Humility
Humility: a modest or low view of one’s own importance; humbleness
Pagi tadi saya baru saja mengikuti ceramah dari mantan dosen
saya. Intinya adalah pencerahan diri, “menerima
panggilan”. Sungguh menggetarkan hati
semua kata-kata yang diutarakan oleh sang dosen, tidak menggurui namun hanya
memberi contoh.
Sang dosen mengajak saya karena beliau ingin memberi contoh
kasus tentang “menerima panggilan” ini.
Beliau bilang, buku yang saya tulis merupakan contoh nyata “menerima
panggilan”. Saya pun menolak keras. Lah, saya aja pakai nama pena kok di buku
itu, masak trus malah tampil? Alasan
saya, saya kasihan pada anak-anak saya, kalau sampai saya tampil sehingga banyak
orang yang mengetahui bahwa saya sedang berkasus, bagaimana nanti kalau anak-anak saya dikata-katai teman-temannya. Sang dosen pun akhirnya
setuju, sehingga ketika memberikan contoh, beliau cuma bilang, penulisnya tidak
mau dikenal sehingga pakai nama pena.
Beliau kemudian mencuplik sedikit tentang buku itu. Nah, ternyata saya tidak bisa menahan
tangis. Untungnya, saya duduk paling
belakang, sehingga tidak banyak yang memperhatikan. Ini yang sebenarnya saya takuti, saya terbawa
emosi ketika buku saya dibahas, padahal kan saya ga mau ada yang tau. Susah juga ternyata ya, pura-pura jadi orang
lain, ego dan geer masih ada, haha…
Dalam ceramahnya, berkali-kali sang dosen bilang, bahwa orang harus punya humility. Saya hanya manggut-manggut saja, karena saya jadi ingat teman cenayang saya bilang, saya harus mengurangi ego saya, hehe. Artnya, jauh banget ya saya dari humility itu.
Ketika acara selesai, kami pun berbincang santai. Sang dosen bilang, terus menulis, karena
dengan cakap dalam menulis maka kamu akan pandai bertutur kata, nikmat kok
kalau bisa berbagi seperti tadi, berceramah.
Namun yang harus diingat, kadang-kadang kemudian kita malah jadi ingin
tampil, ingin terkenal, padahal seharusnya kita punya humility. Kemudian sang
dosen bilang: you have the humility. Saya
memandangnya dengan heran, karena saya benar-benar tidak mengerti. Beliau pun bilang, biasanya orang menulis
buku, menjadi pembicara karena ingin terkenal, namun dengan kamu menolak untuk
tampil itu sudah merupakan prestasi sendiri, karena menekan ego untuk tidak
tampil, untuk tidak terkenal.
Wah, hal yang saya pikir malah merugikan, karena tidak mau
tampil, ternyata dipandang positif oleh sang dosen. Padahal , teman saya sang penerbit buku sudah
ngomel terus, karena katanya sangat sulit memasarkan buku saya karena saya
menolak untuk tampil, padahal dia ingin mengadakan jumpa penulis dan
promo-promo lainnya yang harus melibatkan penulisnya. Teman
saya pun sempat menambahkan, biasanya orang bikin buku untuk personal branding,
kamu malah ga ingin tampil, hanya ingin sharing pengalamanmu, susah juga…
Yah, ternyata dosen saya malah berbeda pandangan, untungnya
teman saya ikut mendengarkan perkataan sang dosen, sehingga mudah-mudahan dia
pun jadi sadar bahwa keputusan saya untuk tidak tampil justru positif. So, mari kita pikirkan cara lain untuk
promosi buku saya, sis…..
At the end of the day, saya jadi menyadari bahwa teman
cenayang saya mungkin benar, bahwa saya harus menghapus ego saya, yah salah
satu caranya itu tadi, menolak untuk tampil, menolak untuk mengajari, dan sebaliknya, saya harus selalu bersedia untuk belajar dari
pihak manapun. Mudah-mudahan benar, I
have humility….
True humility is staying
teachable, regardless of how much you already know.
Humility is not
thinking less of yourself, but thinking of yourself less – C.S. Lewis
Komentar
Posting Komentar