Teman Seperjalanan
Sejak kuliah di Bandung sampai dengan bekerja, saya sering
melakukan perjalanan menggunakan kendaraan umum. Waktu kuliah di Bandung, saya sering
menggunakan kereta api atau bus antar kota.
Ketika sudah bekerja, saya sering bepergian naik pesawat terbang. Satu hal yang sangat saya sukai adalah
menemukan teman seperjalanan yang enak diajak buat mengobrol.
Beberapa teman seperjalanan yang berkesan tetap melekat di
hati sampai bertahun-tahun kemudian. Di
perjalanan kereta api menuju Bandung saya melihat teman seperjalanan saya
membawa kursi rotan. Saya tidak tahan
untuk tidak berkomentar. Saya tanya,
untuk apa bawa kursi rotan ke Bandung? Jawabannya tidak pernah saya lupa,
karena di rumah di Jakarta, kursi rotan tersebut tidak digunakan, sehingga
daripada mubazir, di bawalah sang kursi ke Bandung untuk dipakai di
kontrakannya. Beberapa tahun kemudian,
saya ketemu lagi dengan orang tersebut dan ketika mengenalkan diri, dia
mengingatkan bahwa dia lah yang pernah membawa kursi di kereta api. Dan saat bertemu dia lagi, ternyata dia sudah
jadi pejabat di suatu bank swasta.
Amazing....
Perjalanan ke Bandung juga pernah saya lakoni dengan
menumpang travel. Saat itu, di sebelah
saya duduk seorang tentara. Dia mengajak
saya mengobrol dan waktu itu, travel yang saya tumpangi memang mengantar
penumpangnya sampai di rumah. Jadi, sang
tentara tahu dimana letak rumah saya.
Saat mengobrol memang sang tentara menanyakan kebiasaan saya pulang dan
pergi ke Bandung, sehingga dia tahu bahwa saya akan kembali ke Bandung pada
hari Minggu. Dan, sungguh mengejutkan, di hari Minggu sang tentara mendatangi
rumah saya dengan mobil dinasnya, untuk mengajak saya kembali ke Bandung. Saya
takut setengah mati, dan bersembunyi di dalam rumah. Untungnya, ayah berpotongan seperti Jenderal,
sehingga ketika Ayah setengah menghardik menanyakan maksud kedatangannya, si
tentara langsung ciut. Untung pula,
daerah rumah kami memang tetangga perumahan Pati TNI, jadi wajar saja apabila
Ayah disangka sebagai seorang Jenderal.
Karena kejadian itu, saya sempat kapok sok akrab dengan teman
seperjalanan.
Perjalanan menggunakan pesawat juga memberikan beberapa
kesan mendalam. Saya pernah mendapatkan
teman seperjalanan yang bercerita dengan bangga bahwa di keluarganya, hanya dia
seorang yang menjadi sarjana, sehingga dia menjadi kebanggaan orang
tuanya. Dia bercerita bahwa orang tuanya
hanya penjual bakso, namun bakso bapaknya cukup terkenal, sehingga saat itu sudah
mempunyai cabang. Insting bisnis saya
pun timbul, saya ajak dia membuka cabang di daerah rumah saya, saya tawarkan
sistem waralaba. Yang terbayang di
pikiran saya adalah memadukan bisnis cilok dan cendol saya dengan bakso. Jadi saya akan buka warung bakso, cendol dan
cilok. Sayang, akhirnya itu cuma jadi
cita-cita.
Pertemuan lain yang mengesankan adalah saat perjalanan pesawat 2 jam. Waktu itu saya berkesempatan duduk di kelas bisnis. Di sebelah saya seorang bapak yang ternyata tidak suka duduk di jendela karena punya trauma melihat bocornya bahan bakar pesawat. Dia pun menawarkan untuk bertukar tempat duduk. Dengan senang hati saya bertukar tempat duduk, karena saya memang senang memandangi awan. Ternyata bapak ini senang mengobrol, sehingga perjalanan 2 jam menjadi tidak terasa. Suatu kebetulan, bapak ini adalah pejabat yang sudah berbulan-bulan ingin saya temui namun tidak pernah dapat kesempatan. Saya langsung pro aktif menyampaikan bahwa saya sudah berbulan-bukan ingin bertemu beliau, namun jawabannya sangat mengejutkan, beliau bilang beliau sangat membenci perusahaan tempat bekerja saya, makanya beliau menolak permintaan saya untuk bertamu ke kantornya. Saya sangat terkejut dan sebenarnya sangat malu mendengar alasan bapak tersebut, karena beliau juga menjelaskan alasannya yang tentunya membuat kuping saya memerah. Namun saya tidak putus asa, dengan nada tidak bersalah, saya sampaikan, bahwa Tuhan telah mengatur kita untuk ketemu dan bisa berbincang-bincang selama 2 jam. Di akhir perjalanan, sang bapak berkata bahwa saya boleh ke kantornya untuk melihat koleksi tanamannya, bukan untuk pekerjaan kantor saya. Begitu bencinya beliau pada perusahaan saya. Dan sampai saya berhenti dari kantor saya itu, saya tetap tidak diberi kesempatan untuk bertamu ke kantornya. Namun setahun setelah saya pindah kerja, saya berkesempatan bertemu lagi dengan bapak tersebut. Saya sangat terharu ketika beliau menyalami saya seraya berkata kepada teman-teman bekas sekantor saya yang kebetulan ikut hadir di tempat itu, bahwa saya adalah orang paling baik di kantor saya yang dulu. Uniknya, ketika akan berpamitan, beliau berkata, silakan bikin janji kepada sekretarisnya, karena saya sudah tidak di perusahaan lama, sehingga beliau mau menerima saya. Ya ampun, ternyata beliau memang masih tidak suka kepada kantor saya yang lama.
Teman seperjalanan yang juga sangat berkesan bagi saya adalah ketika berkenalan dengan seorang mantan Dirjen. Beliau saat itu baru saja pensiun, sehingga memberikan kartu nama tanpa nama perusahaan. Ketika berbincang-bincang dan beliau mengetahui posisi dan pekerjaan saya, serta asal sekolah saya, bapak itu berkata bahwa saya orang yang sabar. Biasanya alumni sekolah saya tidak sabar bekerja di satu perusahaan selama bertahun-tahun, kutu loncat. Namun saya berbeda karena dinilai sangat sabar meniti karir. Beliau juga bercerita tentang alumni sekolah saya yang sudah menjadi Menteri, beliau bilang, dulu waktu bertemu pertama tidak menyangka bahwa beberapa tahun kemudian orang itu akan menjadi menteri. Ketika akan berpisah, beliau bilang, mudah-mudahan dapat bertemu lagi dengan saya dan ketika itu saya sudah jadi Menteri. Wow! Beberapa bulan kemudian, saya membaca di koran bahwa beliau diangkat jadi Presdir sebuah perusahaan multi nasional terkemuka.
Begitu banyak kisah perjalanan saya, dan saya selalu senang berkenalan dengan teman seperjalanan saya, karena saya selalu dapat belajar dari cerita-cerita mereka, maupun mendapatkan peluang bisnis. Mudah-mudahan saya diberi kesempatan lagi untuk bertemu dengan teman-teman seperjalanan yang mengesankan.
Komentar
Posting Komentar