Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2015

Gut Feeling

Gut feeling: an instinct or intuition ; an immediate or basic feeling or reaction without a logical rationale Saya pernah membaca, bahwa orang yang beruntung ternyata lebih mengandalkan intuisi daripada logika. Keputusan-keputusan penting yang dilakukan oleh orang beruntung ternyata sebagian besar dilakukan atas dasar bisikan "hati nurani" (intuisi) daripada hasil otak-atik angka yang canggih. Angka-angka akan sangat membantu, tapi Final Decision umumnya dari "Gut Feeling". Yang barangkali sulit bagi orang yang kurang beruntung atau bahkan orang yang sering sial adalah, bisikan hati nurani tadi akan sulit dia dengar karena otaknya pusing dengan penalaran yang tak berkesudahan. Makanya orang beruntung umumnya memiliki metoda untuk mempertajam intuisi mereka, misalnya melalui meditasi yang teratur.   Karena pada kondisi mental yang tenang, dan pikiran yang jernih, intuisi akan lebih mudah diakses dan semakin sering digunakan, intuisi kita juga akan semakin

Déjà Vu

Déjà Vu is a common intuitive experience that has happened to many of us. The expression is derived from the French, meaning "already seen." When it occurs, it seems to spark our memory of a place we have already been, a person we have already seen, or an act we have already done. Kalau saya berantem sama pacar, dan saya ngeles, dia bilang: Duh, déjà vu deh.   Rupanya, dia dengan halus bilang, bahwa saya pura-pura lupa atau pura-pura tidak kejadian.   Ini cara dia juga untuk mengeluh bahwa kejadian ini selalu berulang, bahwa kami sering bertengkar untuk masalah yang sama.   Hehe…. Saya sendiri sering merasakan berada di tempat lain ketika naik angkot.   Ya, benar-benar aneh, kenapa saya selalu merasa déjà vu ketika berada di angkot.   Kalau naik mobil pribadi atau taksi, malahan tidak pernah terjadi.   Aneh memang, déjà vu nya pilih-pilih jenis kendaraan. Ketika saya menceritakan hal tersebut ke pacar, dia bilang, mungkin kamu harus konsultasi dengan ibumu, ata

Kutu Loncat

Kutu loncat/ job hopping: a pattern of changing companies every year or two of one's own volition rather than as a result of something like a layoff or company closure; the practice of moving from job to job Lulusan almamater saya memang terkenal sebagai kutu loncat.   Saya pun dulu punya cita-cita yang sama, jadi kutu loncat.   Kan harus kompak sama yang lain, lagian itu ibaratnya corporate image kami para alumni hahaha…. Saya pun menetapkan di hati, bahwa saya ga akan kerja lama-lama di suatu perusahaan.   Paling lama 3 tahun lah, habis itu pindah ke perusahaan lain, mencari pekerjaan yang lebih baik, tentunya yang lebih besar gajinya, atau lebih menjanjikan prospek karirnya. Di awal karir, ketika baru lulus, saya menjalankannya.   Di tempat pertama, saya hanya bekerja 1 tahun, kemudian ketika di bank hanya 3 tahun.   Sepulangnya dari melanjutkan sekolah pun begitu, saya hanya bekerja 3 bulan di perusahaan pertama, kemudian 1 tahun di perusahaan berikutnya.   Begit

Senioritas

Ternyata, senioritas adalah kemewahan yang tidak bisa dibeli dengan uang…… Seorang mantan anak buah saya bercerita dengan gagah, bahwa dia mendapatkan penawaran gaji 3 kali lipat, bahkan beda digit, juga dapat fasilitas-fasilitas yang di tempat ini tidak diberikan.   Dengan gagah pun dia resign.   Beberapa bulan kemudian, dia merengek-rengek minta kembali bekerja disini.   Lho? Usut punya usut, ternyata dia merasa lebih baik di perusahaan yang lama.   Karena, begitu dia pindah kerja, dia jadi junior lagi, disuruh-suruh, dibully para senior.   Sementara, dia melihat di perusahaan lama, ternyata terus merekrut staf, yang dia bayangkan harusnya itu jadi juniornya, bisa dia suruh-suruh, dia bully.   Walhasil, dia ingin sekali kembali bekerja di sini. Itulah senioritas, dia rela meninggalkan gaji yang tiga kali lipat plus fasilitas untuk kembali ke gaji sepertiga tanpa fasilitas.   Itulah harga sebuah senioritas, sungguh mahal, sungguh mewah, lux…. Saya pun sempat merasa s

We regret

We regret to inform you….   Atau: dengan sangat menyesal, kami …. Waktu jaman mencari pekerjaan, paling sedih kalau dapat surat seperti itu: we regret to inform you that your qualification does not fit our organization at this moment.   Duh, rasanya sedih banget dapat surat penolakan seperti itu, betapa pun halusnya. Nah, ketika sudah bekerja, saya paling sulit apabila harus menulis surat penolakan seperti itu.   Karena, banyak orang menghindar dari kegiatan “penolakan” itu. Ketika saya bekerja di bagian personalia, saya masih bisa cuek saja menandatangani surat-surat penolakan itu.   Yang ada di dalam pikiran saya adalah, sang pelamar harusnya bersyukur mendapatkan pemberitahuan penolakan, artinya dia berhenti berharap dan mencari lowongan lain.   Karena saya tahu, banyak perusahaan yang malah tidak pernah membuat surat penolakan, sehingga pelamar tidak tau progresnya dan terus menunggu tanpa kepastian. Memberikan penolakan memang berat.   Dulu, ketika di bagian pers