Preman


Preman:  (tidak baku) sebutan kepada orang jahat (penodong, perampok, pemeras, dsb) – Kamus Besar Bahasa Indonesia

Pagi ini, pas bangun tidur dan mengecek ponsel, terlihat pesan bahwa seseorang yang terkenal sebagai preman ingin menemui ibu saya nanti malam terkait dengan permasalahan tanah kami.  Darah langsung naik ke kepala!  Si pengirim pesan pun saya berondong dengan pertanyaan: apa agendanya, apa kita harus bayar lagi, selama ini apa aja yang sudah dia lakukan secara kita sudah pernah bayar, bla bla bla…….

Kemudian saya terdiam, saya pikir, ga ada gunanya ngomel panjang lebar kepada si pengirim pesan, toh dia cuma memberitahu saya.  Saya pun minta maaf dan bilang ke si pengirim bahwa saya akan mengontak langsung sang preman.  Gagah berani bukan?  Hihihi

Padahal, saya ingat, di pertemuan pertama, wuih gayanya…… Dengan lengan penuh tato, dia menyebut-nyebut pamannya yang memang preman paling terkenal di seantero negara, dia juga cerita tentang kehebatannya mengurus banyak kasus.  Dia juga mencoba mengetes saya apakah saya kenal beberapa orang yang dia sebutkan, karena dia menganggap saya mengaku-aku kerabat kakek saya.  Ga penting banget deh.  Namun yang membuat saya tidak respek, masak hanya untuk ketemu dia, kami harus memberikan ongkos yang tidak sedikit? 

Kalau ingat biaya yang kami keluarkan hanya untuk mendengarkannya pamer ga jelas, saya jadi panas hati.  Saya sempat bilang pada ibu bahwa mendingan ongkos ketemu dia itu disumbangkan kepada lembaga atau orang yang membutuhkan.  Jadi dengan kemarahan di dada, saya memutuskan bahwa saya harus menghentikan semua ini.  Enough is enough!

Akhirnya saya pun mengirimkan pesan singkat kepada sang preman, menanyakan apa agendanya nanti malam, apa laporan progres yang sudah dia lakukan terkait kasus selama beberapa bulan terakhir ini, apa rencana kerjanya ke depan, berapa biaya yang dibutuhkan, dll.  Saya berusaha sesopan dan sehalus mungkin menanyakannya.  Bahkan, saya minta sang preman untuk membuat proposal, sehingga semuanya terukur, begitu alasan saya.

Jawaban pun datang, sang preman tersinggung karena merasa bahwa ibu saya lah yang minta ketemu dengannya, bahwa ibu saya lah yang membutuhkan dia.  Saya jawab tegas, oh, ibu saya tidak perlu kok, jadi kita reskedul aja meeting nanti malam.  Selesai…..

Saya pun menyempatkan diri mengingatkan dia untuk bikin proposal yang isinya rencana kerja dan biaya, supaya saya bisa menawar biayanya.  Begitu pesan saya, menegaskan bahwa saya ingin semuanya tertulis.  Tiada jawaban, senyap….

Teman-teman saya yang mendengar cerita saya pun bilang, lo tuh aneh, masak preman diminta bikin proposal?  Mereka juga bilang, lo ga takut sama sang preman?  Saya hanya menjawab, saya ingin semuanya tertulis, hubungannya profesional, jadi tidak usah ada pemaksaan apalagi pemerasan terhadap ibu saya.

Memang saya rada nekat sih, namun saya sudah sampai di posisi tidak takut lagi.  Saya sudah muak dengan kelakuan para preman ini.  Dan yang terpenting, saya sudah tidak takut lagi apabila mereka mencoba mencelakai saya, karena saya pikir, saya toh sekarang sudah benar-benar celaka dengan kasus yang sedang saya hadapi ini, jadi mau celaka kayak apa lagi?

Anyway, saya dan ibu akhirnya jadi lebih tenang, karena kami sepakat, apabila sang preman mengontak lagi, saya yang akan maju dan menanyakan proposalnya.

Memang, menjadi preman itu pilihan, tapi jadilah preman yang profesional, qiqiqi…..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...