Tahanan Kota

Kalau ibu tidak bisa ikut berlibur ke luar kota, kalian tetap berangkat ya, sayang tiket dan hotelnya, biar tiket ibu saja yang hangus, tapi yang lain ga dan kalian tetap bisa liburan. Itu kata-kata saya pada suatu hari di hari libur ketika saya dan anak-anak pergi ke luar kota.  Si sulung sempat protes, katanya ngapain sih saya ngomong begitu, merusak suasana saja, karena si kecil langsung khawatir, nervous.  Keesokan harinya, peristiwa yang tidak akan pernah saya lupakan pun terjadi: saya ditetapkan jadi tahanan kota!

Saya pun benar-benar tidak bisa pergi liburan, pembicaraan kemarin seperti firasat saja.  Saya pun hanya bisa mengantar anak-anak sampai bandara.  Untungnya, semua sudah saya persiapkan matang-matang, pengaturan penjemputan, penyewaan mobil selama mereka di sana sampai nanti pengantaran mereka ke bandara untuk pulang.  Anak-anak pun terlihat tegar, walaupun awalnya sempat ragu meninggalkan saya dan saya tahu si bungsu sedih setiap mengingat saya selama liburan itu.

Sejak liburan itu, mereka tidak mau lagi pergi berlibur tanpa saya, sehingga setiap liburan, kami hanya menikmatinya di dalam kota.  Anak-anak pun terlihat tidak masalah, hanya si kecil yang sering bercita-cita kalau masalah saya selesai, dia ingin berlibur ke luar kota.  Baiklah.....

Namun, sebagaimana yang saya yakini bahwa semua hal ada sisi positifnya, maka menjadi terkekang, terkungkung di dalam kota juga punya sisi positif.  Yang pasti, saya bersyukur masih ada di luar, masih bisa jalan-jalan dan beraktivitas di kota.  Nasib saya masih lebih baik daripada yang terkungkung di dalam sana.  Sisi baik lainnya, ketika saya menyaksikan televisi, melihat kemacetan jalan yang menuju bandara, maupun jalan ke luar kota, juga kemacetan jalan-jalan di kota wisata, saya pun bisa bersyukur karena saya bisa mengebut di jalan-jalan kota saya yang sangat lengang, berbeda jauh dengan kondisi di hari-hari lainnya yang begitu macet, padat merayap.  Dan, saya pun jadi tidak punya pilihan lain, yaitu untuk tetap bekerja di saat yang lainnya berlibur, jadi saya tetap produktif di hari libur dan bisa lebih produktif karena tidak terjebak kemacetan. Di sisi lain, saya jadi berhemat, saya saving banyak karena tidak berlibur ke luar kota atau ke luar negeri, ga usah keluar uang untuk tiket pesawat, hotel dan lain-lain.  Sungguh penghematan yang sangat banyak di tengah kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan dan tentunya di masa penghasilan saya juga sedang menurun.  Mudah-mudahan pola hidup seperti ini jadi kebiasaan kami, jadi kebiasaan anak-anak.  Amin.....

Nah, ternyata kondisi saya yang seperti ini tetap punya sisi positif kan.  Yah, dinikmati aja, walaupun jauh di lubuk hati yang paling dalam, saya masih berharap, nanti kan juga ada waktunya saya bisa berlibur lagi.  Siapa sih yang mau selamanya terkungkung? Semangat!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...