Kasih Ibu
Kasih ibu kepada beta,
tak terhingga
sepanjang masa.
Hanya memberi, tak
harap kembali,
bagai sang surya
menyinari dunia...
Lagu itu dulu kami nyanyikan di Taman Kanak-Kanak. Lagu itu benar-benar menggambarkan tulusnya
kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.
Sebaliknya, bagi anak-anak, tentunya sangat mendambakan kasih sayang
ibunya.
Lagu itu yang kemudian terngiang-ngiang di telinga saya
ketika mengunjungi sekolah Adik. Hari itu
Adik saya daftarkan ikut kursus tentang konsentrasi. Di jadwal tertulis bahwa orang tua agar hadir
pada sore hari untuk mendapatkan keterangan tentang program itu. Ketika pintu aula dibuka, anak-anak
berhamburan menjemput ortunya yang mayoritas diwakili para ibu. Saya bergegas masuk karena tidak melihat
Adik. Justru yang mendatangi saya adalah
temannya dan bilang, itu Adik di pintu.
Rupanya Adik sedang mencari saya di pintu dan kebetulan saya tidak
melihatnya. Saya panggil Adik dan saya
gandeng keduanya, Adik dan temannya, untuk mencari tempat duduk.
Sepanjang acara, lagi Kasih Ibu itu terus
terngiang. Kenapa? Karena teman Adik yang mendatangi saya itu,
saat ini tidak punya ibu, karena ayah dan ibunya bercerai dan mereka tinggal
dengan ayahnya. Saya liat sang teman
terus gelisah, minta izin pulang, kemudian mendatangi saya dan minta tolong
untuk menelpon mbaknya apakah sudah datang menjemput. Saya tenangkan dia dan saya minta dia duduk
manis sampai acara selesai. Saya pun
menanyakan kenapa dia terlihat gelisah, ternyata karena dia belum menguasai
materi yang diajarkan, sehingga dia takut bila disuruh tampil ke depan. Oalah.
Salah satu petugas sampai menanyakan kepada saya, kenapa anak saya
itu? Saya jelaskan, saya bukan ibunya,
ibunya tidak datang.
Saya terus mengawasi teman Adik, sampai saya tidak sempat
memotret Adik ketika dia tampil memamerkan ketrampilannya. Maafkan saya Dik. Saya terus membujuk sang teman untuk tetap
tenang, jangan khawatir, sampai acara selesai.
Ketika acara selesai, semua peserta diminta mendatangi
ortunya dan saya dengan sigap memanggil teman Adik untuk ikut mendatangi saya bersama Adik.
Yang paling mengharukan adalah ketika semua anak digandeng oleh ortunya,
saya langsung menggandeng Adik dan temannya.
Teman Adik menggeggam tangan saya erat-erat. Saya tau, dia tidak mau terlihat sendirian. Ketika sampai di luar dan dia melihat
mbaknya, seketika dia melepaskan genggamannya dan berlari ke arah mbaknya dan
menanyakan mobil jemputannya. Dia tidak
menoleh lagi dan saya pun sempat berbincang dengan mbaknya.
Mungkin hal tersebut bukan hal besar bagi orang lain, namun
bagi saya, hal itu begitu membekas. Kenapa?
Karena saya merasakan genggaman anak itu yang begitu kuat ketika
melewati anak-anak bersama ortunya yang lain dan begitu kuat juga dia lepaskan
ketika sudah di luar. Saya hanya bisa
menangis dalam hati, karena saya bisa merasakan apa yang dia rasakan. Baik ketika dia menggenggam tangan saya erat-erat,
maupun ketika melepaskannya. Saya bisa
merasakan, ketika dia melepaskan tangan saya dan berlari ke arah mobilnya, dia
sedang berpikir, ini bukan ibu saya.....
Setelah kejadian itu, saya kembali teringat lagu Kasih Ibu,
kembali terngiang lagu itu di telinga saya.
Ya, teman Adik sangat merindukan kasih sayang ibunya. Dan sejak saat itu saya mendoakannya dengan
saudara perempuannya agar dapat hidup normal dan tetap mendapatkan kasih sayang
seorang ibu....
Komentar
Posting Komentar