Humble


Saya tidak tau kenapa banyak teman saya bilang saya humble, seperti teman Taiwan saya waktu kami berkuliah di Amerika, begitu juga dengan beberapa rekan kerja saya, serta teman-teman lainnya. Namun di sisi lain, boss saya memberhentikan saya karena dia bilang, saya harus humble.  Lho, bukankah humble itu memang melekat pada sifat atau kepribadian seseorang, bukan pada jabatannya?

Saya menilai, boss saya itu tidak paham dengan apa yang dikatakannya, asbun saja.  Dan yang terpenting, dia tidak kenal saya sama sekali.  Tapi biarlah, dia tidak penting lagi buat saya, sejak dia memberhentikan saya, dia bukan boss saya lagi.

Berbicara tentang humble, saya jadi memperhatikan orang-orang terkenal yang menurut saya humble.  Humble di orang-orang terkenal bisa genuine, bisa pula palsu.  Yang palsu biasa disebut pencitraan.  Banyak sekali pejabat di negeri ini yang pencitraan saja kerjanya dan rakyat pun terkagum-kagum.  Kasihan.  Namun, saya bukan ingin membahas mereka yang memuakkan ini.  Saya hanya ingin mengambil suri tauladan dari orang-orang sekeliling saya yang memang sejatinya bersikap humble.

Salah satunya adalah mantan dosen saya yang juga petinggi di perusahaan besar.  Saya sempat terkejut ketika beliau rapat di kantor kami dan rapat dengan orang-orang penting di ruang Direktur Utama.  Ketika mengantar para tamu ini ke lobby, mobil-mobil mewah berjajar, sementara sang dosen malah dijemput tukang ojek.  Dengan pede beliau menaiki ojeknya di tengah pandangan orang-orang lainnya.

Kejadian kedua, kami bertemu lagi, kali ini di perusahaan tempat dia menjabat.  Kami sedang
menunggu mobil, sementara beliau dengan santainya melenggang ke luar dan menyetop taksi. Beberapa tahun kemudian, kejadian yang sama terjadi.  Kami makan siang bersama di suatu mal, kami menunggu mobil dan beliau melenggang menyetop taksi.

Setiap kali saya bertanya, kenapa memilih moda transportasi itu?  Beliau hanya bilang, efisiensi.  That’s it!

Orang lainnya yang saya ingat humble adalah seorang Direktur perusahaan besar di negara ini.  Apabila kita tidak tahu jabatannya, kita pasti tidak akan menyangka.  Beliau tidak pernah sok sibuk apabila ada orang yang meminta waktu untuk bertemu, atau menyepelekan orang lain.  Bahkan, saya pernah bertemu beliau di lobi perusahaannya dan beliau menegur saya, padahal saya kebetulan sedang bertamu ke kantornya, untuk menemui anak buahnya.  Sangat berbeda dengan koleganya, para direktur perusahaan tersebut.

Nah, kedua contoh saya ini tidak pernah kehilangan respek dari orang-orang sekelilingnya.  Dengan sikapnya yang humble, orang-orang sekelilingnya tetap menghormati beliau-beliau ini. 

Mudah-mudahan, benar yang teman-teman saya bilang, bahwa saya termasuk kategori humble.  Dengan demikian, saya ingin sekali mengajarkan mantan boss saya, apa arti kata humble yang sebenarnya, sehingga ke depan sang boss bisa menggunakan kata humble dengan tepat.

Coins always make sounds, but paper moneys are always silent.  So, when your value increases, keep yourself silent and humble.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...