Mind should be over matter
Mind should be over
matter; what you don’t mind, it doesn’t matter……
Saya sendiri pernah mengalami beberapa situasi yang membuat saya galau, namun seorang sahabat selalu menyadarkan saya dengan pertanyaan: penting ga? Apabila sudah dihadapkan pada pertanyaan itu, saya selalu berpikir ulang dan kemudian bisa berkata: never mind. Waktu itu kejadiannya tidak penting, saya diundang ke acara yang akan dihadiri oleh para lawan politik saya. Saya berkeras ingin datang, hanya untuk menunjukkan bahwa saya baik-baik saja. Dan sahabat saya bertanya: penting ga? Saya tersadar, itu hanya ego saya semata, saya hanya butuh pengakuan, padahal pengakuan itu tidak penting. Ya, saya lebih baik melakukan hal-hal lain yang lebih penting, lebih produktif.
Karena seperti diajarkan dalam workshop yang saya ikuti, aktualisasi diri justru merupakan tahapan paling rendah dari seseorang. Terbalik dari teori Maslow (Maslow’s hierarchy of need) yang menyatakan bahwa aktualisasi diri justru kebutuhan manusia yang paling tinggi, menurut workshop yang saya dapatkan, itu justru merupakan kebutuhan mendasar, jadi apabila orang sudah tidak merasa perlu aktualisasi justru kehidupan spritualnya sudah sangat tinggi. Dan saya sangat percaya itu.
Itu yang disampaikan oleh dosen saya, mentor saya. Siang itu, saya makan siang dengan beliau,
setelah sekian lama tidak berjumpa.
Suatu kehormatan bagi saya untuk dapat undangan makan siang dengan
beliau di tengah kesibukannya.
Rupanya, beliau juga sudah lama ingin sekali bertemu dengan
saya, setelah beliau mendengar permasalahan yang menimpa saya. Beliau menanyakan kabar saya lewat mantan
teman-teman saya di kantor yang lama. Saya terharu mendengarnya, artinya beliau
sangat peduli pada saya.
Dan makan siang itu pun menjadi sarat makna. Banyak nasihat yang saya dapatkan dari beliau. Beliau bilang, jangan pikirkan hal-hal yang
uncontrollable, apalagi yang menyakitkan hati.
Semuanya hanya mind games. Buat
apa terus memikirkan kenapa hakim seperti itu, para jaksa seperti itu. Just focus.
Fokus pada apa yang menjadi tujuan hidup saya.
Dari pertemuan itu saya mengambil pelajaran berharga, saya memang harus
cuek pada hal-hal yang tidak penting.
Nah, artinya, saya harus mengawalinya dengan memikirkan, hal-hal apa
yang penting buat saya, sebaliknya apa yang tidak penting. Dari sana, baru saya fokus.
Selama ini, mungkin kita sering terganggu dengan hal-hal yang tidak
penting, sehingga kita tidak fokus. Saya
jadi ingat, dulu pernah ikut workshop tentang bagaimana mengeksekusi suatu
kegiatan. Di sana dijelaskan,
perencanaan sudah baik, namun kenyataannya, pada saat eksekusi malah
berantakan. Hal yang sering membuat
eksekusi jadi berantakan adalah gangguan-gangguan kecil yang mengganggu
konsentrasi kita, yang mengalihkan fokus kita, istilahnya whirlwind.
Nah, di kehidupan kita, kita sering terganggu dengan hal-hal kecil yang
sebenarnya tidak terlalu penting. Kita
kadang-kadang tidak pede dengan penampilan kita, atau kita suka memikirkan,
apa kata orang ya. Padahal itu semua
tidak penting. Cuek aja lagi….
Saya sendiri pernah mengalami beberapa situasi yang membuat saya galau, namun seorang sahabat selalu menyadarkan saya dengan pertanyaan: penting ga? Apabila sudah dihadapkan pada pertanyaan itu, saya selalu berpikir ulang dan kemudian bisa berkata: never mind. Waktu itu kejadiannya tidak penting, saya diundang ke acara yang akan dihadiri oleh para lawan politik saya. Saya berkeras ingin datang, hanya untuk menunjukkan bahwa saya baik-baik saja. Dan sahabat saya bertanya: penting ga? Saya tersadar, itu hanya ego saya semata, saya hanya butuh pengakuan, padahal pengakuan itu tidak penting. Ya, saya lebih baik melakukan hal-hal lain yang lebih penting, lebih produktif.
Karena seperti diajarkan dalam workshop yang saya ikuti, aktualisasi diri justru merupakan tahapan paling rendah dari seseorang. Terbalik dari teori Maslow (Maslow’s hierarchy of need) yang menyatakan bahwa aktualisasi diri justru kebutuhan manusia yang paling tinggi, menurut workshop yang saya dapatkan, itu justru merupakan kebutuhan mendasar, jadi apabila orang sudah tidak merasa perlu aktualisasi justru kehidupan spritualnya sudah sangat tinggi. Dan saya sangat percaya itu.
Nah, kembali ke pernyataan dosen saya, saya jadi menyimpulkan, saya
tidak peduli dengan aktualisasi diri saya, maka aktualisasi diri dan
kegiatan-kegiatan yang mendukungnya tidak penting lagi untuk saya, jadi,
seharusnya itu tidak menjadi sesuatu yang mengganggu pikiran saya.
Ya, sekarang saya mulai membiasakan diri untuk selalu berpikir ulang
untuk melakukan sesuatu. Terimakasih pak
dosen, terimakasih juga buat sahabatku.
Komentar
Posting Komentar