Latihan Tanpa Mama
Aku mau latihan tanpa mama, begitu si kecil tiba-tiba berkata.
Saya sungguh terkejut. Bagaimana mungkin, si kecil yang selama ini saya anggap belum mengerti masalah saya, tiba-tiba memutuskan untuk mempersiapkan diri untuk kejadian terburuk? Ya, bagaimana mungkin si kecil tiba-tiba sadar bahwa dia harus bersiap apabila saya meninggalkannya? Bagaimana mungkin dia sadar bahwa ada kemungkinan saya harus pergi dari sisinya, sewaktu-waktu, secara mendadak, secara tiba-tiba, sehingga ia harus mandiri?
Ingin menangis rasanya mendengar pernyataan itu. Namun saya hanya menahan diri, karena saya
lihat si kecil berkata tanpa rasa sedih.
Saya tercenung, ya, betapa anak-anak saya ternyata tidak
cengeng, walaupun mereka menghadapi masalah yang lebih sulit daripada masalah
yang dihadapi anak-anak seumurannya.
Merupakan anugerah terindah bagi saya mempunyai anak-anak yang kuat,
yang pengertian, yang boleh dibilang lebih cepat dewasa – dalam hal baik –
dibandingkan teman-temannya.
Ya, saya sering merasa sedih apabila membayangkan betapa
anak-anak saya dihadapkan pada masalah yang sangat pelik di usianya yang masih
dini. Bahkan saya pun tidak pernah menghadapi hal seperti ini ketika saya masih
seusia mereka. Dulu, saya tidak pernah
mengetahui isitilah-istilah jaksa, KPK, atau berbagai macam penyakit seperti
kanker, dll. Anak-anak sekarang memang
lebih kaya perbendaharaan kata-katanya karena begitu banyak media atau sumber
informasi yang dapat mereka akses.
Memang sulit untuk membatasi akses anak-anak, sehingga saya
lebih memilih berbicara apa adanya dan memberi penjelasan kepada mereka. Guru si kecil sempat mempertanyakan kebijakan
saya itu, karena menurut gurunya mungkin sebaiknya anak saya belum tahu hal-hal
seperti ini, namun saya berkeras, anak saya harus tau apa yang sedang
dihadapinya dan kemungkinan terburuknya seperti apa, sehingga dia dapat
menyiapkan dirinya. Di sisi lain, saya
juga lebih siap menghadapi apa pun yang akan terjadi, karena saya ingin sekali
bisa berpamitan dengan anak saya apabila saya tiba-tiba harus meninggalkannya. Saya tidak ingin pergi tanpa pesan dan menimbulkan
pertanyaan di benak anak-anak saya.
Lamunan saya terputus ketika si kecil kembali bertanya: kapan
ya aku bisa latihan tanpa mama?
Saya bingung harus menjawab apa, karena saya berharap,
betul-betul sangat berharap, bahwa hal itu tidak akan terjadi. Saya berharap dapat mendampingi anak-anak
saya sampai mereka dewasa.
Ya, mudah-mudahan hal itu tidak pernah terjadi ya nak, mari
kita berdoa nak ….
Speechless…..
Komentar
Posting Komentar