Musholla

Saya senang mengamati kondisi musholla di tempat-tempat umum, seperti perkantoran ataupun pusat perbelanjaan.  Dari zaman sekolah dulu, saya memang rajin sholat di musholla.

Dulu, biasanya musholla diletakkan di tempat parkir, baik di gedung parkir lantai atas, maupun di basement.  Musholla diletakkan di pojok-pojok, seperti disediakan seadanya saja.  Biasanya ukurannya pun kecil, sehingga harus antri atau berdesak-desakan, terutama kalau sholat Maghrib yang waktunya sangat singkat.  Mukenah pun jarang ada, jadi saya sering membawa sendiri.  Kalaupun ada, biasanya sudah bau apek dan sangat kotor.  Menyedihkan sekali.

Saya juga pernah mendapatkan pengalaman mencari-cari musholla di sebuah hotel di Bali.  Ternyata, tidak disediakan musholla di sana, karena di Bali kan jarang orang muslim.  Pertanyaan saya, baiklah, pegawainya mungkin bukan muslim, tapi apakah tidak diperhitungkan bahwa tamunya akan banyak yang muslim?  Walaupun di Bali memang banyak turis asing, sehingga mungkin waktu itu kurang diperhitungkan kemungkinan adanya tamu yang memerlukan musholla.  Untungnya, dengan sigap kami disiapkan tempat untuk bisa sholat.

Kadang-kadang memang hotel di Jakarta pun kurang memperhitungkan hal ini.  Ada yang menyiapkan musholla hanya untuk karyawannya, sehingga apabila tamu yang ingin sholat harus melewati jalur khusus karyawan untuk menuju musholla.  Walaupun tak sedikit pula hotel mewah yang sekarang malah menyediakan musholla dengan memodifikasi salah satu atau salah dua kamarnya.  Dan biasanya, yang seperti ini sangat nyaman.

Namun, sekarang penempatan musholla di mal-mal sudah sangat manusiawi, malah gedung perkantoran pun berlomba-lomba menyediakan fasilitas ini.  Di kantor saya dulu, hampir setiap lantai ada mushollanya, justru di lantai para pimpinan puncak, tidak ada musholla nya dengan asumsi, para direktur bisa sholat di ruangannya masing-masing.  Pertanyaannya, kalau ada tamu Direksi, mau sholat dimana?

Mal-mal sekarang juga makin berlomba-lomba menyiapkan fasilitas musholla.  Saya sangat senang sholat di musholla mal karena sekarang letaknya bahkan di tengah-tengah, tidak perlu jauh-jauh ke tempat parkir.  Tempat wudhunya juga nyaman dan bersih, bahkan mukenah pun tersedia dan selalu bersih. 

Namun tetap saja ada beberapa mal yang masih tidak ikut arus, bahkan ada pusat kuliner di dekat kantor kami yang menyediakan musholla seadanya dan tidak terawat, padahal tempat itu jadi tujuan banyak orang untuk berbuka bersama di bulan Ramadhan.  Sampai-sampai salah satu restoran menyediakan tempat sholat yang hanya cukup untuk 2 orang. 

Musholla di mal sekarang juga menyediakan tempat penitipan sepatu/sandal.  Yang saya dan teman saya suka heran, masih ada saja orang yang tidak bersedia menitipkan sepatunya di tempat penitipan, padahal gratis lho.  Jadi, masih ada orang-orang yang memilih untuk menggeletakkan sepatunya begitu saja di depan pintu musholla.

Menyimpan mukenah juga jadi kebiasaan yang saya perhatikan.  Ada beberapa musholla yang sudah menyiapkan lemari untuk mukenah atau gantungan untuk menggantung mukenah supaya tidak lembab.  Bahkan ada yang menyiapkan mukenah di receptionist musholla, dan kita diminta untuk mengisi daftar peminjaman mukenah.  Namun, sama seperti sepatu, banyak orang yang memilih untuk menaruh mukenah di sajadah tempat mereka   sholat, atau meletakkan begitu saja  Saya suka berpikir, apa sih susahnya meletakkan mukenah di tempatnya?  Ini kan untuk kepentingan bersama.

Bicara soal mukenah, saya jadi teringat salah satu boss saya di perusahaan dulu, dia satu-satunya boss wanita, jadi hatinya mudah tersentuh.  Di salah satu pidato pengarahannya di Rapat Pimpinan, dia mengatakan sangat terinspirasi dengan salah seorang karyawan yang melakukan Gerakan Mukenah Bersih, dengan mencucikan mukenah-mukenah di musholla mal-mal.  Sang direkturpun akhirnya memberanikan diri menanyakan ke petugas musholla dimana dia akan sholat dan menawarkan diri untuk mencucikan mukenahnya.  Benar-benar cerita yang sangat menyentuh, sehingga saya berniat akan minta izin beliau untuk mencantumkan pidatonya disini.  Karena pidato ini dibacakan dengan menangis dan ternyata telah menginspirasi banyak orang dan memberi pelajaran berharga mengenai arti leadership.

Kesimpulannya, dari hal-hal kecil seperti musholla, banyak hal yang dapat dipetik apabila kita mau memperhatikan segala hal dari sisi positif.  Dan dari musholla ini pun saya jadi teringat ingin berbagi tentang masalah leadership.   See…. We can always see the good side of everything…..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gembolan

Frankly Speaking

On your mark, get set...