Saltum
Saltum: salah kostum, memakai baju atau seragam beda dengan yang lain.
Kalau bicara masalah saltum, begitu banyak pengalaman
menarik yang saya ingat.
Dulu saya pernah diajak pacar ikut acara kantornya, semacam
corporate gala dinner gitu. Lokasinya
pun di hotel mewah. Di perjalanan, sudah
kerasa bahwa pacar saya kurang suka dengan pakaian saya. Herannya, kenapa ga bilang dari awal ketika
menjemput di rumah saya. Saya sendiri
memang ga punya banyak baju, apalagi yang “wah”, jadi selain adanya modelnya
sederhana, juga sering dipakai terus-terusan.
Jadi, entah pacar saya bosan lihat baju saya itu-itu melulu, atau memang
dianggap kurang keren, jadi kayaknya sepanjang perjalanan, ada saja komennya
yang bikin mangkel. Ketika sampai di
tempat tujuan, ketika kami di tempat parkir, benar saja, teman-teman pacar saya
bajunya keren-keren, terutama yang perempuan pakai lengan panjang, sementara,
saya lengan pendek mengarah you can see.
Jadilah debat terbuka di mobil, sampai saya ngambek dan tidak mau turun
dari mobil. Saya bilang, saya nunggu di
mobil aja deh, daripada kamu malu. Tapi,
lama kelamaan, bête juga nunggu di mobil.
Akhirnya saya turun dan duduk-duduk di coffee shop. Saya pun dapat kenalan baru dan malah jadi
asyik mengobrol sampai tidak menyadari, acara kantor pacar sudah selesai dan
mereka ternyata mendatangi saya ke coffee shop.
Teman-teman pacar pun bertanya, kenapa saya kok ga bergabung di acara
mereka? Dengan sombong pun saya berkata,
oh maaf, kebetulan saya punya janji lain di sini. Qiqiqi….
Anak-anak saya pun pernah saltum di sekolah, tapi ternyata
reaksinya berbeda. Si kakak selalu cuek
kalau saltum, tetap masuk sekolah seperti biasa. Sementara si adik, pasti langsung pulang, ga
jadi masuk sekolah, kalau ternyata dia saltum.
Yang pasti, saya marah pada diri sendiri kalau anak saya sampai saltum,
karena saya biasanya rajin memeriksa pemberitahuan atau buku penghubung dari
sekolah anak-anak. Jadi, kalau sampai
anak-anak saltum, rasanya gimana gitu…
Istri teman saya sering saltum, tapi kalau dia, lebih
tepatnya overdressed. Itu pun yang
bercerita adalah suaminya sendiri.
Namun, suatu waktu, saya berkesempatan menjadi saksi mata atas
saltumnya. Waktu itu ada perayaan ulang
tahun kantor di café yang kebetulan temanya memang santai. Sementara saya dan perempuan-perempuan
lainnya memakai t-shirt dan jeans, istri teman saya memakai baju formal dengan
rambut disasak. Tapi, dia pede aja
tuh. Begitu juga suaminya, yang berjalan
di sampingnya dengan menggunakan t-shirt dan jeans. Hehehe….
Memang susah jadi istri kalau pas diundang ke acara kantor
suami, karena kita sering tidak tau kebiasaan karyawati di sana. Jadi sering overdressed, karena takut saltum
yang malah terlalu santai atau tidak pantas, yang under lah. Jadi, biasanya kita mending overdressed,
lebih rapi.
Untungnya, para panitia yang berasal dari instansi yang
dipimpin oleh kakak ipar saya, baik karyawatinya atau istri karyawannya, memang
memakai kebaya. Jadilah saya mingle
dengan mereka. Saya bilang ke teman
saya, duh saya berasa ibu pejabat deh, sang teman pun menjawab, kan memang ibu
pejabat, wkwkwk….
Tapi ternyata, karena gaya saya yang berbeda, memang banyak
pejabat di instansi tersebut yang menyangka, saya lah yang mewakili
keluarga. Juga, karena memang kebetulan
saya sering beredar di instansi tersebut karena mencari proyek, banyak di
antara pejabat yang kenal dengan saya.
Walhasil, saya memang banyak diikuti oleh ipar-ipar yang minta
dikenalkan ke pejabat ini-itu.
Kemana-mana mereka nginthil saya, hahaha….
At the end of the day, saya pikir, ternyata ada bagusnya
juga saya saltum, saya jadi eye catching dan semua orang yang ingin akrab
dengan kakak ipar saya yang sedang jadi tuan rumah itu, malah berusaha
berkenalan dengan saya. Dan yang paling
penting, karena saya akhirnya mingle, beredar, dan berkenalan dengan banyak
orang, saya pun ditawari proyek.
Hahaha….
See, everything has a good side, saltum membawa berkah,
gara-gara saltum, saya dapat proyek…..
Komentar
Posting Komentar