Notorious? No! It's character

Notorious: well-known or famous especially for something bad.

Teman-teman saya suka mengolok-olok saya dengan mengatakan saya notorious, bukan famous.  Ah, yang benar saja.  Walaupun mereka bilang saya notorious, buktinya mereka tetap “kembali” kepada saya, mereka tetap berteman dengan saya.

Saya jadi ingat beberapa kejadian yang mungkin membuat saya notorious.  Waktu duduk di kelas 6 SD, saya sangat tidak suka dengan salah seorang teman sekelas yang saya anggap menyebalkan.  Karena saya tidak suka, teman-teman yang lain pun tidak suka, sehingga akhirnya ada gerakan memusuhi anak itu.  Saking tidak tahannya dimusuhi oleh teman-teman sekelas, akhirnya dia mengadukan hal ini ke orang tuanya dan orang tuanya mengadukan kepada Kepala Sekolah.  Walhasil, kami semua dihukum dan ortu kami diminta untuk membuat surat pernyataan bahwa anaknya tidak akan mengulangi hal ini lagi.  Kalau ortu kami tidak membuat surat pernyataan, kami tidak boleh ikut ujian.

Di kelas 3 SMP, kami sedang melakukan ujian praktek, terjadi pemisahan ujian, karena murid wanita melaksanakan ujian menjahit.  Kami agak iri kepada teman laki-laki sekelas yang ujian prakteknya lebih mudah dan sudah selesai dari tadi.  Kami agak kesulitan menjahit sehingga selesai agak siang.  Tiba-tiba kami punya ide untuk bolos esok harinya.  Keren juga kan kalau besok teman laki-laki sekelas kami dikejutkan dengan tidak adanya teman-teman perempuannya.  Kami pun sepakat membolos.  Jadi, keesokan harinya, di kelas hanya ada murid laki-laki.  Kami semua pun dihukum dan ortu kami diminta untuk membuat surat pernyataan bahwa anaknya tidak akan mengulangi hal ini lagi.  Kalau ortu kami tidak membuat surat pernyataan, kami tidak boleh ikut ujian.

Seorang teman yang sekelas dengan saya di kelas 6 SD dan kelas 3 SMP berkata: mudah-mudahan gw ga sekelas lagi sama lo di kelas 3 SMA, supaya ga kena ancaman ga boleh ujian lagi. 
Waktu itu memang kami bicara sambil tertawa-tawa, sambil bercanda, namun sekarang saya paham, saya memang notorious dari SD. Hahaha.

Ketika SMA, memang kejadiannya tidak seheboh di SD ataupun SMP.  Saya memang tergolong malas belajar, sampai sahabat saya bilang: paling males kalo telpon lo hari minggu sore, karena kalo ditanya, lagi ngapain? Udah belajar belum? Pasti jawabannya: lagi baca majalah Intisari. Hahaha.

Nah, karena kemalasan saya ini lah, saya jadi notorious lagi.  Ketika saat pengambilan rapor, terdengar percakapan 2 orang ibu yang membicarakan saya.  Kata ibu sahabat saya, ibu yang satu menasihati ibu yang lainnya, jangan biarkan anaknya berteman dengan saya, karena anaknya dulu juga berteman dengan saya, rapornya jadi jelek, sementara saya tetap bagus.   Hahaha, begitu notorious nya saya, sampai ibu teman saya melarang anaknya main dengan saya dan bahkan mempromosikannya ke ibu-ibu yang lain.

Untungnya, ketika masuk perkuliahan, saya tidak terlalu terkenal notorious.  Sepertinya, hanya 1 dosen saja yang sering memindahkan tempat duduk saya ketika ujian, karena dianggap memberikan contekan ke teman-teman.  Lha, kalau itu kan tidak notorious, tapi baik hati karena rela berbagi….

Ketika mengikuti pendidikan di bank sebagai trainee, ada masa dimana kami tidak boleh pulang atau keluar dari tempat pendidikan.  Namun, seperti biasa, saya berhasil “menyikapi” nya dan jadi sedikit notorious lagi, sehingga menjadi pusat perhatian para pembimbing.  Lucunya, teman-teman SMA saya sampai sempat pasang taruhan, apakah saya berhasil kabur dari tempat pendidikan.  Haha.

Di rentang kehidupan selanjutnya, saya tidak merasakan hal-hal istimewa yang terkait dengan ketenaran saya ini.

Namun, ketika saya bekerja di tempat ini, saya juga terkenal karena sering berbeda, malahan berani menolak perintah atasan apabila tidak sesuai dengan hati nurani saya.  Para mantan anak buah saya pun bercerita tentang pengalaman-pengalamannya menghadapai kekerasan hati saya.  Namun, mereka bilang, mereka tetap kembali kepada saya, bahkan ketika saya sudah tidak menjadi atasannya lagi, mereka tetap berteman dengan saya.

Begitu pula sampai akhirnya permasalahan di kantor menjadi permasalahan hukum, saya menjadi terkenal.  Terus terang, untuk kali ini, saya baru merasakan sedihnya ketika menjadi notorious.  Walupun tetap saja masih banyak teman sekantor yang berteman dengan saya, bahkan selalu mendukung saya pada setiap kesempatan.

Sampai ketika saya membaca tulisan pada poster di suatu ruangan kantor klien saya:  Character: choose to be different, choose to be a leader.  Oooo, saya baru sadar, saya bukannya notorious karena sikap saya sering berbeda dari orang-orang sekitar saya, tapi, saya berbeda karena saya punya karakter.  Saya harusnya lebih tepat dibilang famous, terkenal karena hal-hal baik. Yang telah saya lakukan selama ini bukan hal-hal buruk, namun cara berbeda untuk menyampaikan sesuatu.

Namun, sebenarnya saya tidak memilih untuk berbeda, saya terpilih untuk berbeda.  Saya tidak memilih untuk melalui jalan yang berbeda, namun saya terpaksa menempuh jalan yang berbeda.  Dan mudah-mudahan benar tulisan itu, bahwa saya akan jadi pemimpin.  Karena menurut saya, kalimat yang tepat untuk saya adalah: chosen to be different, chosen to be a leader.

Time will tell……

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...