Nilai Rapor


Ketika tiba pengambilan rapor, si sulung ngotot sekali supaya saya yang mengambil, bukan bapaknya.  Bahkan dia berusaha supaya bapaknya ga tau kalau ada pengambilan rapor.  Hihihi….

Ternyata, rapornya memang tidak membanggakan, cenderung membuat saya malu, tapi saya tidak mau menghakiminya, jadi, saya telan saja seluruh nasihat dari wali kelasnya.  Saya pun tidak memarahi si sulung, karena yang saya lihat, dia pun sebenarnya sudah merasa terhukum dengan angkanya yang kurang baik itu.

Nah, saya sendiri jadi flashback, mengingat-ingat kembali masa lalu saya, apakah saya pernah menghadapi situasi yang sama.  Suatu ketika, saya mendapatkan angka rapor merah, padahal pada hari pengambilan rapor, kami akan pergi camping, jadi saya sudah duduk manis di truk tentara.  Saat itu, ibu sedang dinas ke luar kota, sehingga ayahlah yang mengambil rapor kami.  Benar saja, keluar dari gerbang sekolah, ayah terlihat celingak celinguk mencari saya, sayapun bersembunyi di dalam truk.  Aman lah saya.  Fuih…

Berbeda dengan saya, seorang teman saya, walaupun sudah sembunyi di dalam truk, ibunya dengan lantang memanggil namanya, sehingga semua orang pun menengok.  Sang teman pun terpaksa turun dari truk dan menghadapi omelan ibunya.  Untunglah, setelah puas mengomel, ibunya memperbolehkan teman saya untuk tetap mengikuti acara camping kami.

Pernah pula suatu ketika, ibu yang akan mengambil rapor saya.  Ketika akan menuju ruang kelas saya, terlihat wakil kepala sekolah, yang kebetulan masih kerabat kami, sedang berjalan menuju ke arah kami.  Saya sangat takut, apabila ibu berpapasan dengan sang wakil kepsek, pasti sang wakil kepsek akan membahas tentang perilaku saya di sekolah, yang, ehm, kurang baik dibandingkan dengan kakak-kakak saya.  Saya pun akhirnya memaksa ibu untuk berbelok ke kelas lain, pura-pura ingin menunjukkan sesuatu.  Ibu pun terlihat bingung, tapi tetap menuruti ajakan saya.  Sang wakil kepsek pun lewat, saya kembali mengajak ibu keluar kelas lain itu dan kembali berjalan menuju kelas saya.  Ibu pun bilang dengan tenang, tadi ada wakil kepsek ya?  Haha, ternyata ibu tahu apa yang saya tutup-tutupi.  Namun apa daya,  hidup sudah diatur, begitu kami selesai mengambil rapor, tanpa sengaja, ibu pun berpapasan dengan wakil kepsek, di belokan lorong kelas.  Apa boleh buat, keluarlah seluruh petuah wakil kepsek tentang saya.  Untunglah, ibu tidak berkomentar, karena untungnya, saat itu nilai rapor saya tidak buruk.  Fuih….

Kembali ke nilai rapor anak saya, karena ada nilai mata pelajaran yang kurang baik, maka anak saya memang saya berikan les tambahan di rumah sejak beberapa bulan yang lalu.  Ketika guru les privatnya mengetahui nilai mata pelajaran yang diajarkannya sangat buruk, sang guru pun mulai mengomel.  Saya yang mendengarnya mendadak panas hati, karena terus terang, nilai saya pada mata pelajaran yang sama juga buruk, hihihi.  Akhirnya saya menengahi, saya bilang, gapapa nilainya buruk, yang penting nanti bisa diperbaiki, saya aja yang dulu nilainya merah, bisa kok diterima di universitas terbaik di negeri ini.  Jadi, stop lah pembicaraan mengenai nilai rapor yang jelek itu.  Ketika akan pulang, sang guru tiba-tiba bertanya, maaf bu, ibu dulu ambil jurusan apa?  Saya pun gelagapan.  Saya pun terpaksa menjawabnya.  Dan sang guru pun sambil senyum-senyum bilang, oh pantes ya bu, mata kuliah nya tidak ada yang sesuai mata pelajaran yang nilainya buruk ya.   Saya pun tersenyum kecut, yah, memang tadi itu saya hanya bluffing saja, hahaha…..

Anyway, si sulung pun akhirnya jadi semangat, tidak kecil hati karena mendapatkan nilai buruk, karena berkaca dari ibunya, masih ada waktu, masih ada kesempatan untuk memperbaiki.  Semangat ya nak….

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...