Tas Plastik Kresek
Suatu ketika, kami sedang nge-teh cantik, minum teh sambil
chit chat. Lawyer saya, teman penulis
saya dan saya sendiri. Sang lawyer baru
saja pulang dari luar kota dan membawakan kami oleh-oleh yang diletakkan di tas
plastik kresek warna hitam. Rupanya,
saking asyiknya kami ngobrol, kantong plastik kami itu terdorong sampai ke meja
lain di sebelah kami. Ketika ada tamu
yang akan duduk di meja tersebut, 2 orang gadis muda, salah seorang di
antaranya memungut tas kresek kami dengan jijik dan bertanya: ini punya
ibu? Kami semua ngakak karena cara dia
memegang tas kresek itu seperti jijik.
Hahaha….
Setelah pertemuan itu, saya pun pergi ke coffee shop yang
lain karena ada janji berikutnya, masih di mall yang sama. Dengan pede, saya menenteng tas kresek hitam
itu, dan ketika bertemu teman saya, dengan bengong dia bilang, lo tadi bawa
plastik kresek itu ke tempat nge-teh?
Ckckck, keterlaluan. Teman saya
pun menjelaskan panjang lebar, bahwa tempat ngeteh saya tadi itu tempat
perempuan-perempuan yang menghabiskan uang suaminya atau bapaknya. Saya pun ngakak, saya bilang, pantesan tadi
kamu ga mau saya ajak ke sana, karena memang mayoritas ibu-ibu. Ketika saya menceritakan kejadian soal tas
kresek kami, teman saya yang laki-laki ini bilang, ya iya lah, gadis-gadis itu
ga pernah kali megang tas kresek sebelumnya.
Hahaha….
Anyway, saya tidak mau membahas masalah tas plastik
kreseknya sebenarnya, tapi saya hanya ingin membahas, betapa cewe-cewe atau
para ibu yang tadi ngeteh cantik itu jangan-jangan memang tidak merasakan susah
payahnya mencari uang. Gadis yang dengan
jijik memegang tas kresek kami juga mungkin belum pernah banting tulang seperti
kami bertiga. Memang kami bertiga, sang
lawyer, sang penulis dan saya hari ini niat banget mau ngeteh cantik di tempat
yang agak gaya, karena ceritanya kami sedang RUPS bertiga. Jadi sang lawyer bilang, biar keren, kita
RUPS di tempat yang agak wah dong. Kami
lupa, bahwa kadang-kadang penampilan tuh perlu juga, karena kalau kami
mikirnya, kami bisa bayar kok….
Bicara tentang penampilan dan kemampuan membayar, lawyer
saya memang cuek. Penampilannya biasa
saja walaupun sebenarnya barang-barangnya bermerek. Atau, karena saya yang tidak perhatian ya,
jadi saya ga ngeh? Hihihi….
Namun, di sisi lain, demi menghindari beban di pundaknya,
dia pun sering membawa tas geret, yang masih agak asing di sini, sehingga
sering menjadi perhatian orang. Bahkan
saya pun ditawari untuk dihadiahi tas geret pun ogah. Dan, saking cueknya, ya
itu tadi, peristiwa tas kresek.
Hahaha….
Padahal, jangan ditanya, klien-kliennya kelas kakap, jadi
pasti dong penghasilannya juga besar.
Tapi, satu hal yang sangat saya hargai, sang lawyer bersedia jadi lawyer
saya yang bukan siapa-siapa ini dan malahan kadang-kadang, ehm, mau melakukan
legal review dengan cuma-cuma, untuk menjaga saya supaya tidak terjerumus. Di sisi lain, dia juga sering mentraktir saya
dan juga jadi teman gossip atau curcol, bahkan kadang bertindak sebagai kakak. Yang pasti, curhat atau gossip ga di charge
lah. Sungguh beruntung saya dapat menambah satu orang teman baik dan tulus di
kala saya terjatuh dan dijauhi teman-teman lama. Makasih ya bu…..
Dan, moral of the story, sebagaimana pepatah bilang, don’t
judge the book by it’s cover, jangan menilai buku dari sampulnya, jangan
menilai orang dari penampilan luarnya, tepatnya, jangan menilai seseorang darii
tas plastik kresek hitamnya. Hahaha……
Dedicated to my
lawyer, who also my big sis and my best friend…..
Komentar
Posting Komentar