Korban Bully
Saya dan Kakak mengobrol tentang masalah bully, karena kami
memang sama-sama korban bully. Kakak
mengalami bullying sepanjang sekolah dasar, sampai SMP. Sementara saya mengalaminya pada kelas 1
SMP. Jadi kami pun saling bertukar
cerita.
Namun selama ini saya tidak tahu bahwa Kakak bukan hanya
mengalami bully verbal, melainkan juga mengalami bully fisik. Saya sangat trenyuh mendengarnya. Kakak juga bercerita betapa dia di
"palak" teman-temannya setiap hari, sehingga uang jajan yang saya berikan
tidak pernah bersisa untuk dirinya sendiri.
Duh.....
Satu hal yang membuat saya salut pada si Kakak, anak sulung
kebanggaan saya ini, bahwa dia tidak pernah mengadukan apapun perbuatan
teman-temannya terhadap dirinya. Dia
bilang, justru dia kasihan sama teman-temannya yang membullynya. Saya tidak memaksanya menjelaskan lebih
lanjut kenapa dia kasihan. Karena saya
menduga, dia kasihan apabila nanti saya memarahi teman-temannya. Memang, hal itu pernah terjadi. Ketika Kakak dibully teman perempuannya yang
menarik bajunya hingga lengan bajunya robek, saya sungguh tidak terima. Saya telpon orang tuanya dan anaknya pun saya
omelin. Saya ingat sekali jawaban ngeles
anak perempuan itu, baju Kakak memang sudah robek. Saya jelaskan ke anak itu dan ibunya bahwa
saya tidak pernah memberikan baju robek kepada anak saya, tidak pernah
sekalipun. Heran, kecil-kecil sudah jadi
pembohong. Huh....
Keesokan harinya saya pun malah cerita-cerita soal bully ini
kepada teman saya di SMP dulu. Teman
saya baru tau bahwa saya dibully waktu kelas 1 SMP. Malah saya dibully oleh kakak kelas dan teman
seangkatan, Tapi alasan pembullyannya
sama, karena seseorang, atau mungkin kakak beradik, yang cukup populer di
sekolah. Ehm...
Kalau diingat sekarang, alasan pembullyan ini justru
mengundang senyum. Saya yang biasa-biasa
ini, ternyata dicemburui oleh cewek-cewek yang cukup populer. Apalah saya ini. Namun dampak pembully an saya di kelas 1 SMP
mengantarkan saya menjadi cewek paling populer di sekolah. Hahaha....
Nah, berbekal pengalaman saya dibully, saya pun bisa
menasehati Kakak supaya jangan kecil hati, karena semua ada hikmahnya, ada
pelajaran yang dapat dipetik. Kakak pun
jawab, lah iya lah bu, makanya aku pilih melanjutkan ke sekolah yang berbeda
dari teman-teman, ganti lingkungan. Saya
pun terdiam, karena saya terharu, ternyata Kakak sangat matang, dewasa dan
bijaksana dalam menyikapi masalahnya.
dan sebagai ibunya, saya jadi sempat terpikir, duh kemana aja sih saya?
Komentar
Posting Komentar