Senioritas
Ternyata, senioritas adalah kemewahan yang tidak bisa dibeli dengan uang……
Seorang mantan anak buah saya bercerita dengan gagah, bahwa
dia mendapatkan penawaran gaji 3 kali lipat, bahkan beda digit, juga dapat
fasilitas-fasilitas yang di tempat ini tidak diberikan. Dengan gagah pun dia resign. Beberapa bulan kemudian, dia merengek-rengek
minta kembali bekerja disini. Lho?
Usut punya usut, ternyata dia merasa lebih baik di
perusahaan yang lama. Karena, begitu dia
pindah kerja, dia jadi junior lagi, disuruh-suruh, dibully para senior. Sementara, dia melihat di perusahaan lama,
ternyata terus merekrut staf, yang dia bayangkan harusnya itu jadi juniornya,
bisa dia suruh-suruh, dia bully.
Walhasil, dia ingin sekali kembali bekerja di sini.
Itulah senioritas, dia rela meninggalkan gaji yang tiga kali
lipat plus fasilitas untuk kembali ke gaji sepertiga tanpa fasilitas. Itulah harga sebuah senioritas, sungguh
mahal, sungguh mewah, lux….
Saya pun sempat merasa sedih soal senioritas ini, ketika
saya bekerja di bank. Tahun pertama,
saya penerima tumpeng ulang tahun bank, karena saya merupakan pegawai termuda
di unit saya. Sampai 2 tahun berikutnya,
saya masih saja jadi penerima tumpeng, sampai saya akhirnya resign. Memang unit saya katanya unit pilihan, jadi
tidak sembarangan menambah orang. Bangga
sih. Tapi kebayang ga, betapa selama
saya bekerja di sana, saya selalu menjadi junior, selalu disuruh-suruh, selalu
dibully? Ya nasib…..
Ketika pindah bekerja, saya sempat merasakan kemewahan
senioritas ini. Ketika pertama masuk,
memang saya ga junior-junior amat, jadi ga terlalu dibully. Namun, saya tidak melupakan impian saya
ketika saya masih di bank dulu, ingin jadi senior. Hehe…
Dengan berjalannya waktu, saya akhirnya dapat mewujudkan
impian saya, menjadi senior. Ternyata, memang suatu kemewahan….
Setelah saya diberhentikan, mulailah saya memasuki
lingkungan baru. Sempat ada kekhawatiran
masalah junior – senior ini, namun syukurlah, karena saya berhenti dalam posisi
yang lumayan, saya tidak perlu jadi junior lagi. Semua pekerjaan saya sekarang menempatkan
saya pada posisi senior, atau lumayan senior lah. Hampir tidak pernah saya merasakan jadi
junior lagi.
Namun, hari ini, ternyata saya jadi junior lagi. Kami mengadakan seminar dan saya
menjadi salah satu panitianya. Tapi saya
kan senior, jadi saya malah bisa duduk manis mendengarkan seminar. Tiba-tiba, teman saya, sang ketua panitia,
menghampiri saya dan curcol: "Duh, siapa ya yang harus bawa baki cindera
mata? Saya sih bisa aja, tapi saya lagi
urus catering di luar". Aha, dia pasti menginstruksikan saya dengan halus. Jadilah saya menjadi pembawa nampan pada saat
pertukaran cindera mata.
Seorang mantan anak buah saya pun buru-buru mengabadikan
peristiwa langka itu. Dia pun kemudian
posting foto itu di grup dengan komen: "ada yang grogi karena harus bawa baki,
padahal biasanya jadi pemberi atau penerima cindera mata." Hahaha, tau aja dia. Saya memang grogi sekali melakukannya, karena
ini pengalaman pertama saya. Saya hanya takut jatuh, karena saya kan clumsy.
Untungnya, semua berjalan dengan lancar, bahkan saya jadi bangga, karena
ikut ter foto dengan para pejabat. Sudah
lama tidak berfoto pada saat penyerahan cindera mata, walaupun kali ini sebagai
pembawa nampan. Hehehe…
Akhirnya, saya melihat sisi positifnya. Biasanya kan pembawa nampan dipilih yang muda
dan eye catching. Artinya, lumayan lah, saya yang sudah ga muda lagi ini
ternyata masih terpilih; mungkin saya eye catching ya. Hahaha…
Komentar
Posting Komentar