Delivery Girl


Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, bahwa saya harus jadi kurir, mengantarkan barang-barang pesanan orang…..

Karena kami telah bragging, bahwa kami sanggup menyediakan hampers yang kualitasnya bagus dan deliverynya on time, kami kena batunya.  Huhuhu….

Suatu ketika, saya dan sahabat saya mendadak ditanya orang, apakah bisa menyediakan hampers?  Sahabat saya langsung mengiyakan.  Dan semuanya dimulai dari situ.  Setelah merancang beberapa macam hampers, kami pun membuat penawarannya.  Ternyata, kami mendapatkan order itu.  Saya mulai waswas, karena saya sangat mengenal klien ini, jadi kita harus bagus, begitu tekad kami.  Mulai dari pemilihan barang, sampai pengepakannya, semuanya lancar.  Musibah mulai terlihat ketika tiba saat pengiriman.  Kendaraan yang kami sewa mogok.  Duh, sedih banget, yang tadinya kami pikir, pekerjaan mengantar akan selesai semua pada hari itu, menjadi terbengkalai.  Tadinya kami pikir, kami bisa santai, karena kendaraan yang kami sewa juga telah disupiri orang yang kami percayai, jadi kami tinggal santai-santai di rumah atau nge mall, sementara semua barang terkirim dengan sukses.  Ternyata, hanya sebagian kecil yang sudah terkirim, sisanya kembali ke storage. Terpaksa kami bagi tugas, siapa mengantar ke mana. 

Dan mulailah semua pengalaman baru saya sebagai delivery girl….

Yang sering bikin frustrasi, adalah ketika mencari alamat rumah.  Sudah pakai Waze, sering misleading pula, walhasil, saya nyasar sampai jauh.  Benar-benar, malu bertanya sesat di jalan.  Bertanya pun sering tidak tepat.  Sampai puas rasanya dapat jawaban:  wah ga tau ya, saya orang baru.  Huh, heran, segitu banyak orang baru di kota ini!  Dan yang paling membuat patah arang adalah ketika ternyata orangnya sudah pindah rumah dan tidak ada yang tahu alamat yang baru, atau tidak ada orang di rumah.  Mana, para tetangganya cuek, ditanya, ini benar nomor rumah sekian?  Jelas-jelas nomor rumah dia di sebelahnya, jawabnya ga tau.  Gayanya kayak Kermit minum teh: That’s none of my business.  Duh, gimana gitu rasanya.  Saya jadi punya empati pada para kurir yang sering lempar surat ke halaman rumah, karena di rumah saya jarang ada orang.  Hehehe….

Awalnya, saya hanya yang akan mengetuk pintu dan memberitahukan ada pengiriman, serta meminta tanda tangan penerima.  Hamper saya percayakan pada sopir.  Namun, ada kejadian, dimana ternyata pak sopir salah kasih barang, jadi kami terpaksa balik lagi.  Mana jauh, macet pula.  Alhasil, sejak itu saya yang membawa barangnya sendiri, untuk memastikan tidak ada kesalahan lagi.  Ternyata banyak pesanan yang ditujukan untuk para mantan anak buah saya, maka kadang-kadang saya dipersilakan masuk, malahan dijamu.  Dan terjadilah hal itu, di suatu rumah, ketika pintu dibuka, penghuni rumah langsung mencium tangan saya yang sedang penuh membawa barang pesanan.  Saya benar-benar speechless…

Mungkin baru kali ini, seorang kurir, delivery girl, dicium tangannya oleh tuan rumah.  Kebayang ga? Hehehe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...