Catatan seorang teman: Mimosa


Saya tidak habis pikir, kenapa dosen saya ini, seorang petinggi di perusahaan swasta multinasional terkemuka, ngotot sekali bilang nama saya Mimosa.  Tidak pernah beliau mau memanggil nama saya yang sebenarnya.  Teman-teman di Bandung bilang, Mimosa itu merk BH yang pabriknya di Jalan Jawa. Keterlaluan.

Namun, ketika saya browsing, Mimosa itu adalah nama bunga, putri malu.

Bertahun-tahun kemudian, saya mendapat kesempatan bertemu lagi dengan mantan dosen saya.  Secara tidak sengaja, beliau datang kantor saya untuk mengadakan rapat dengan Direktur Utama.  Saya sangat beruntung dapat bertemu dengan beliau.  Sejak itu beliau sering datang ke acara bedah buku di kantor saya.  Bahkan ketika saya sudah tidak di perusahaan itu lagi, beliau akan selalu berkata kepada orang-orang yang mengenakan seragam kantor saya yang ditemuinya dimana pun, bahwa beliau dulu punya murid yang namanya Mimosa, pernah bekerja di perusahaan itu.  Betapa nama Mimosa sangat melekat di hati beliau.

Akhirnya, nama itu yang terlintas begitu saya mendapatkan tawaran untuk membuka florist.  Nama tersebut menginspirasi saya untuk membuat Mimosa Florist, berpartner dengan mantan sekretaris dan teman sekantor saya dulu.  Kami memasang tagline: sharing with flowers.  Awalnya adalah penawaran sebagai investor dengan janji akan mendapatkan persentase setiap bulan.  Namun saya menolak, karena saya tidak mau pasif saja, saya ingin ikut aktif memasarkan.  Pertimbangan saya, saya pribadi saja dalam setahun memesan bunga, belum sebagai bendahara suatu perkumpulan, setiap ada yang meninggal, atau pernikahan, saya diminta untuk mengirimkan bunga.   Akhirnya disepakati, saya mendepositkan sejumlah uang, dan florist tersebut harus memasok setiap order yang saya terima.  Namun, saya boleh menggunakan kartu, surat jalan dan kwitansi atas nama Mimosa Florist.  Apabila deposit saya sudah habis, maka saya diberi opsi untuk mengelola kios sendiri.  Deal.  Dan saya pun mulai memasarkan Mimosa Florist, dengan penuh semangat dan passion.

Komentar teman, saya mengambil risiko dengan mengabaikan intangible asset pemilik lama, apakah terlalu nekat?  Jujur, saya tidak berpikir ke sana, saya malah lupa, ada intangible asset si florist, yang saya belum punya sama sekali.  Saya hanya pemain baru, yang nekat masuk ke pasar hanya dengan pertimbangan sederhana.  Tapi, ya sudahlah, jalankan saja.

Order perdana adalah buket tangan, yang saya peroleh dari partner saya, tepat seminggu setelah saya memutuskan mendirikan Mimosa Florist.  Tantangan pertama adalah order kedua, ketika saya membaca status BBM teman di Makassar yang menyatakan turut berduka cita.  Di tengah malam, jam 11 malam di Jakarta, atau jam 1 di Makassar, saya menawarkan bunga duka cita.  Tentunya teman saya sangat menghargai, karena di tengah malam, sulit untuk mencari toko bunga, sementara saya malahan menawarkan bunga, saya menjemput bola. Ternyata, bunga duka cita harus dikirimkan ke Kendal.  Saya cukup kesulitan untuk memenuhi, namun akhirnya dapat kami penuhi walaupun keuntungannya sangat kecil.. Yang terpenting, kami berhasil mendapatkan kepercayaan pembeli.

Bahkan saya sudah mendapatkan order untuk tahun depan, dimana salah seorang kenalan saya akan menikahkan anaknya, sehingga dia sudah memesan agar saya nanti yang memasok bunga untuk dekorasi di rumahnya.  Sasaran saya selanjutnya adalah mendapatkan order langganan untuk dekorasi ruangan.  Saya sudah memasukkan penawaran ke beberapa perusahaan dan mudah-mudahan ada yang goal.  Karena, dengan mendapatkan order seperti ini, abodemen, maka pesanan akan terjamin setiap minggu.  Ada perkantoran yang sudah menyatakan minatnya, walaupun hanya sebagian kecil ruangan yang rencananya akan diserahkan kepada kami, karena sebenarnya mereka sudah punya pemasok lain untuk seluruh ruangannya.  Demi mendapatkan order ini, saya terpaksa membawa si kecil ke kantor tersebut untuk membicarakan penawaran bunga, karena pembicaraan dilakukan mendekati libur Lebaran, dimana asisten rumah tangga sudah pulang kampung.  Mudah-mudahan pengorbanan saya membuahkan hasil.

Order terheboh kami adalah 17 buket ucapan ulang tahun untuk seorang Dirut BUMN, yang tanggal ulang tahunnya saya temukan secara kebetulan.  Tergerak rasa ingin memasarkan bunga saya, saya secara iseng membaca-baca dokumen perusahaan dan menemukan tanggal ulang tahunnya.  Ini saya lakukan sambil menyeterika, mencuci, menyapu, dll ketika asisten rumah tangga pulang kampung dalam rangka Lebaran.  Menjadi heboh karena supplier kami angkat tangan, tidak sanggup memenuhinya, karena persediaan bunga yang sangat sedikit, karena kebetulan ulang tahun ybs jatuh pada saat Lebaran.  Namun, dengan kegigihan kami, kami berhasil mendapatkan pemasok lain di Yogya yang menyanggupi pesanan kami.  Tapi agar tidak terlalu mencolok, serta untuk mendapatkan perbandingan, kami membagi pesanan kepada 2 toko bunga, sehingga pada saat pengiriman nanti tidak terlihat aneh, ada 17 buket bunga dikirim oleh 1 toko bunga. 

Sungguh libur Lebaran yang cukup menggairahkan untuk saya.  Saya hitung-hitung, selama ditinggal asisten rumah tangga, sambil melakukan tugas-tugas mencuci dll, saya berhasil mendapatkan 30 order bunga.  Sampai-sampai tangan sempat terkena setrika, namun saya tetap semangat.  Anak saya  pun berkomentar, karena ini liburan dan hanya ibunya yang bisa dihubungi, maka order bunga ada terus setiap hari.  Hahaha.  Akan ibu buktikan nak, bahwa ke depan pun order akan terus mengalir.  Amin.

Strategi marketing saya adalah rajin membaca status BBM teman-teman, apabila ada ungkapan duka cita, atau bersyukur, perlu ditawari bunga.  Sharing your feelings with flowers.  Saya berusaha membangun budaya itu, hingga teman-teman yang tadinya tidak terlalu sering mengirim bunga, menjadi terinspirasi untuk mengirimkan bunga untuk hal-hal kecil yang sebenarnya merupakan momen yang dapat dirayakan dengan bunga.  Juga, saya rajin mencari tanggal ulang tahun pejabat, juga mencari informasi apakah ada promosi, dll.  Saya ingin membiasakan semuanya diungkapkan dengan bunga, ya itulah strategi saya, “sharing your feelings with flowers” culture.

Belum genap sebulan, order kami sudah mencapai 33 buah dan modal sudah hampir kembali, sehingga saya jadi bingung untuk memutuskan, apakah mau menambah deposit dengan skema seperti ini ataukah running my own kiosk.  Kebayang, ribetnya mengurus pegawai, listrik, telpon, dll.  Sepertinya, lebih menyenangkan seperti sekarang, more like broker.

Target saya selanjutnya, ingin sekali “naik kelas”.  Saya ingin membuat toko bunga yang lebih tinggi, “high-end”.  Namanya pun sudah saya persiapkan, Mimosa Flower Boutique,  dengan tagline: sharing your feelings with flowers. Saya bercita-cita untuk membuka outlet di mal atau bandara.  Calon investorpun sudah mengalir, banyak orang yang ingin berinvestasi di toko bunga saya.  Namun, sampai saat ini saya harus lebih memilih partner, karena khawatir akan merusak pertemanan apabila bisnis ini tidak berjalan lancar.

Namun yang terpenting, saya sangat mensyukuri apa yang saat ini sudah kami capai, sembari berharap ke depan masih banyak order mengalir.  Saya pun tidak menyangka order kami akan sebanyak ini, tadinya kami sangka, uang deposit kami akan habis setahun kemudian.  Bahkan, partner saya hanya mentargetkan 10 order per bulan.  Mungkin memang ini adalah beginner’s luck bagi kami, namun kami tetap berharap bahwa nama Mimosa ini adalah pembawa keberuntungan bagi kami.  Terima kasih pak dosen, bapak sudah memberikan kami keberuntungan.



Memperingati 2 bulan Mimosa Flower Boutique, selamat ya…..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...