Kebebasan Berekspresi
Beberapa waktu yang lalu, saya membuat tulisan di blog tentang perasaan saya terhadap seseorang. Beberapa teman yang membaca langsung komen, itu terlalu nyata, sebaiknya kamu hapus saja.
Saya sempat protes, saya pikir, itu hak saya untuk menulis
tentang apa saja, menguraikan apa yang ada di benak saya. Namun, seorang sahabat mengingatkan, kamu
sedang berperang, jangan sampai musuhmu membaca strategimu. Baiklah.
Saya pun menghapus tulisan saya.
Namun, yang terjadi kemudian, selama berhari-hari saya malah
jadi blank, ga punya ide untuk menulis.
Mungkin karena saya merasa kebebasan berekspresi saya telah
direnggut. Hahaha lebay….
Anyway, kalau membahas urusan kebebasan berekspresi, banyak
kejadian di sekitar saya yang terkait dengan hal ini dan kadang-kadang
mengundang senyum. Anak-anak saya pun
sering menuntut kebebasan berekspresi, sehingga dinding rumah pun penuh lukisan
abstrak hehehe…
Ketika saya kecil pun, saya sangat paham artinya kebebasan
berekspresi. Saya menggambar ikan pakai
pinsil warna di lukisan di ruang tamu rumah saya. Memang, lukisannya adalah tentang keindahan
sebuah danau di tengah hutan. Saya pun
jadi punya ide untuk menambahkan beberapa ekor ikan di danaunya. Orang tua saya tidak memperhatikan sampai
suatu ketika seorang tamu bertanya, kenapa ada goresan pinsil warna di lukisan
itu. Untungnya, orang tua saya justru
menghargai usaha saya, kreatifitas saya, sehingga tidak memarahi saya atau membuang lukisan itu, jadilah lukisannya dipindah ke lorong
menuju kamar tidur, yang tidak terlihat oleh para tamu. Hihihi….
Saya pun tergerak untuk mengomentari fenomena saat ini,
betapa hingar bingar di medsos yang menggambarkan betapa sekarang ini orang
sudah sangat bebas berekspresi, kadang-kadang malah kebablasan. Syukurlah, saya sudah tidak aktif lagi di medsos,
jadi tidak perlu pusing kalau ada yang nyinyir kepada saya, seperti ketika saya
masih aktif di medsos dan kebetulan mempunyai jabatan yang mengatur kebijakan
pegawai. Duh, ada aja pegawai yang
menuliskan ekspresinya di wall saya.
Disitu kadang saya merasa sedih.
Wong cuma menjalankan kebijakan pimpinan, kok malah saya yang dibully
dimedsos.
Anyway, akhirnya saya mulai bisa menulis lagi. Perlahan, kebuntuan di benak saya mulai sirna
dan saya sudah bisa mulai menulis lagi, sudah bisa kembali memiliki kebebasan
berekspresi saya, dan tentunya, jadi bisa sharing lagi kepada teman-teman yang
memang suka membaca tulisan saya.
Semoga, apapun yang saya tulis, walaupun seringnya isinya curcol, ada
manfaatnya buat semua orang yang membacanya.
Amin..
Komentar
Posting Komentar