Coaching


Coaching: from coach: a person who teaches and trains an athlete or performer, a person who teaches and trains the members of a sports team and makes decisions about how the team plays during games, a private teacher who gives someone lessons in a particular subject.

Hari-hari terakhir ini saya banyak berhubungan dengan para pengajar dari suatu lembaga pelatihan, tapi mereka tidak mau dibilang training, karena mereka mengklain, mereka memberikan coaching.  Ya, coaching memang berbeda dengan training.  Tapi, sebenarnya, kalau dilihat artinya, ya hampir sama lah.  Namun, mereka mengklaim bahwa kalau pelatihan itu biasanya satu arah, sementara coaching lebih ke pendampingan, jadi mereka yang menggali dari para peserta, kemudian membimbing untuk mencapai tujuan dari pelatihan.  Baiklah, whatever you say…..

Saya jadi ingat, ketika ditugaskan di bagian personalia, saya begitu lekat dengan kata-kata coaching ini, juga mentoring.  Dulu, kami sebagai pimpinan memang diminta melakukan coaching dan mentoring kepada anak buah, untuk menyiapkan kaderisasi.  Bahkan, saya ingat, kami semua diukur kemampuan coaching dan mentoringnya oleh lembaga assessment.  Syukurlah, coaching dan mentoring saya tergolong baik, sehingga saya dinilai bisa melakukan kaderisasi dengan baik.

Nah, kembali ke masalah coaching, dengan posisi saya seperti itu, sudah banyak orang yang saya coaching dan akhirnya saya bisa berbangga hati karena rata-rata orang yang saya coaching berkinerja baik.  Jadi, saya boleh berbangga hati, boleh mengklaim bahwa saya seorang coach yang berhasil…..

Dan ternyata, yang paling susah itu adalah melakukan coaching untuk asisten rumah tangga baru.  Kali ini, saya setuju, istilah yang tepat bukan training, karena rata-rata asisten rumah tangga yang saya rekrut sudah pernah bekerja di tempat lain, jadi sudah mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.  Nah, masalahnya, kebiasaan-kebiasaan di rumah tangga orang berbeda-beda, inilah yang harus saya coaching.  Biasanya, ada mantan asisten saya yang bersedia untuk mengajarkan, saya tinggal panggil si asisten on call dan dia akan segera datang untuk melakukan coaching selama 1 sampai 2 minggu.  Kali ini, ternyata dia tidak bisa datang dan jadilah saya yang harus melakukan coaching sendiri.

Benar saja, susah juga melakukan coaching untuk asisten saya itu, karena saya tidak bisa terus-terusan mendampinginya, terutama pada saat saya bekerja.  Walhasil, sampai sebulan pun, masih saja ada hal-hal yang belum saya ajarkan, sehingga terus-terusan harus mengelus dada.  Padahal, saya lihat, sang asisten on call cukup melakukan coaching selama 1 minggu, asisten yang baru sudah paham.  Duh, ternyata dengan pengalaman saya melakukan coaching pada ratusan orang, tidak ada artinya untuk coaching 1 orang asisten rumah tangga ini.  Saya mulai putus asa.  Huhuhu…..



I believe that wherever there is mastery,  coaching is occurring, and whenever coaching is done, master will be the outcome - Andrea J Lee

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...