The First to Call
By Mirma Fadjarwati Malik
Saya sering sekali mengalami kejadian dimana saya adalah orang yang pertama diingat pada saat teman saya mengalami musibah. Ga tau kenapa.
Boss perempuan saya juga begitu, kadang-kadang miscalled beberapa kali, ketika akhirnya saya angkat, dia cuma bilang, mau cerita sama kamu, tadi saya ketemu pejabat ini, pejabat itu, dll. Dia selalu bilang, yang dia pikir langsung, ah mau cerita ke si mbak.
Saya sering sekali mengalami kejadian dimana saya adalah orang yang pertama diingat pada saat teman saya mengalami musibah. Ga tau kenapa.
Seorang sahabat saya di sekolah dulu, begitu bapaknya
meninggal, yang terpikir cuma satu katanya, saya harus tau, langsung dia
otomatis memencet nomor telepon rumah saya, padahal saat itu dia tau saya
sedang di luar kota.
Seorang sahabat di kantor, begitu bayinya masuk rumah sakit
karena sakit parah, dia minta dokter anaknya di rumah sakit untuk menelepon saya. Tolong telepon si mbak katanya. Si mbak harus tau. Saya pun jadi tergopoh-gopoh datang ke rumah
sakit. Saya pula yang ada di rumah sakit
ketika akhirnya anaknya menghembuskan nafas terakhir. Bahkan sang teman masih
sempat meminta saya menggendong bayinya karena memang dulu kalau bayinya dibawa
ke kantor dan rewel, begitu saya gendong langsung anteng. Mungkin karena saya gemuk, empuk,
hihihi. Anyway, syukurlah, saya
berkesempatan mendampingi sahabat saya itu di masa-masa sulitnya.
Kemarin saya cukup shock mendengar kabar, bahwa seorang
sahabat saya di sekolah dulu mengalami stroke.
Keluarganya mengontak saya dan bilang, bisa ga tolong tengok dia? Dia menanyakanmu. Saya langsung galau, karena hari sudah malam,
jadi keesokan harinya, walaupun belum jam besuk, saya berusaha menjenguknya,
walaupun akhirnya ditolak oleh perawat.
Hehe…
Akhirnya saya membesuknya pada jam besuk dan dia sangat
senang. Begitu saya bilang bahwa saya
sudah kasih info di grup bahwa dirinya sakit dan beberapa teman sudah berencana
akan menengoknya, dia bilang, ga perlu repot-repot, cukup dirimu yang
datang. Hanya kamu yang saya harapkan
datang menengok. Saya sudah happy karena
kamu datang. Speechless….
Itu baru di kala orang tertimpa musibah, beberapa kali pun
nama saya disebut duluan bila terjadi peristiwa-peristiwa tertentu. Dari yang ga penting, penting, sampai dengan
yang penting banget.
Boss perempuan saya juga begitu, kadang-kadang miscalled beberapa kali, ketika akhirnya saya angkat, dia cuma bilang, mau cerita sama kamu, tadi saya ketemu pejabat ini, pejabat itu, dll. Dia selalu bilang, yang dia pikir langsung, ah mau cerita ke si mbak.
Lucu juga ya, kenapa nama saya yang sering melintas di benak
teman-teman saya, bahkan sampai si boss.
Saya jadi berpikir, siapakah gerangan orang yang selalu terlintas di
benak saya, yang ingin selalu saya ceritakan apapun kejadian yang menimpa
saya? Ya, memang ada, saya juga suka
terpikir, terlintas begitu saja, nama seorang sahabat saya. So, saya pikir, wajar kalau memang kita punya
seseorang yang kita anggap paling pas untuk diajak bicara atau diminta
bantuannya, karena kita percaya bahwa orang itu akan merespons sesuai yang kita
harapkan.
Baiklah, saya bersyukur karena cukup banyak teman yang
menganggap saya seperti itu, artinya cukup banyak teman yang percaya pada saya.
Ketika kemudian saya membesuk lagi teman saya itu, seorang
sahabat kebetulan menemani saya dan
mendengar sendiri perkataan si sakit. Dengan
kegeeran pun saya bilang, emang saya orangnya ngangenin ya? Dia pun bilang: sangat! Ciyus? Hahaha….
Komentar
Posting Komentar