Opportunity Loss
Opportunity loss: The most highly valued use of resources (cf. the most highly valued alternative use). It is used especially in the context of decision-making under uncertainty, when the value attributed to obtaining additional information depends on the opportunities thereby created. It is the cost of not selecting the most highly valued use.
Ketika saya ditugaskan mengurusi seluruh teman-teman saya di
kantor, saya memang banyak menelurkan peraturan kepegawaian, guna merapikan
sistem yang ada. Waktu itu saya mereview
jabatan-jabatan yang ada di perusahaan dan mulai memilah, mana yang masuk
kategori fungsional, mana yang bukan.
Ada beberapa jabatan yang tadinya diikutkan sebagai fungsional, namun
jadi status quo ketika jabatan fungsional lainnya dirapikan, tepatnya diberikan
reward yang lebih baik. Saya yakin,
kenapa jabatan itu tidak diikutkan, dibuat status quo, pasti karena pimpinan
sebelumnya masih ragu. Jadi, daripada
tidak ada kepastian, jabatan-jabatan yang dulu dianggap fungsional itu pun saya
ubah menjadi sama dengan yang lainnya, tidak ada keistimewaannya, namun
mengingat semua jabatan mendapatkan kenaikan gaji, jadi merekapun dapat
kenaikan gaji seperti jabatan lainnya yang bukan fungsional. Mulailah arus protes melanda saya. Mereka-mereka yang mempunyai jabatan tersebut
pun mengadukan saya ke pimpinan sambil membawa hitungan masing-masing, mereka
mengklaim, saya telah merugikan mereka.
Untungnya, pimpinan saya arif dan bijaksana, saya hanya diminta untuk
mempelajari hitungan-hitungan mereka.
Saya pun terkejut, rasanya ingin tersenyum, tersenyum kecut sih, hehehe. Saya lihat hitung-hitungan mereka, ternyata
bukan kerugian, namun opportunity loss.
Mereka bilang, apabila saya menyamakan jabatan mereka dengan jabatan
fungsional yang lainnya, dan diberlakukan surut, maka mereka seharusnya
mendapatkan gaji sebagaimana yang mereka hitung sendiri dengan asumsi
tersebut. Nah, selisihnya itulah yang
mereka klaim ke perusahaan. Lho, itu kan
asumsi mereka, itu kan hanya opportunity loss yang mereka andaikan. Ckckck.
Jadi saya laporkan hasil analisa saya dan saya usul supaya pimpinan
memanggil mereka dan memberikan pilihan, apakah mau tetap status quo, yang
artinya tidak ikut kenaikan gaji sama sekali, atau mau ikut usulan saya. Sekali lagi, untungnya pimpinan saya arif dan
bijaksana, mereka diberi pilihan dan akhirnya memilih untuk usulan saya
dijalankan, daripada tidak dapat apa-apa.
Yah, akhirnya saya jalan terus saja, kan protes itu juga berlalu. Ibarat pepatah, anjing menggonggong, kafilah
berlalu. Qiqiqi….
Nah, saat ini teman saya lagi menghitung, berapa opportunity
loss yang akan menimpa dia setelah dia mencoba untuk mengirit pengeluarannya,
menolak permintaan gaji calon karyawannya.
Teman saya dengan pede menawar serendah-rendahnya, karena menurut dia,
belum ada tambahan pendapatan di perusahaan dan dia sempat curcol kemana-mana
bahwa calon karyawannya meminta terlalu tinggi, kemahalan. Padahal calon karyawannya itu juga saat ini
statusnya tidak jelas, pasti BU sudah untung dibantu, begitu yang ada di
pikiran teman saya. Teman saya bilang,
mau dibantu tapi malah minta mahal.
Jadi, teman saya merasa, dirinya tidak bisa diperas dan dia menolak
permintaan calon karyawannya. Teman saya
merasa, toh selama ini dia bisa jalan sendiri.
Namun, dalam hitungan hari, teman saya mulai tersadar, janji ketemu
klien tiba-tiba batal, padahal sudah last minute. Janji pekerjaan yang tadinya lebih dari 1
pekerjaan, hanya diberikan 1 pekerjaan saja dan itu pun mulai ditawar-tawar. Apakah ini opportunity loss dia? Dia pun speechless. Saya pun speechless, cuma bisa membatin, I’ve
told ya…..
Memang, kadang kita bangga bisa menekan biaya kita
sekecil-kecilnya, tapi kadang kita lupa, biaya itu sebenarnya bisa menciptakan
peluang yang sangat besar, sehingga ketika kita memutuskan untuk tidak
mengeluarkan biaya itu, maka bersamaan dengan itu, peluang kita, bahkan yang
mungkin di depan mata, bisa hilang dengan sekejap. Yah begitulah, opportunity loss, huhuhu…..
Komentar
Posting Komentar