Ibu
Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa....
Sebagai anak perempuan, pasti ada masa-masa bertengkar
dengan ibu, namun at the end of the day, ibu pasti menjadi tempat mengadu.
Ibu saya lahir dari keluarga guru, namun ayahnya meninggal
ketika ibu masih sangat kecil, sehingga di masa kecil, hidup ibu sangat
sulit. Ibunya menyambung hidup dengan
menjadi penjahit, sehingga anak-anaknya dituntut untuk membantu pekerjaan rumah. Ibu saya punya 2 kakak perempuan dan 3 kakak
laki-laki. Sebagai anak bungsu, ibu
tidak pernah dimanja, malah lebih sering di bully oleh kakak-kakaknya. Di
tengah kesulitan itu lah jiwa pejuang ibu tumbuh. Ibu sangat struggle, untuk mendapatkan sesuatu
selalu harus berjuang. Dalam usia belia
ibu sudah bisa memilih jalan hidupnya.
Ibu memilih menjadi perenang nasional dan beberapa kali membela negara
dalam Asian Games maupun Olimpiade.
Dengan kedisiplinannya, ibu tetap mampu menyelesaikan sekolahnya dengan
nilai yang baik. Ketika lulus SMA, ibu tidak bisa mewujudkan cita-citanya untuk
berkuliah kedokteran, karena hanya akademi pertanian yang memberikan
beasiswa. Jadilah ibu bersekolah di
akademi pertanian.
Namun perjalanan hidup ibu akhirnya membawa ibu menjadi
dokter, walaupun kesempatan itu datang setelah umur ibu sudah tidak muda
lagi. Karena ibu menikah dengan ayah,
yang mempunyai bapak yang sangat ingin punya anak dokter, jadilah ibu yang
dibiayai dan dicarikan beasiswa untuk kuliah kedokteran oleh kakek. Jadi, ibu mulai kuliah kedokteran setelah
mempunyai 3 orang anak, yaitu setelah kelahiran saya sebagai putri ketiga. Dan kuliah ibu baru tuntas tepat ketika kakak
sulung lulus SMA dan akan segera kuliah.
Tentu tidak mudah untuk seorang ibu 4 orang anak menjalankan kuliah
kedokteran yang di tingkat-tingkat akhir harus berpraktek di rumah sakit.
Perjalanan hidup ibu juga menarik, karena ibu memilih
menikah dengan ayah yang berbeda agama, sehingga sempat ditentang oleh
Nenek. Ibu juga diramalkan akan
meninggal dunia ketika melahirkan anak ketiga.
Dan memang kejadiannya hampir mirip dengan yang diramalkan, ketika ibu
melahirkan saya, ibu kehabisan banyak darah dan hampir menemui ajalnya.
Ibu juga sangat keras prinsip dan kemauannya. Ketika kakak sulung mengikuti jalur khusus
penerimaan langsung di IPB, namun kemudian ingin ikut jalur penerimaan umum,
ibu keras melarang, karena menurut ibu, kakak sulung sudah serakah, tidak
memikirkan nasib orang lain. Begitu pula
ketika saya tidak ingin mengambil kuliah di ITB padahal sudah diterima melalui
seleksi penerimaan mahasiswa, ibu berkeras agar saya mengambil kuliah di ITB
karena saya sudah mengambil hak orang lain yang bisa saja diterima apabila saya
tidak mendaftar. Begitulah ibu, kami
dididik dengan keras untuk selalu menghargai orang lain dan agar selalu
memegang teguh apa yang telah kami pilih.
Saya tidak pernah dekat dengan ibu, karena saya memang
pribadi yang tertutup, bahkan di beberapa hal saya sering tidak sependapat
dengan ibu. Namun setelah ayah
meninggal, ibu sangat dekat dengan saya. Yang paling mengharukan adalah
pengakuan ibu bahwa sayalah tempat ibu curhat.
Ibu tidak berani curhat kepada kakak-kakak atau adik saya. Bahkan, ibu hanya berani meminta kepada saya,
karena kepada anak-anaknya yang lain ibu takut.
Ibu bilang, saya jarang menanyakan kenapa ibu butuh uang, saya akan
langsung kirim uang apabila ibu butuh tanpa bertanya. Ibu juga selalu menceritakan
keinginan-keinginannya kepada saya, karena ibu tahu apabila saya dapat memenuhi
saya akan memenuhinya, namun sebaliknya saya tidak segan menolak apabila memang
tidak mampu memenuhinya. Ternyata waktu
telah mengubah semuanya. Ibu yang begitu
jauh dulu, sekarang menjadi sangat dekat.
Ibu tidak pernah sungkan untuk minta uang apabila ada saudaranya yang
memerlukan, atau apabila ibu ingin pergi tamasya ke suatu tempat, ibu akan
bilang ke saya.
Setelah ayah
meninggal, ibu tetap bekerja sebagai dokter di poliklinik dan mengisi waktu
dengan berkebun dan ikut kegiatan olah raga bela diri. Awalnya ibu mengikuti kegiatan bela diri ini
untuk menemani anak saya, namun setelah anak saya terlalu sibuk di sekolah, ibu
tetap melanjutkan dan bahkan menjadi ikon di bidang ini, sehingga beberapa kali
diwawancara oleh media. Ibu juga rajin berkebun dan selalu mendukung usaha
saya, bahkan ibu dengan gigih ikut menawarkan produk apa pun yang saya jual.
Hal yang membuat saya trenyuh adalah ketika ibu curhat bahwa
sebenarnya ibu ingin tinggal di rumah sendiri.
Saya berusaha untuk membelikan rumah, namun ternyata ibu terlalu takut
untuk minta izin kakak untuk pindah dari rumah kakak ke rumahnya sendiri. Akhirnya, rumah itupun saya sewakan ke orang
lain daripada dibiarkan kosong. Sisi
baiknya, aset saya bertambah dan menambah penghasilan pula.
Kami sering berjalan-jalan dengan mengajak ibu, walaupun
kami harus bergantian mendorong kursi roda untuk ibu, tapi kami tetap
senang. Pernah dalam setahun ibu
berjalan-jalan ke luar negeri sampai 5 kali.
Walaupun capek, namun kami sangat senang karena banyak pengalaman
baru. Ibu juga memang senang
berjalan-jalan dengan saya karena menurut ibu saya tidak pernah takut nyasar
atau salah jalan. Menurut ibu juga, saya
cukup cerdik dan efisien dalam banyak hal, sehingga selalu mendapatkan jalan
keluar apabila kami menemui masalah di perjalanan.
Dulu ibu selalu menyempatkan menginap di rumah saya setiap
minggu, namun dengan berjalannya waktu, ibu semakin tidak sanggup untuk pergi
menginap, sehingga saya sempat merasakan kehilangan waktu-waktu untuk
berbincang dengan beliau. Apalagi di
kala saya menghadapi masalah yang cukup berat dalam hidup saya dan ibu tidak
bisa menginap, saya hanya bisa menangis.
Namun, akhirnya saya bisa menyikapinya dan menjadi kuat seperti ibu.
Ibu juga sangat
kuat. Menghadapi permasalahan-permasalahan
hukum yang menimpanya, ibu akan berdiskusi dengan saya dan satu hal yang sangat
saya hargai, ibu sangat mendengarkan saya, dibadingkan dengan kakak-kakak
saya. Saya tidak tahu alasannya, namun
sepertinya di mata ibu, saya lah pengganti ayah. Ibu juga punya kemauan keras. Ketika saya menjadi tameng dalam permasalahan
hukumnya, ibu selalu menghadiri setiap sidang saya. Namun, di tengah permasalahan hukum saya
sendiri, ibu saya larang untuk hadir di persidangan, karena selain ibu sudah
semakin tua, untuk masalah saya ini, saya tidak ingin ada orang yang tahu bahwa
saya adalah anak ibu. Saya tidak mau
menjadi beban ibu. Namun, setiap pagi
ibu akan kirim doa agar saya diberi kekuatan dalam menjalani sidang.
Saat ini di
pikiran saya sering terlintas, apakah ibu sedih mempunyai anak seperti saya?
Terlalu banyak masalah yang saya timbulkan yang pasti sangat menyita pikiran
ibu di hari tuanya. Namun saya yakin, ibu tidak kecewa pada saya, ibu tidak
malu, karena saya menyadari, semakin berumur, ibu semakin bijaksana. Ibu tidak pernah men judge saya, ibu percaya
saya tidak salah. Saya yakin, ibu tetap
bangga pada saya. Namun satu hal yang pasti, saya sangat berterima kasih kepada
ibu, karena ibu telah mendidik saya menjadi manusia yang kuat. Terima kasih Tuhan, telah memberikan ibu yang
kuat untuk saya....
Komentar
Posting Komentar