Mind should be over matter

Mind should be over matter; what you don’t mind, it doesn’t matter……

Itu yang disampaikan oleh dosen saya, mentor saya.  Siang itu, saya makan siang dengan beliau, setelah sekian lama tidak berjumpa.   Suatu kehormatan bagi saya untuk dapat undangan makan siang dengan beliau di tengah kesibukannya.

Rupanya, beliau juga sudah lama ingin sekali bertemu dengan saya, setelah beliau mendengar permasalahan yang menimpa saya.  Beliau menanyakan kabar saya lewat mantan teman-teman saya di kantor yang lama. Saya terharu mendengarnya, artinya beliau sangat peduli pada saya.

Dan makan siang itu pun menjadi sarat makna.  Banyak nasihat yang saya dapatkan dari beliau.  Beliau bilang, jangan pikirkan hal-hal yang uncontrollable, apalagi yang menyakitkan hati.  Semuanya hanya mind games.  Buat apa terus memikirkan kenapa hakim seperti itu, para jaksa seperti itu.  Just focus.  Fokus pada apa yang menjadi tujuan hidup saya.

Dari pertemuan itu saya mengambil pelajaran berharga, saya memang harus cuek pada hal-hal yang tidak penting.  Nah, artinya, saya harus mengawalinya dengan memikirkan, hal-hal apa yang penting buat saya, sebaliknya apa yang tidak penting.  Dari sana, baru saya fokus.

Selama ini, mungkin kita sering terganggu dengan hal-hal yang tidak penting, sehingga kita tidak fokus.  Saya jadi ingat, dulu pernah ikut workshop tentang bagaimana mengeksekusi suatu kegiatan.  Di sana dijelaskan, perencanaan sudah baik, namun kenyataannya, pada saat eksekusi malah berantakan.  Hal yang sering membuat eksekusi jadi berantakan adalah gangguan-gangguan kecil yang mengganggu konsentrasi kita, yang mengalihkan fokus kita, istilahnya whirlwind.

Nah, di kehidupan kita, kita sering terganggu dengan hal-hal kecil yang sebenarnya tidak terlalu penting.  Kita kadang-kadang tidak pede dengan penampilan kita, atau kita suka memikirkan, apa kata orang ya.  Padahal itu semua tidak penting.  Cuek aja lagi….

Saya sendiri pernah mengalami beberapa situasi yang membuat saya galau, namun seorang sahabat selalu menyadarkan saya dengan pertanyaan: penting ga?  Apabila sudah dihadapkan pada pertanyaan itu, saya selalu berpikir ulang dan kemudian bisa berkata: never mind.  Waktu itu kejadiannya tidak penting, saya diundang ke acara yang akan dihadiri oleh para lawan politik saya.  Saya berkeras ingin datang, hanya untuk menunjukkan bahwa saya baik-baik saja.  Dan sahabat saya bertanya:  penting ga?  Saya tersadar, itu hanya ego saya semata, saya hanya butuh pengakuan, padahal pengakuan itu tidak penting.  Ya, saya lebih baik melakukan hal-hal lain yang lebih penting, lebih produktif.   

Karena seperti diajarkan dalam workshop yang saya ikuti, aktualisasi diri justru merupakan tahapan paling rendah dari seseorang.  Terbalik dari teori Maslow (Maslow’s hierarchy of need) yang menyatakan bahwa aktualisasi diri justru kebutuhan manusia yang paling tinggi, menurut workshop yang saya dapatkan, itu justru merupakan kebutuhan mendasar, jadi apabila orang sudah tidak merasa perlu aktualisasi justru kehidupan spritualnya sudah sangat tinggi.  Dan saya sangat percaya itu.

Nah, kembali ke pernyataan dosen saya, saya jadi menyimpulkan, saya tidak peduli dengan aktualisasi diri saya, maka aktualisasi diri dan kegiatan-kegiatan yang mendukungnya tidak penting lagi untuk saya, jadi, seharusnya itu tidak menjadi sesuatu yang mengganggu pikiran saya.

Ya, sekarang saya mulai membiasakan diri untuk selalu berpikir ulang untuk melakukan sesuatu.  Terimakasih pak dosen, terimakasih juga buat sahabatku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...