Oshin


Setiap bulan Ramadhan, menjelang Lebaran, tokoh Oshin, anak perempuan Jepang yang dari kecil bekerja keras di film serial TV jaman dulu, sering disebut-sebut.  Nama Oshin digunakan banyak orang untuk menggambarkan ibu-ibu yang harus turun tangan mengurus rumah tangga karena para asisten rumah tangga pulang kampung.

Saya sendiri mempunyai banyak pengalaman menjadi Oshin, mulai dari tinggal di rumah ayah sampai sekarang, menjadi ibu rumah tangga.

Waktu tinggal di rumah ayah, setiap Lebaran, kami bertiga, saya dan kakak-kakak, mendapat pembagian tugas.  Saya selalu berdebar-debar kalau dapat tugas untuk menyapu halaman.  Bayangkan, rumah kami berdiri di atas tanah seluas 2.800 m2. Lelah sekali rasanya apabila harus menyapu halaman di bawah terik matahari di bulan puasa.  Namun, di sisi lain, saya sangat tidak suka untuk menyeterika pakaian, panas sekali.  Namun, ayah selalu adil, kami semua mendapat giliran yang sama.

Sebagai anak laki-laki tertua dari anak lelaki tertua di keluarganya, ayah banyak didatangi kerabatnya pada saat Lebaran.  Apalagi ketika Nenek memilih tinggal bersama kami.  Setiap Lebaran, kami tidak bisa menikmatinya, karena sibuk mencuci gelas, piring, dll.

Untungnya, hal itu tidak berlangsung lama, setelah semakin dewasa, saat Lebaran, ada saja pembantu yang mau tetap tinggal di rumah kami untuk membantu kami, tentunya dengan imbalan tambahan. 

Setelah tinggal terpisah dengan ayah, berbagai pengalaman terkait Oshin silih berganti.  Saya sempat hanya berdua dengan anak pertama saya yang masih bayi, sehingga, sang bayi kemana-mana saya bawa dan sampai pernah tertidur di kereta bayi saat saya mencuci baju.  Namun saat itu, di tengah-tengah kesibukan menjadi Oshin, saya mendapatkan kabar baik dari kantor saya, bahwa saya mendapatkan bonus yang cukup besar, bahkan dengan tergopoh-gopoh saya terpaksa ke ATM membawa bayi saya, hanya karena boss saya ingin memastikan bahwa bonus saya sudah masuk ke rekening saya.  Saat itu, walaupun dalam posisi letih karena menjadi Oshin, saya sangat terkejut melihat saldo rekening saya.  Ternyata, saya mendapatkan bonus tertinggi di antara seluruh karyawan di perusahaan. Alhamdulillah, di tengah kegalauan menjadi Oshin, saya mendapatkan rezeki yang berlimpah.

Tahun-tahun berikutnya, saya tidak pernah menjadi Oshin lagi, karena tinggal bersama mertua.  Mertua saya mempunyai asisten rumah tangga yang hanya libur pada hari pertama Lebaran.  Selama bertahun-tahun, hanya pada hari pertama Lebaran si bibi mengambil libur.  Ketika mertua saya meninggal si bibi dititipkan kepada saya, agar terus dipekerjakan.  Saya memegang teguh janji itu, sampai akhir hayatnya, si bibi bekerja di tempat saya, walaupun di hari-hari terakhirnya bibi sudah tidak sanggup datang ke rumah, saya tetap menggajinya sampai bibi meninggal.

Kalau bicara soal asisten rumah tangga, saya termasuk orang yang beruntung.  Saya termasuk orang yang mudah mendapatkan asisten, juga kemudian, mantan-mantan asisten sering bersedia membantu atau malah mengajarkan asisten yang baru, sehingga hidup saya sangat nyaman.

Asisten saya yang pertama memang kurang loyal, namun partnernya, orang yang dia bawa, sangat loyal.  Bahkan setiap saya butuhkan, pasti datang, hingga akhirnya dia sakit dan tidak sanggup lagi untuk datang ke Jakarta.  Padahal, asisten ini sangat pandai memasak dan kerjanya sangat efisien, sehingga bisa menjadi role model untuk para asisten lainnya.  Kekurangannya cuma satu, dia buta huruf.  Namun, dia tidak pantang menyerah, setiap melihat acara masak memasak di televisi, dia akan hafalkan atau meminta asisten yang lain untuk mencatat.  Dia memang senang menguji coba maskan dan memang biasanya sukses.

Saya juga senang mengajak asisten untuk pergi, terutama naik pesawat terbang.  Karena saya yakin, belum tentu mereka akan mendapatkan kesempatan naik pesawat terbang.  Walaupun tidak semuanya pernah merasakan, namun mayoritas asisten saya pernah  saya ajak ke luar kota.  Dulu yang paling sering adalah pengasuh anak saya yang pertama.  Karena saya selalu membawa anak saya dalam perjalanan dinas, maka si mbak juga ikut. 

Salah satu pengasuh malah punya pengalaman unik.  Dia sangat takut naik pesawat terbang, karena naik mobil atau bis saja sudah mabuk.  Namun berkat bujuk rayu ibu saya, dia bersedia ikut terbang.  Sungguh ajaib, di pesawat terbang dia tidak mabuk sama sekali.  Namun, begitu kami melakukan perjalanan darat di kota tujuan, dia akan mulai mabuk lagi.  Begitu yang selalu terjadi setiap mengajak dia.

Pengalaman berkesan lainnya adalah ketika saya mengajak kedua asisten ke Yogyakarta.  Saya dan anak saya naik pesawat, mereka naik kereta api.  Kami menyewa mobil untuk mengunjungi candi Borobudur dan Prambanan, serta obyek wisata lainnya.  Saya juga membebaskan mereka untuk membawa anak saya berjalan-jalan keliling kota, selama saya rapat.  Betapa senangnya kami semua, karena ini merupakan pengalaman pertama bagi para asisten. Namun betapa terkejutnya ketika kami sampai di rumah, ternyata baru saja terjadi perampokan.  Barang-barang elektronik kami dirampok.  Suami yang berada di Jakarta tidak tega menceritakan kepada kami yang sedang bersenang-senang di Yogya.

Pengalaman lainnya bagi para asisten adalah kesempatan menginap di hotel-hotel mewah, karena menemani anak saya, sementara ibunya rapat.  Jadi, karena saya sering bepergian sendirian, maka jatah kamar hotel bisa saya manfaatkan untuk membawa anak dan pengasuhnya. Saya cukup membiayai ongkos transportasinya saja, walaupun itu juga cukup menguras uang.

Pengalaman lain yang cukup berkesan adalah ketika mendadak asisten minta pulang, saya tidak punya pilihan lain untuk mencari di yayasan.  Beberapa kali mengambil di yayasan, pengalaman saya cukup baik, saya mendapatkan asisten yang baik.  Namun kali ini sungguh berbeda, dia batuk-batuk terus dan cepat lelah, padahal baru 1 hari bekerja.   Secara tidak sengaja, saya mendengar percakapannya dengan pak sopir, ternyata dia mengidap kanker paru-paru.  Tanpa ragu, saya segera kembalikan dia ke yayasan walaupun uang saya hangus.  Benar saja, saya dengar kabar, malamnya sang asisten jatuh sakit sehingga harus pulang ke kampung. 

Setiap ada asisten baru, salah satu mantan asisten saya akan datang untuk memberikan pelatihan.  Jadi, saya tidak perlu repot untuk memberi tahu apa saja tugas asisten di rumah.  Namun, ada satu saat ketika para trainer itu tidak ada satu pun yang bisa datang.  Pada saat itulah saya baru menyadari, betapa tergantungnya saya pada para mantan asisten saya.  Saya benar-benar kelabakan.  Untungnya, kejadian itu hanya 1 kali dalam hidup saya, itu pun hanya berlangsung 1-2 hari, karena salah seorang trainer datang untuk memberikan pelatihan.

Satu pesan ibu yang tidak pernah saya lupakan adalah untuk memperlakukan para asisten dengan baik, karena saya adalah ibu bekerja.  Anak-anak saya percayakan kepada mereka, sehingga mereka harus sayang pada anak-anak.  Untuk itu, saya memang agak memanjakan para asisten saya.  Bahkan salah seorang asisten saya mempunyai gadget yang lebih canggih, dan tentunya lebih mahal dari saya.

Namun kembali, semua itu berpulang kepada keberuntungan saya sebagai ibu bekerja yang selalu mendapatkan asisten yang dapat saya andalkan.  Terima kasih para asisten, kalian sangat berjasa, tanpa kalian, saya tidak bisa bekerja dengan tenang.


Untuk seorang teman yang dari Lebaran sampai hari ini belum mendapatkan asisten namun berkata: “saya ikhlas, mungkin memang Tuhan mengatur bahwa saya harus mengurus anak saya sendiri.”
How nice…. Tetap semangat ya mbak

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...