Lebih penting mana?

Dulu saya sering ngambek pada pacar saya kalau dia lebih memilih berkegiatan dengan teman-temannya daripada menemani saya.  Saya bilang, jadi, saya ga penting? Lebih penting kegiatanmu dengan teman-temanmu?

Waktu suami saya lagi senang golf, kadang-kadang dia lupa waktu.  Hal ini yang sering saya tanyakan padanya, apakah saya tidak penting, apakah golf lebih penting?  Saking gandrungnya, sampai di musim gugur pun dia golf, dan melupakan bahwa istrinya harus kuliah sore.  Jadilah saya berjalan kaki ke kampus di tengah tiupan angin yang dingin.  Saya sengaja tidak menunggu dia pulang, karena takut terlambat, sehingga rumah pun saya kunci dan kuncinya tidak saya letakkan di tempat biasa, melainkan saya bawa kuncinya ke ruang kuliah.  Walhasil, dia harus menyambangi ruang kuliah saya untuk mengambil kunci dan akhirnya terpaksa menunggu saya sampai selesai kuliah.  Setelah itu, dia lebih berhati-hati mengatur jadwal golf nya.  He got the message, hehe.

Nah, sekarang, saat saya mengalami masalah hukum yang sangat berat ini,  saya merenung, apa hal-hal yang lebih penting daripada kebebasan?

Ya, pada saat masih di perusahaan yang lama, sepertinya orang-orang berlomba-lomba mencari jabatan.  Rela berbuat apa saja asal mendapatkan jabatan.  Ada yang rela nongkrong di ruang tamu Dirut agar punya kesempatan ngobrol dengan Dirut dan akhirnya sering diingat oleh Dirut dan bisa mendapatkan jabatan.  Sejak social media merajalela, banyak karyawan yang berlomba-lomba berteman dengan para direktur dan adu cepat mengucapkan selamat apabila sang direktur ulang tahun, juga sibuk mengomentari apapun posting sang direktur.  Semuanya demi mendapat perhatian, yang mudah-mudahan berdampak pada jabatannya.  Sebegitu pentingnyakah jabatan?

Nah, setelah mendapat jabatan, para pejabat ini lebih aneh lagi tingkah lakunya.  Banyak di antara mereka yang saking takutnya kehilangan jabatan, akhirnya rela melakukan apapun asal boss senang.  Dari yang masuk akal, sampai yang tidak masuk akal.

Yang paling berkesan buat saya adalah satu kebijakan big boss, yang menurut saya tidak masuk akal.  Namun, para pejabat ini jungkir balik berusaha memenuhi kebijakan big boss.  Bahkan mereka tidak mengindahkan saya, yang kerap kali, berulang-ulang kali mengingatkan mereka untuk menentang kebijakan ini karena tidak masuk akal.  Salah seorang kolega saya menolak kebijakan tersebut dan big boss sangat marah.  Jadilah teman saya itu dicopot dari jabatannya dan tidak mendapat jabatan sama sekali.  Waktu itu, semua pejabat menyayangkan tindakannya, mengasihani teman saya itu.  Sementara yang lain, yang mengikuti kebijakan big boss mendapat puja-puji selangit.

Namun, seperti perkiraan saya, hal itu tidak akan berlangsung lama.  Benar saja, seorang teman yang sangat patuh kepada big boss akhirnya keteteran dan malah menjadi bahan ejekan big boss karena dianggap gagal.  Akhirnya, teman saya yang patuh pun karena dianggap gagal, juga dicopot dari jabatannya.

See, at the end, kedudukannya sama, menolak dan terlalu menurut, sang pembangkang dan sang penurut, akhirnya sama-sama dicopot jabatannya.

Namun ternyata tidak hanya sampai pencopotan jabatan.  Ternyata kebijakan big boss membawa malapetaka, hingga masuk ke ranah hukum.  Dan apa yang terjadi?  Sang penurut pun di penjara!

Ini benar-benar pelajaran berharga bagi semua teman di perusahaan.  Walaupun sampai sekarang, tidak banyak yang mengambil hikmah dari kejadian ini.  Saya berkali-kali mengingatkan kembali teman-teman saya, baik yang sekarang menjabat, maupun yang belum menjabat dan sedang meniti karirnya di perusahaan.  Mudah-mudahan hal ini menjadi hikmah bagi semua teman-teman saya.

So, lebih penting mana?  Jabatan atau kebebasan?


To all friends, please learn from this case. It’s not worth to sacrifice for your position, a position is nothing compare to your freedom…..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...