya, pilih-pilih orangnya.  Hhhh...

Saya malu....

Saya pun segera menelpon ibu saya, memberi tahu bahwa kalau Kakak minta uang berapa pun, dikasih aja selama ada, toh ga membuat kita jadi kekurangan. Karena Kakak sedang investasi untuk akhirat, Kakak sedang membuka jalan bagi kita semua untuk ke surga.  Ibu saya pun speechless.....

Keesokan harinya saya pun menelpon Kakak untuk memberitahukan ayat Al Quran yang saya janjikan.  Saya pun bilang pada Kakak, lupakan batasan ibu kemarin, kamu baca saja ayat itu dan tentukan sendiri berapa sedekah yang wajar, ikuti saja hati nuranimu, biar Allah yang memberi petunjuk.

Saya pun lega, haru dan bangga pada Kakak.  Saya jadi membandingkan Kakak dengan diri saya sendiri pada saat seumur Kakak.  Mana pernah saya terpikir untuk sedekah.  Yang ada mah masih hura-hura, beli baju, beli pernak pernik. Ckckck.

Mulai hari itu, doa saya berubah.  Saya mendoakan agar Kakak bisa mengelola uangnya dengan baik.  Saya ga berdoa soal boros atau hemat, karena untuk bersedekah, ga ada ukurannya.....

Dan saya ga cerewet lagi menanyakan laporan keuangan Kakak, biar nanti catatan amalmu di akhirat aja ya Nak....

Terima kasih ya Nak, telah membukakan mata hati Ibu dan telah memberikan pengalaman spiritual yang sangat berharga  bagi ibu.....


Especially for my eldest son, I'm very proud of you.  I love you....





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...