Campak Mencampak
Baru-baru ini teman saya cerita bagaimana dia mencampakkan pacar-pacarnya satu demi satu. Juga bagaimana dia mencampakkan teman-temannya yang dia anggap tidak benar. Sebenarnya, dia sedang berbangga hati, bragging, bahwa dia benar-benar sangat memilih siapa yang bisa jadi temannya, karena dia punya prinsip bahwa dalam pertemanan pun harus bibit, bebet, bobot. Saya sebenarnya heran juga, emang siapa lo? Apa sebegitu pentingnya dirinya, sehingga dia membatasi pertemanan? Apa begitu banyak orang yang mengantri ingin menjadi temannya? Yang terlintas di pikiran saya bukan kekaguman, namun saya pikir, wah, suatu saat saya juga akan dicampakkan, kalau dia sudah tidak perlu lagi sama saya. Yah, ibaratnya, habis manis sepah dibuang. Jadi, ada baiknya saya melarikan diri saja, itu bahasa halusnya bahwa saya yang malahan ingin mencampakkan dia. Hihihi….
Mulailah saya atur strategi.
Awalnya, saya coba mengumpulkan semua informasi, dari
orang-orang yang telah dia campakkan.
Saya pun coba minta masukan juga dari orang-orang yang saya anggap
senior, yang sudah banyak asam garam kehidupannya.
Saya pun analisa semuanya, termasuk sok analisa dari sisi
psikologisnya, hehehe. Ternyata, semua
yang dicampakkan punya kesamaan, sudah tidak diperlukan lagi. Modusnya pun sama, dia minta dikenalkan ke
orang lain yang dia perlukan dan ketika sudah dikenalkan ke orang lain itu, dia
pun akan meninggalkan orang yang mengenalkannya dan dengan cara yang sama
mencoba memisahkan orang yang baru dia kenal dengan orang yang mengenalkannya. Selalu seperti itu, siklusnya pun selalu sama
dan cara mencampakkannya juga sama. Jadi
saya sudah mulai memahami polanya serta siklusnya, sehingga saya tau dimana
posisi saya dalam siklus, apakah sudah akan dicampakkan atau belum. Saya pun akhirnya lihat, saya ternyata sudah
di ujung, sebentar lagi dicampakkan, karena saya sudah tidak diperlukan. Namun, saya masih punya waktu, karena dia
belum berhasil merebut orang-orang yang saya kenalkan, karena saya sangat
beruntung, orang-orang yang saya kenalkan ternyata jam terbangnya tinggi,
sehingga malah bisa membaca permainan teman saya itu dan malah memperingatkan
saya agar berhati-hati dengan teman saya itu.
Saya pun bikin beberapa alternatif cara untuk bagaimana
untuk melarikan diri. Sebenarnya sih,
bagaimana mencampakkan teman saya itu.
Memang, sakit apabila kita dicampakkan, makanya saya tidak mau
mencampakkan orang, karena saya pernah merasakannya. Namun, kalau liat kondisi saat ini, saya
hanya punya 2 pilihan, dicampakkan atau mencampakkan. Yah, saya terpaksa memilih mencampakkan.
Akhirnya kesempatan itu tiba, saya bisa meninggalkan dia,
melarikan diri dari dia, ehm, mencampakkan dia.
Saya pun sempat bilang kepada orang yang mengenalkan saya, yang pastinya
sudah dicampakkan, bahwa saya melakukan ini semua untuk menunjukkan sikap saya
membela semua orang yang sudah dicampakkan….
Anyway, plis jangan mencampakkan orang, karena kita
seharusnya memahami, bahwa Tuhan telah mengatur bahwa semua orang yang kita
kenal dalam hidup ada tujuannya, pasti ada manfaatnya atau hikmah di baliknya. There will
always be a reason why you meet people; either you need them to change your
life or you’re the one that will change theirs….
Saya pun juga mengambil hikmahnya dari pertemanan saya yang
sebentar itu, bahwa selain saya menjadi lebih alert, lebih menghargai diri
sendiri dan bisa mengontrol diri saya sendiri, hal lainnya, saya belajar banyak
dari teman singkat saya itu, bagaimana cara dia menjalani roda
perusahaannya. Jadi, apapun yang telah
saya jalani, pasti ada pembelajarannya.
Di sisi lain, mudah-mudahan dia pun mendapatkan pembelajaran dari
perjalanan singkatnya dengan saya.
Sometimes people come
into your life for a moment, a day or a lifetime. It matters not the time they spent with you,
but how they impacted your life in that time.
No one comes into your life by accident.
Everyone that crosses your path serves a purpose….
Komentar
Posting Komentar