In memory of my aunt: Maui
Maui adalah pulau yang sangat indah di kepulauan Hawaii. Saya beruntung pernah tinggal di sana selama 2 bulan dan menikmati daerah tropis namun masih di Amerika. Selepas wisuda saya di mainland dan habis putus dengan pacar yang rasanya sangat menyakitkan, saya memutuskan untuk tidak pulang ke Indonesia, namun memilih untuk ikut tante saya di Maui.
Kehidupan di Maui tidak mudah, karena saya harus
menyesuaikan diri dengan tante yang sangat disiplin. Tante tinggal sendiri karena sudah lama
bercerai dari suaminya, sedangkan putra semata wayangnya tinggal di
Seattle. Tante sangat disiplin dan
praktis karena masih didikan jaman Belanda dulu. Tante juga sudah sulit berbahasa Indonesia,
sehingga kami lebih sering berbahasa Inggris.
Tanteku seorang pustakawati, namun sudah pensiun, sehingga hanya hidup
dari uang pensiun. Namun sejak saya
tinggal bersamanya, tante bekerja paruh waktu di sebuah supermarket.
Saya sendiri, mengirim beberapa surat lamaran ke bank-bank
lokal di Hawaii dan beberapa kali menjalani wawancara. Untuk mengisi waktu, saya sibuk menulis
artikel dan mencoba mengirimkannya ke majalah Reader’s Digest. Namun, sampai saya pulang ke Indonesia,
artikel saya tidak pernah dimuat.
Akhirnya, seorang teman tante, yang kebetulan juga berasal
dari Indonesia menawarkan pekerjaan pada saya.
Dia mempunyai usaha rumahan, yaitu pembuatan lumpia. Saya bertugas untuk menggulung lumpia setiap
hari. Pagi hari, sebelum tante ke
supermarket, saya di drop di rumah teman tante untuk menggulung lumpia. Pada awalnya, lumpia gulungan saya besarnya
tidak standar, sehingga masuk kategori reject product. Biasanya, lumpia yang gagal itu diberikan
kepada saya untuk dimakan. Sungguh, saya
makan lumpia sampai bosan…. Untungnya hanya perlu beberapa hari bagi saya untuk
dapat terbiasa menggulung lumpia dengan ukuran yang standar.
Kadang-kadang saya juga ikut mengantarkan pesanan lumpia
bersama boss saya itu. Jadi saya punya
kesempatan berkeliling pulau Maui yang memang tidak terlalu besar. Saya juga jadi mendapatkan kenalan baru.
Bekerja di pabrik lumpia tidak setiap hari karena apabila
order tidak banyak, saya pun tidak diminta datang, karena penggulung lumpia
yang lain sudah ada dan dapat memenuhi order rutin. Nah, apabila saya tidak bekerja, saya
bertugas membersihkan apartemen tante.
Untungnya ukuran apartemen tante tidak terlalu besar dan semua peralatan
tersedia, sehingga masih ada waktu luang untuk bersantai. Tante pun selalu puas dengan hasil kerja
saya, tante sampai berkata kepada ibu bahwa ingin sekali punya anak perempuan
seperti saya yang sangat rajin dan baik hati.
Ibu dan bapak kemudian bilang ke saya, betapa saya pandai mengambil hati
tante, hahaha. Karena ibu dan bapak tahu
sekali sifat saya, yang agak pemalas, karena di rumah memang banyak
dayang-dayang.
Hidup dengan tante juga banyak dapat pelajaran berharga,
bagaimana efisiennya tante dalam menyikapi hidup di sana. Sebagai contoh, tukang sampah hanya datang
setiap minggu, jadi supaya bekas makanan tidak busuk, tante kadang-kadang
membekukannya dulu di freezer sampai waktunya tukang sampah datang. Juga beberapa yang berlemak atau tidak bisa
disimpan, terpaksa tante buang di toilet.Yang juga mengagumkan adalah cara tante menyimpan barang-barang dengan memanfaatkan ruang yang ada, sungguh saya tidak bisa menggambarkan betapa hal-hal kecil juga menjadi pelajaran bagi saya.
Hidup tante juga sangat teratur, baik hari maupun jamnya
sudah terjadwal dengan rapi. Tante biasa
berenang setiap hari Rabu di kolam renang umum.
Di sana banyak teman-teman tante juga berenang, ada juga teman-teman
tante yang berasal dari Indonesia.
Mereka sudah pensiun, tapi semangat berenangnya cukup tinggi. Mereka biasa berenang bolak balik kolam
Olympic size, bisa puluhan kali. Seingat
saya, tante selalu berenang 20 kali bolak balik memanjang. Bayangkan, saya saja yang masih muda mungkin
kalah, karena saya selalu berenang dengan cepat, menyusul tante, tapi tante
dengan pelan dan konsisten akhirnya bisa lebih jauh jarak berenangnya, sementara
saya menjadi cepat lelah. Sungguh
mengagumkan.
Hal yang paling berkesan adalah ketika tante mengajarkan
cara bersyukur. Waktu itu saya baru mendapatkan
gaji saya sebagai tukang gulung lumpia.
Saya sedang berpikir-pikir ingin membeli baju, tiba-tiba datang surat
tagihan telpon apartemen saya di mainland, ternyata sudah menunggak. Ternyata, anak Indonesia yang menempati bekas
apartemen saya tidak membayar tagihannya, dan sialnya, nomor telpon itu masih
atas nama saya. Betapa kesalnya saya,
saya berkata: kenapa ya setiap saya ada uang, ada saja yang harus saya
bayar? Tante berkata dengan lembut: you
should change your mindset, dear. Every
time you have something to pay, you have the money. Saya terpana, itu adalah hal terbaik yang
saya pernah dengar tentang uang! Sejak
itu, saya selalu berpikir seperti tante.
Saya juga mengisi waktu dengan pergi ke perpustakaan milik Pemerintah dan
membaca buku apa saja. Salah satu yang
saya baca adalah buku statistik penduduk.
Kenapa? Karena saya ingin tahu apakah ada komunitas muslim di situ. Ternyata, tidak ada satupun penduduk muslim
yang terdaftar tinggal di Maui, artinya saya tidak bisa mengharapkan ada masjid
atau sarana ibadah Islam lainnya, seperti ketika saya tinggal di mainland.
Di samping ingin mencari komunitas muslim, saya juga
berharap bisa dapat jodoh di sana, maklum, saat itu saya sedang jomblo dan
broken hearted. Dan karena tidak
menemukan komunitas muslim ini lah, salah satu alasan saya memutuskan ingin
pulang.
Pertimbangan lainnya, saya tiba-tiba terpikir bahwa
sebaik-baiknya tempat, adalah tanah kelahiran saya. Buat apa bekerja di negara orang, kalau kita
bisa memberikan sumbangsih kita pada bangsa dan negara kita sendiri? Buat apa bekerja di negara orang dengan gaji
tinggi, namun pekerjaannya hanya ringan saja, padahal kita punya kapasitas
lebih yang dapat kita sumbangkan untuk bangsa sendiri? Begitu banyak pertanyaan di hati, apalagi
kalau melihat kurs rupiah yang terus melemah.
Namun, akhirnya saya mantapkan hati untuk pulang ke Indonesia, mungkin
di Indonesia adalah tempat yang tepat untuk saya.
Di hari kepulangan saya, karena pesawatnya malam hari, saya
sibuk bebenah apartemen tante untuk terakhir kalinya. Di saat itu lah dering telepon berbunyi dan
ternyata dari salah satu bank yang saya lamar.
Mereka menyampaikan bahwa saya diterima bekerja mulai besok. Saya sempat ragu dan bimbang, namun jiwa saya
kembali bergolak, kembalilah ke tempat kelahiranmu, go back to where you
belong.
Dengan sangat terpaksa saya menolak dan mengatakan akan
pergi ke Indonesia. For good? Tanya orang
bank. Saya menjawab mantap: yes, for
good. Pihak bank masih membujuk saya
untuk kembali ke Maui, berlibur saja di Indonesia. Saya sempat gamang, namun akhirnya saya
putuskan; I am so sorry, but I’m leaving for good…..
Good bye Maui…..
Rest in peace
auntie…..
Thank you for teaching
me to be independent, and also thanking you for changing my perspective about
money…..
Komentar
Posting Komentar