Pada suatu titik

A moment of truth, a critical or decisive time on which much depends, a crucial moment.
The point at which someone has to face the reality of a situation.
 
Dalam kehidupan kita sering mendapatkan keadaan atau situasi genting yang pada akhirnya kita mengambil keputusan yang di kemudian hari kita ketahui bahwa itu adalah keputusan yang tepat.  Pada suatu titik kita merasa tidak punya pilihan, padahal itulah pilihan kita, pilihan yang paling tepat pada saat itu.

Pada saat galau mempertahankan perkawinan kami, segala upaya kami tempuh.  Namun, suatu malam, suami berkata, dia sangat bingung karena seakan-akan diminta untuk memilih antara ibunya atau istrinya.  Saya tertegun, saya sempat bilang, kamu tidak bisa tidak memilih ibumu, karena ibumu sudah ditentukan oleh Tuhan.  A mother is given.  No further discussion.  Saat itu saya akhirnya menyerah, semua upaya sudah kami lakukan, mungkin saatnya untuk menyerah.  Namun, ketika keesokan harinya ibu mertua saya menelpon dan berkata panjang lebar, menerangkan berbagai hal, saya menjawab: Baik bu, saya akan tandatangani surat perceraiannya.  Itu lah moment of truth saya.

Ketika saya belum dikaruniai anak, padahal sudah setahun lebih berobat dan berupaya, serta mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, saya mulai lelah.  Saya mulai berpikir, mungkin belum waktunya.  Ketika seorang teman bertanya bagaimana progres pengobatan saya,  saya jawab saya berhenti berobat, cape, pasrah saja.  Teman itu bilang, kadang-kadang ketika kita berhenti, malah Tuhan memberikan apa yang kita minta.  Saya termangu, itu moment of truth bagi saya.  Benar saja, beberapa waktu kemudian, saya hamil, walaupun kemudian keguguran lagi.

Saya cermati, urutan kejadiannya seperti itu: upaya, pontang-panting mencari bantuan, mencari pertolongan, kemudian sampai pada titik jenuh, pasrah, hampir menyerah, terakhir ada kejadian atau kata-kata yang begitu menyentuh, sehingga saya merasakan moment of truth….

Saat ini, rasanya hampir habis daya upaya saya untuk menyelamatkan diri dari kasus hukum yang melibatkan saya.  Ibaratnya orang tenggelam, nafas pun tingal satu satu.  Sampai pada titik akhir, saya sempat memutuskan untuk memilih jalur bantuan yang diupayakan teman-teman saya.  Jujur saja, saya galau karena jalur bantuan ini sebenarnya agak tidak sesuai dengan hati nurani saya.  Namun, sepertinya tidak ada pilihan lain.  Saya akhirnya coba menjalaninya.  Namun, teman-teman ternyata terbentur dengan masalah support dari perusahaan.  Kami bahu membahu mencari upaya agar support diperoleh, sambil mencari alternatif lain sambil menunggu support datang.

Malam ini, kolega saya menelpon, dia bilang, pimpinan perusahaan menyatakan, karena resources perusahaan terbatas, maka akan ada prioritas.  Prioritasnya bukan pada dirimu.

Saya terpana, marah, kecewa, sedih.

Saya langsung mengontak teman-teman di lapangan untuk menghentikan semua upaya.  Saya pun curhat ke seorang sahabat: mungkin inilah jawabannya, saya kan memang bimbang untuk menjalankan ini, mungkin lewat pimpinan lah saya dibukakan matanya.

Bertepatan dengan itu, seorang sahabat lainnya mengirimkan pesan bbm: Boleh ga saya telpon kamu?  Saya mengiyakan dan kami ngobrol ngalor ngidul. Di tengah percakapan kami, terjadilah moment of truth itu.  Dia bertanya, biasanya keputusan itu dibuat kapan sih?  Seminggu sebelumnya ya? Sambungan telpon sempat terputus dan saya termenung.  Ketika telpon tersambung lagi, saya ucapkan terima kasih kepada sahabat saya itu.  Dia pun mungkin tidak sepenuhnya mengerti, apa yang membuat saya berterima kasih padanya.  Dia tidak tahu, dia telah membantu saya mengambil keputusan penting dalam hidup saya, yang menyangkut masa depan saya, masa depan anak-anak saya.

Ya, malam ini, kembali moment of truth terjadi pada saya.  Saya yang selama ini ragu atas upaya yang saya jalani ini akhirnya dapat jawabannya, bahwa mungkin jalan ini belum tentu tepat.  Biarkan saja mengalir, apabila memang esok hari ternyata  teman-teman berhasil mendapatkan support, artinya memang itu jalannya.  Namun, saya sendiri kemudian memutuskan, jalan yang terbaik adalah jalan Tuhan.

Saya pun bisa tidur nyenyak malam ini.

Maafkan saya Tuhan, saya sempat meragukanMu.


Special thanks to a friend who gave me a late night call…..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...