Persaingan

A flower does not think of competing to the flower next to it.  It just blooms.

Persaingan bisa terjadi dimana saja, mulai dari hal sepele, yang ga penting, sampai yang sangat serius, seperti terkait jabatan.  Saya pernah menghadapi persaingan yang sangat tidak penting.  Seorang ibu muda merasa tidak suka ketika saya berteman di facebook dengan guru musik anak-anak kami, dia langsung bertanya dengan sewot dan langsung menambahkan sang guru di facebooknya. Sungguh tidak penting.

Memang kadang-kadang kita dihadapkan pada persaingan tidak penting yang membuang waktu percuma.  Kadang kita berusaha untuk mengabaikan hal-hal tidak penting, namun pihak lain malah menganggap hal itu penting, sehingga perlu dipersaingkan.

Entah mengapa, sejak kecil saya selalu terlibat persaingan.  Saya sendiri bukan tipe yang ambisius, senang bersaing, saya adalah orang yang cuek.  Namun, justru banyak orang yang ingin bersaing dengan saya.  Sejak kecil, di SD, ada seorang anak yang selalu berusaha jadi juara, dan saya dengar, bapaknya selalu bilang, harus dapat mengalahkan saya.  Sampai ketika akan melanjutkan ke SMP, bapaknya bertanya pada saya, SMP mana yang akan saya pilih, karena anaknya akan disekolahkan di SMP yang sama agar terus terpacu untuk bersaing dengan saya.  Sungguh aneh.

Di SMP saya tidak pernah punya ambisi untuk jadi aktivis, jadi pengurus OSIS.  Tidak diduga, saya terpilih jadi ketua OSIS, dan semakin banyak yang ingin menyaingi saya.  Padahal, saya saja tidak habis pikir, kenapa saya terpilih jadi Ketua OSIS, karena saya sebenarnya tidak mau repot.  Bahkan, ketika saya disuruh berpidato pada saat terpilih, saya pidato tanpa berpikir banyak, tanpa teks.  Para pesaing saya sudah mencibir, yakin bahwa saya tidak dapat berpidato.  Ternyata kecuekan saya membuahkan hasil, banyak yang terpesona dengan pidato saya.  First impression is important.  Haha….

Di jenjang berikutnya pun selalu terjadi seperti itu.  Jujur, saya cape juga menghadapi para pesaing ini.  Apapun yang saya lakukan, ada saja yang ingin menyainginya.  Bahkan teman-teman saya dengan iri membicarakan saya yang lulus lebih cepat dibandingkan yang lain.  Mereka tidak tahu, nilai saya ibaratnya rantai Carbon, penuh dengan nilai C.

Di tempat kerja pun seperti itu, saya selalu dapat saingan.  Padahal saya selalu cuek dengan sekitar saya, mengerjakan sesuatu apa adanya, tidak pernah berusaha mengambil muka.  Namun, tetap saja, orang ingin bersaing dengan saya.  Cape deh….

Dan persaingan untuk memperoleh jabatan ternyata yang paling menyakitkan untuk saya.

Seorang kolega saya bilang, saya ini ibaratnya selalu terbawa ombak ke atas, sehingga karir saya terus menanjak.  Yah, saya memang tidak pernah merencanakan, apalagi memetakan jalur karir saya.  Saya sungguh kagum kepada seorang teman perempuan yang punya target dalam 4 tahun harus sudah jadi Manajer.  Dan apa yang terjadi?  Setelah menikah, dia malah yang paling cuek bekerja dan akhirnya malah mengundurkan diri.  Padahal, dia salah seorang di batch saya yang saya jagokan akan jadi icon perempuan karir yang hebat.

Akhirnya, saya menjadi korban dari persaingan.  Ya, di tempat kerja terakhir, saya yang tidak pernah menyadari adanya persaingan, akhirnya babak belur.  Seorang kerabat bilang, saya terlalu naïf, saya masih sibuk berbaik sangka, sementara yang lain sudah berperang.  Yah sudahlah, saya memang terlempar, malah ditenggelamkan, namun mungkin inilah persaingan.  Siap atau tidak siap, kita harus bisa menyelamatkan diri, bisa survive.  Saya belajar banyak dari persaingan ini dan mudah-mudahan di kemudian hari, saya bisa lebih waspada, sehingga tidak menjadi korban lagi.


Winners forget they're in a race, they just love to run.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...